Pembaca dari generasi 90 an ke bawah barangkali pernah mendengar istilah "jika nilai ulangan / ujianmu rendah, maka nanti bisa tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah".Â
Kalimat tersebut selalu melekat dalam ingatan penulis ketika akan memasuki ulangan menjelang kenaikan kelas atau ujian sekolah. Karena itu, banyak siswa yang giat belajar karena takut tidak naik kelas atau tidak lulus ujian.
Kalau jaman waktu sekolah dulu kalau sudah waktu ulangan atau ujian, hampir semua teman-teman sibuk membaca buku dan belajar di pagi harinya. Ada yang membaca didalam kelas dan ada juga yang dihalaman sekolah. Yah, paling 3 atau 4 orang yang asyik bermain dan ngobrol.Â
Berangkat pagi ke sekolah dengan jalan kaki sambil menenteng buku atau kisi-kisi ulangan yang sudah dibagikan oleh guru adalah hal yang lumrah. Pada masa sekarang, pemandangan seperti itu nampaknya sudah jarang terlihat. Di Sekolah tempat penulis mengajar saja bahkan tidak terlihat siswa yang membaca buku di pagi harinya. Padahal hari itu mereka sedang melaksanakan Penilaian Pembelajaran Akhir Sekolah (PPAS).Â
Beberapa siswa bahkan ada yang sibuk bermain bola, bersepeda kesana kemari, dan bercanda dengan teman yang lainnya. Saya awalnya berpikir barangkali mereka sudah belajar dimalam harinya atau dipagi harinya menjelang waktu subuh. Karena rasa penasaran, saya akhirnya mencoba bertanya pada beberapa siswa, "kalian sudah belajar buat persiapan ulangan" ?, mendengar pertanyaan saya mereka menjawab dengan entengnya, "gak perlu belajar pak, toh kan nanti juga akhirnya lulus", sahut mereka dengan gelak tawa.
Sontak saya pun terkejut mendengar jawaban mereka. Karena saya juga ada kesibukan yang lain, saya pun bergegas meninggalkan mereka.
Lantas, mengapa hal demikian bisa terjadi ? Kemana semangat belajar anak-anak di era merdeka belajar ?
Perubahan kurikulum dan mudahnya mengakses sumber dan media belajar harusnya menjadi batu loncatan siswa dalam menggapai ilmu pengetahuan. Di era sekarang, internet dan media sosialÂ
sudah menjadi bagian kehidupan seseorang. Hampir semua orang mempunyai smartphone dan media sosial. Hampir jarang kita menemui anak-anak yang tidak mengenal smarthphone.Â
Di era merdeka belajar sekarang, siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja tanpa mengenal batas waktu dan tempat. Namun realita yang terjadi justru sebaliknya, angka kenakalan remaja setiap tahunnya justru meningkat. Pada tahun 2021 angka kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus. Artinya dari tahun 2018 -- 2021 mengalami kenaikan sebesar 10,7%. Dari data tersebut kita dapat mengetahui pertumbuhan jumlah kenakalan remaja yang terjadi tiap tahunnya (BPS, 2021).Â
Selain itu, Berdasarkan data Susenas yang diolah Bappenas tahun 2022, anak usia sekolah (7-18 tahun) yang tidak bersekolah mencapai 4.087.288 anak. Angka tersebut dinilai meningkat jika dibandingkan dengan 3.939.869 anak pada tahun 2021.Â