Mohon tunggu...
Zahara ZaraniPadang
Zahara ZaraniPadang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Universitas Negeri Jakarta program studi Pendidikan Masyarakat

Mahasiswa S1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Budaya Patriarki di Indonesia

26 Mei 2023   02:19 Diperbarui: 26 Mei 2023   02:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Menurut Pinem (2009), posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Secara umum, istilah patriarki digunakan untuk menyebutkan "kekuasaan laki-laki", khususnya hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang di dalamnya berlangsung dominasi laki-laki atas perempuan yang direalisasi melalui bermacam-macam media dan cara (Dewi Chandraningrum, 2013). Budaya patriarki sendiri sudah mandarah daging dengan masyarakat Indonesia sejak lama. Seorang ayah memiliki peran mencari nafkah dan tidak memiliki kewajiban mengurus pekerjaan rumah, sedangkan seorang ibu mengambil peran untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengatur keuangan, memasak, mencuci baju, menjaga kebersihan lingkungan rumah dan hal ini mutlak dikuasai oleh ibu. Namun, tidak sedikit sosok ibu yang juga dituntut untuk menghasilkan uang di luar pekerjaannya di rumah. Meskipun telah ada upaya untuk menentang dan mengubah dinamika patriarki, norma-norma patriarki masih bertahan di masyarakat Indonesia.

Karena budaya patriarki inilah perempuan kerap kali dipandang rendah dan lemah, serta tidak sedikit laki-laki bersikap semena-mena terhadap perempuan. Ibarat warisan, patriarki sudah menjadi budaya turun temurun dari nenek moyang dan bukan lagi hal yang mengagetkan. Tidak sedikit perempuan yang dirugikan oleh budaya patriarki. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia, seperti pelecehan seksual, kekerasan rumah tangga, penganiayaan, dan sebagainya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat bahwa sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. 

Mengambil contoh kasus pada tahun 2022 yang menyita banyak perhatian publik, seorang guru pesantren melakukan kekerasan seksual kepada 13 murid yang 9 diantaranya hamil hingga melahirkan. Aksi kebiadaban seorang guru terhadap murid demi memenuhi kepuasan nafsu semata itu dinilai melecehkan harkat dan martabat perempuan.

Saat ini patriarki menjadi topik pembicaraan yang banyak dibahas oleh generasi-generasi muda. Mereka bahkan melihat langsung budaya patriarki tersebut di dalam lingkungan keluarganya sehingga banyak generasi muda yang memiliki ketakutan untuk menikah di masa mendatang dan lebih memilih hidup sendiri. Melihat dari kasus lain, seorang istri di Semarang mengalami KDRT selama 10 tahun, tetapi korban tidak berani melaporkan suaminya ke pihak kepolisian dengan alasan ingin menjaga keutuhan rumah tangga. Sang istri menerima kekerasan secara fisik juga psikis dan menanggung derita itu sendiri selama kurang lebih 10 tahun. Sang suami bahkan dengan teganya memukul korban hingga berlumuran darah. Naasnya, sang suami adalah seorang pejabat publik yang belum lama aktif menjadi pegiat HAM.

Generasi muda saat ini mulai menyadari betapa seriusnya dampak yang ditimbulkan dari budaya patriarki. Maka dari itu, lahirlah gerakan feminisme yang merupakan gerakan dengan tujuan mendobrak sistem bias gender dan menjunjung tinggi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, termasuk dalam pemenuhan hak. Mengambil contoh demonstrasi yang dilakukan oleh komunitas Women's March Jakarta pada 20 Mei 2023 lalu, menyuarakan penuntutan pada pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara berkeadilan dan berpusat pada pemenuhan hak-hak korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun