Masyarakat Indonesia mengonsumsi 15 gr mikroplastik setiap bulannya, yang sebagian besar partikel plastiknya berasal dari sumber air seperti ikan dan makanan laut lainnya.
Plastik sekali pakai menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kantong belanja, sedotan, gelas plastik sekali pakai, dan pembungkus makanan adalah produk yang mudah ditemukan dan memberikan kemudahan. Namun, sampah plastik sangat berbahaya dan memberikan ancaman serius bagi kesehatan dan lingkungan.
Riset dari Sustainable Waste Indonesia menunjukkan, Indonesia menghasilkan lebih dari 45,3 juta ton sampah per-tahun. Pada tahun 2050, jumlah plastik di lautan akan lebih banyak dari jumlah ikan. Pernyataan tersebut bukan hanya sekadar prediksi, melainkan sebuah peringatan tentang dampak besar dari penggunaan plastik yang berlebih.
Apa Itu Plastik Sekali Pakai?
Mengutip dari Natural Resources Defense Council, plastik sekali pakai adalah produk yang dibuat menggunakan senyawa kimia yang dirancang untuk dibuang setelah digunakan. Plastik sekali pakai sering digunakan sebagai alat pengemasan seperti tas, botol, pembungkus, dan sedotan.
Plastik ditemukan pada abad ke-19 dan baru menjadi populer di tahun 1970-an, namun sejak tahun 1950-an dunia sudah memproduksi lebih dari sembilan miliar ton plastik, kemudian dipasarkan setelah tahun 2000. Dan kita bisa membayangkan, barang ini bisa bertahan selama ratusan tahun ke depan.
Dampak Terhadap Lingkungan
Sampah plastik yang sudah lama tidak dapat benar-benar terurai; hanya hancur menjadi potongan yang lebih kecil dan akhirnya menjadi mikroplastik, yang disebabkan karena paparan sinar matahari dan pencucian. Partikel-partikel mikroplastik yang sangat kecil ini dapat ditemukan di mana-mana dan dapat menyebar ke seluruh ekosistem, meresap ke dalam tanah, air, dan bahkan udara yang kita hirup sehari-hari.
Bagi satwa liar, mikroplastik ini sangat berbahaya karena bisa saja tertelan. Jika sampai tertelan, mikroplastik ini bisa berkumpul dan menjadi gumpalan di dalam tubuh hewan tersebut dan dapat menimbulkan masalah kesehatan yang fatal yang menyebabkan kematian.
Beberapa waktu lalu, seekor paus ditemukan mati oleh masyarakat nelayan di wilayah laut Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Kematian paus ini disebabkan karena tertelan plastik yang tidak dapat dicerna dengan baik. Peristiwa ini memberikan fakta bahwa plastik tidak dapat terurai di air laut dan sangat berbahaya bagi kehidupan di laut. Di dalam tanah pun sampah plastik masih sulit terurai. Sampah plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun sebelum akhirnya bisa terurai sepenuhnya oleh tanah.