Mohon tunggu...
Zaeni HamdiSH
Zaeni HamdiSH Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meminimalisir Pemilih Pragmatis Transaksional, Upaya Mewujudkan Pilihan Berkualitas

28 Januari 2019   09:55 Diperbarui: 28 Januari 2019   10:03 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setiap pemilu ke pemilu politik transaksional masih marak dan sulit dihilangkan. Politik uang bahkan semakin ramai diperbincangkan dan seolah olah menjadi sebuah keharusan. 

Para caleg melalui tim suksesnya dengan leluasa melakukan praktik praktik kotor tersebut. Masyarakatpun merasa senang dengan hal tersebut bahkan sering muncul anggapan di masyarakat kalau ada uangnya di pilih dan kalau tidak ada uangnya lebih baik tidak usah di pilih. Masyarakat beranggapan karena belum tentu nanti ia dapat setelahny, kapan lagi dan mumpung ingat.

Potret ini menjadi dilema bagi perjalanan demokrasi. Kejadian ini sepertinya luput dari perhatian bawaslu dengan dalih tidak ada bukti yang cukup, tidak ada aduan dari masyarakat. Berbagai faktor hal ini terjadi, ada masyarakat yang beranggapan ini adalah kesempatan. 

Ketika masyarakat mengerti ini tidak bagus untuk ke depannya, namun masyarakat tidak mau bersinggungan dengan tetangga sendiri, karena pada umumnya uang itu mengalir kepada orang yang telah mengenalnya. 

Bukan orang lain. Orang yang hendak melaporkan berfikir berkali-kali karena tidak mau berbuntut panjang yang melibatkan dirinya. Hal ini membutuhkan strategi dari semua pihak bagaimana meminimalisir hal demikian, karena hal ini akan berefek negatif bagi bangsa dan negara

Bukan berarti politik uang sama sekali tanpa aduan. Terkadang karena berlawanan kepentingan, atau bagi masyarakat yang betul-betul pemberani, aduanpun sampai kepada yang berwajib. Namun seringkali jika ada bukti sekalipun tidak kuat untuk di proses. Sehingga aduan tidak dapat dilanjutkan untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

Dinamika demikian memperlihatkan bahwa demokrasi menjadi barang yang mahal. Setiap caleg butuh dana yang sangat besar agar bisa duduk di kursi empuknya. Sisi pengawasanpun dibutuhkan banyak orang. Pemerintah harus mengeluarkan uang untuk menggaji pengawas sampai dengan tingkat TPS, akan tetapi selalu gagal membuktikan kasus politik uang yang pada dasarnya memang ada.

Kondisi tersebut sudah seharusnya berbanding lurus, ketika bawaslu membentuk badan ad-hock sampai di tingkat TPS. Politik uang agar dengan mudah di cegah sebagai preventif. 

Jika politik uang masih terjadi, maka dapat dengan mudah diketemukan dengan bukti bukti yang kuat sehingga harapannya memberikan efek jera dan tidak menciderai proses demokrasi sehingga akan menghasilkan para pemimpin atau para anggota dewan yang betul berkwalitas dan sesuai kehendak rakyat.

Ingat pepatah bahwa "Kejadian itu ada karena ada kesempatan". Kesempatan terjadi dari berbagai sisi, mulai dari masyarakat, pengawas di tingkat lapang, tim sukses, pemilik uang (calon yang dipilih).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun