Dusun Singoprono, Desa Sukosari, Lamongan, menyimpan sebuah tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang masyarakatnya. Makam Buyut Singorojo dan Buyut Gading Sari, yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai makam Buyut Singoprono, adalah tempat peristirahatan bagi dua tokoh besar yang berjasa dalam membabat alas Desa Sukosari. Namun, makam ini sebelumnya kurang mendapatkan perhatian dan perawatan yang layak. Oleh karena itu, diperlukan langkah revitalisasi yang tidak hanya memperbaiki kondisi fisik makam, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya warisan sejarah ini.
Pada Kamis, 9 Januari 2025, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Institut Al Azhar, bekerja sama dengan masyarakat dan tokoh desa, melaksanakan program revitalisasi makam ini. Program ini tidak hanya berfokus pada perbaikan fisik seperti pembersihan area makam dan penggantian pagar yang rusak, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai nilai sejarah dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya.
Mengapa Revitalisasi Diperlukan?
Makam Buyut Singorojo dan Buyut Gading Sari selama ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Pagar makam sudah rusak, semak-semak tumbuh liar, dan sebagian besar generasi muda tidak lagi mengenal arti pentingnya makam ini. Padahal, makam ini merupakan simbol dari perjuangan dan pengabdian para pendahulu yang berjasa membangun Sukosari.
Sebagai masyarakat yang beragama, sudah menjadi kewajiban kita untuk menghargai dan merawat warisan sejarah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
من لم يشكر الناس لم يشكر اللهÂ
(Barang siapa tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.)
Hadis ini mengingatkan kita bahwa penghargaan terhadap jasa sesama manusia, termasuk para pendahulu, adalah bagian dari rasa syukur kepada Allah. Dengan melakukan revitalisasi makam ini, masyarakat menunjukkan penghargaan yang tulus terhadap jasa para leluhur yang telah berkorban untuk pembangunan desa.
Rangkaian Kegiatan Revitalisasi