Public Speaking Di Era Pandemi
Public speaking adalah seni berbicara di depan umum. Dikatakan demikian karena khalayak atau pendengarnya berjumlah banyak, seperti masyarakat umum atau rakyat sebuah negara. Untuk itu, seseorang yang melakukan public speaking atau biasa disebut public speaker ini membutuhkan keahlian untuk berbicara secara jelas, yaitu terstruktur, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele.
Bagi seseorang yang melakukan public speaking pastinya membutuhkan rasa percaya diri yang tinggi, penguasaan materi yang mendalam, dan juga memiliki cara berkomunikasi yang baik. Oleh karena itu, umumnya orang yang biasa melakukan public speaking ini dianggap ahli dalam menyampaikan pesan kepada khalayak.
Di Indonesia sendiri, kemampuan public speaking tergolong rendah terutama dikalangan pelajar. Mengutip dari website kompasiana yang berjudul peningkatan kemampuan public speaking peserta didik, Idris Apandi selaku sang creator memaparkan beragam alasan mengapa para pelajar Indonesia tidak memiliki kemampuan public speaking yang mumpuni, alasan pertama yang sering muncul yaitu banyaknya para pelajar introvert, karakter bawaan yang pendiam karena tidak dibiasakan atau membiasakan diri berbicara di depan publik minimal di lingkungan keluarga dan teman bermainnya, tertekan karena hidup dalam keluarga yang kurang demokratis, guru yang kurang memberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat saat KBM, memiliki pengalaman buruk seperti pernah menyampaikan pendapat yang justru di-bully, dipermalukan, atau justru diserang balik sehingga yang bersangkutan merasa kapok dan tidak mau menyampaikan pendapatnya lagi.
Saya sendiri sangat setuju dengan pendapat beliau, apalagi di era pandemi seperti saat ini ternyata berdampak buruk pada keberlangsungan kegiatan interaksi para siswa. Mereka yang sudah terbiasa dengan kegiatan serba online dan minim interaksi, tiba-tiba saja harus melakukan kembali interaksi dengan banyak orang yang sebenarnya hal itu malah membuat mereka merasa tertekan khususnya yang memiliki karakter bawaan pendiam. Saya sendiri sebagai mahasiswa  introvert yang lulus pada saat pandemi kemarin,  pernah merasa lelah jika harus berinteraksi dengan banyak orang, padahal ketika berada di bangku SMA saya tidak pernah merasakan lelah untuk berinteraksi dengan siapapun.
Kebiasaan buruk yang sudah terlanjur seperti ini haruslah segera ditangani, karena bagaimanapun juga interaksi dengan orang akan selalu dibutuhkan. Jika kebiasaan malas berinteraksi seperti ini tidak segera mendapat penanganan, hal yang mengkhawatirkan mungkin akan terjadi, salah satunya berdampak pada kemampuan public speaking para peserta didik. Public Speaking sangat berpengaruh pada kegiatan belajar yang ada di dalam kelas, karena didalam kelas biasanya akan melakukan berbagai macam kegiatan seperti diskusi, presentasi, menjawab pertanyaan dan lain sebagainya. Tenaga pendidik disini mengambil peranan penting untuk membantu peserta didiknya kembali mengasah kemampuan public speaking. Banyak cara yang bisa dilakukan, seperti menerapkan model pembelajaran yang bisa mendorong siswa untuk lebih banyak berdialog, berdiskusi dan mengeluarkan pendapat. menciptakan suasana belajar yang komunikatif dan opsi terakhir yang bisa dilakukan oleh para pendidik yaitu memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk aktif dalam kegiatan keorganisasian.
Suasana belajar yang komunikatif seperti berdialog, berpendapat dan berdiskusi, ternyata sangat memotivasi para peserta didik untuk ikut mengeluarkan pendapat dan berpartisipasi dalam diskusi. Mayoritas dari mereka merasa termotivasi karena melihat beberapa temannya mengeluarkan pendapat dan juga mendapatkan apresiasi dari pendidik. Apresiasi disini memiliki peranan penting untuk membuat siswa lebih bersemangat lagi. Jikalau kegiatan dikelas sudah dibiasakan komunikatif seperti ini, maka tidak menutup kemungkinan jika para siswanya akan terbiasa untuk berbicara didepan khalayak umum, bisa dipastikan jika mereka terbiasa berbicara didepan kelas, maka rasa gugup untuk melakukan public speaking dimanapun itu akan sirna seketika.
Satu hal lagi yang penting disini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengikuti kegiatan keorganisasian. Banyak orang diluar sana yang mungkin memberikan statement buruk mengenai kegiatan organisasi, mereka mengatakan jika organisasi hanyalah kegiatan yang membuang waktu dan tidak memeliki feedback apa apa untuk kita. Stigma negatif seperti ini sudah semestinya dihilangkan dari benak para siswa, karena hal seperti ini ternyata bisa mempengaruhi pandangan siswa tentang organisasi.
Sebagai mahasiswa saya mengakui jika pada awalnya kegiatan organisasi memang terlihat seperti membuang waktu saja, tetapi setelah saya ikut dalam beberapa program kerja dengan berbagai macam problematika yang ada, saya menjadi sadar bahwasanya organisasi bukan seperti apa yang dibicarakan oleh orang-orang, saya merasa bisa memanage waktu, membiasakan untuk mengutarakan pendapat saat rapat, belajar untuk bekerja dalam tim dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi lembaga pendidikan untuk terus berusaha menghapus stigma negatif yang ada di benak para pelajar.
Kemampuan public speaking yang baik akan menjadi bekal masa depan bagi peserta didik untuk bergaul dalam komunitas, organisasi atau saat mereka ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Siswa atau mahasiswa yang aktif dalam organisasi kesiswaan atau organisasi kemahasiswaan pada umumnya harus memiliki kemapuan public speaking yang baik karena mereka terbiasa berbicara pada rapat-rapat. Kemampuan public speaking juga memiliki peran penting dalam dunia pekerjaan, baik itu untuk wawancara atau bahkan dalam melakukan rapat. Pengasahan public speaking sudah seharusnya dilakukan mulai dari sekarang, karena jika siswa-siswanya sudah mahir dalam melakukan public speaking maka kesempurnaan pembelajaran di dalam kelas pasti akan tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H