Mohon tunggu...
Ahmad Zahid Ali
Ahmad Zahid Ali Mohon Tunggu... wiraswasta -

Terlahir di kota Pati dengan slogannya Bumi Mina Tani di tengah sejuknya nuansa agamis. merangkak, berjalan, berlari, mengeja, menulis, memahami, kemudian sampailah akhirnya duduk manis sesekali gelisah dan sesekali menahan kantuk di bangku kuliah ITS Teknik Industri. dalam setiap kesempatan menuliskan motto di CV, kira2 tertuliskan, "Jangan pernah takut jika hidup hanya sekali". berusaha untuk tidak takut kepada apapun selain Allah. tidaklah kemudian takut untuk gagal. tak takut air mata. tak takut darah. kemudian tak takut untuk menjadi orang besar. tak takut untuk mebahagiakan orang tua. tak takut untuk bermanfaat bagi agama, negara, dan sekitar. berusaha untuk BERANI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Otomatisasi Industri, Kegetiran Manusia, dan Jokowi Effect

10 November 2014   07:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:11 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu saya menemukan para pekerja kontrak di tempat saya bekerja sekarang sedang mengadakan demonstrasi kecil-kecilan di kantor produksi. Saya kebetulan lewat kemudian mengamati sebentar. Sekitar 20 orang ini pagi-pagi betul sudah menemui kepala divisi untuk meminta penjelasan sekaligus mengadukan keresahan yang mereka rasakan. Seperti pembela HAM yang sedang berjihad memperjuangkan hak sesama saudaranya, mereka terlihat semangat sekali. Setelah saya telusuri, titik problemnya hanya satu: mereka dimutasi di bagian lain dan itu berarti mereka tidak kembali ke bagian sebelumnya.

Entah bagaimana keputusan akhirnya, saya jadi teringat kejadian serupa beberapa bulan yang lalu di mana di divisi yang sama, para pekerja kontrak menemui kepala bagian untuk menyampaikan segala keresahan yang menghantui mereka setiap saat. Keresahan para pekerja kontrak ini diawali dari bergulirnya kebijakan otomatisasi proses transfer produk hasil sortir. Pada awalnya, proses handling produk hasil sortir inline ke intake belt conveyor (bc) dilakukan secara manual tenaga manusia. Proses manual handling produk ini tentu berimbas ke tingginya cost operasional proses. Sebagai lembaga profit oriented, tentu goal yang ingin dituju adalah maximize profit and minimize cost. Itulah sebabnya manajemen menggulirkan kebijakan otomatisasi proses di titik ini. Akibat dari kebijakan ini adalah pekerja manusia harus rela perannya digantikan oleh mesin. Inilah sebab-sebab keresahan mereka timbul.

Saat saya diterima kerja di perusahaan ini, bos saya mengatakan bahwa salah satu goal dari divisi saya adalah mengurangi peran manusia. Tak perlu lama-lama, kemudian saya diberikan amanat untuk proyek di atas : otomatisasi proses transfer produk hasil sortir di salah satu divisi produksi. Koordinasi di lapangan pun langsung saya lakukan. Berdasarkan arahan dari bos mengenai alur proses, tahap-tahap selanjutnya seperti proses pengukuran, drafting, dan koordinasi dengan teknik berjalan dengan baik. Akan tetapi, kegetiran mulai kurasakan saat kutatap dengan lamat wajah ibu-ibu yang sudah mulai menua sedang menggerakkan kedua tangannya dengan gesit dan lincah untuk melakukan proses sortir produk yang tidak sesuai standar. Nampak juga sebagian mereka menampung produk hasil sortir inline ke dalam sack untuk dibawa forklift ke intake bc. Ah, mereka pasti sedang mencari rezeki untuk menghidupi putra-putri terbaik mereka. Sesekali mereka melirik keberadaan saya.

Proyek sudah berjalan dengan baik. Proses transfer produk hasil sortir sudah dikerjakan belt conveyor, elevator dan discard. Area sortir sudah agak longgar. Lalu lintas forklift dan manusia yang biasanya melakukan proses transfer sudah tidak terlihat lagi. Lalu ke mana para pekerja handling transfer? Alhamdulillah decision maker di tempat saya bekerja sekarang diisi oleh orang-orang yang berhati baik. Mereka diarahkan ke divisi lain yang lebih membutuhkan tenaga kerja. Mereka masih bisa menghidupkan api dapur untuk menanak nasi lalu makan bersama keluarga dengan penuh keceriaan.

Meski selang beberapa bulan terdapat protes para pekerja sebab otomatisasi proses transfer ini, semua akhirnya bisa terselesaikan dengan win-win. Saya hanya bersyukur atas semua ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika decision maker diisi oleh orang-orang yang seluruh hidupnya ditujukan profit oriented. Sudah banyak contoh akibat yang terjadi di luar sana. Semoga mereka selalu mendapatkan yang terbaik di setiap jengkal hidupnya.

Fenomena ini adalah sekelumit kisah yang kualami. Tentu ada banyak kisah yang serupa baik dengan hasil yang sama maupun hasil yang berbeda. Ada yang berakhir tragis, ada pula yang berakhir manis. Jauh sebelumnya, otomatisasi industri ini sudah terjadi pada saat revolusi industri di Prancis. Protes pun berlangsung secara besar-besaran. Akan tetapi di era sekarang otomatisasi industri sudah menjadi hal yang lazim di negara-negara lain terutama Eropa. Terobosan-terobosan besar dilakukan agar semua proses berlangsung seefesien mungkin. Pertumbuhan profit semakin melesat cepat dengan biaya sekecil mungkin. Semua elemen masyarakat menerima ini dan menyadarkan mereka untuk ikut berkompetisi. Sekali salah ambil langkah, habislah mereka digilas roda perkembangan yang sangat pesat.

Lalu, bagaimana dengan atmosfer di Indonesia? Saat di kelas dulu, dosen saya pernah mengatakan bahwa otomatisasi industri di Indonesia masih sulit direalisasikan dengan baik. Hal ini dikarenakan jumlah masyarakat kurang mampu di Indonesia masih banyak. Jika otomatisasi industri datang secara bergelombang besar-besaran, akan banyak pekerja yang kehilangan sumber kehidupan. Kemudian keadaan semakin mencekam dengan adanya data bahwa persentase jumlah wirausaha di Indonesia masih sedikit yaitu 1,54%. Masih jauh dari target pemerintah 2%. Hal inilah yang membuat daya serap tenaga kerja di Indonesia masih sedikit. Oleh karena itu, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, Indonesia membutuhkan wirausaha-wirausaha lainnya tumbuh pesat dan mampu menyerap tenaga kerja masyarakat dengan baik.

Indonesia sudah mempunyai presiden baru yaitu Jokowi. Melihat sepak terjanganya baik saat menduduki Walikota di Solo, Gubernur di Jakarta, dan gebrakan-gebrakan di awal menjabat sebagai presiden, kita patut optimis seraya melayangkan doa. Tentu Pak Presiden sudah memikirkan semuanya termasuk strategi untuk meningkatkan kekuatan ekonomi Indonesia baik makro maupun mikro. Semoga Jokowi Effect akan menghasilkan keberkahan bagi Indonesia Raya. Aamiin.

Pati, 09 Nopember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun