Sebenarnya pasca coblosan dan hasil quick count kemarin, 'orang-orang bawah' itu sudah move on. Selesai ya selesai. Mereka kembali ke aktivitas kesehariaan mereka. Yang bertani, ya ke sawah lagi. Yang guru, ngajar lagi. Yang karyawan ya ke kantor lagi. Bahwa terjadi dialog, jago mereka menang atau kalah, ya sebatas dialog saja.Â
Eh alhamdulillah si Anu menang. Diancok tenan jagoku kalah. Dibarengi tertawa sambil bergurau. Damai, ndak ada ribut-ribut. Ini di kehidupan nyata, bukan di dunia maya.
Sudah begitu saja sebenarnya respon 'orang-orang bawah', yang 'nalarnya' belum banyak tercemar virus-virus provokasi di media. Lha mereka menganggap pemilu, milih presiden ya nyoblos begitu saja, nanti siapa yang menang atau kalah itu ndak terlalu penting.Â
Yang penting, nyambut gawe (bekerja) lancar, gaji ndak telat. Uang selalu di tangan. Cukup. Urusan people power, power people, power rangers, rangers power. Ndak ngurus blasss.
Lho lalu siapa dong yang ribut-ribut itu? Nah untuk menjawab pertanyaan ini, saya sampaikan berdasarkan analisa Mbah Jenal ya. Hehe.
Pertama, yang ribut ribut ya elit-elit itu. Ngebet pengen berkuasa, pengen mendapatkan jabatan tapi ndak kesampaian. Ibarat orang, sudah ngebet stadium 5 ingin nikah, tapi ndak keturutan. Apa ndak stress? Atau yang sudah punya isteri, sudah ngebet di ubun-ubun pengen berhubungan dengan isterinya, tapi tertunda. Coba apa ndak kelimpungan?
Nah masalahnya yang disorot media, disiarkan berulang-ulang, ya wajah-wajah mereka, para elit itu. Jadi setiap hari kalau Anda lihat televisi, lihat berita atau membaca berita di media-media online, isinya hanya ribut melulu. Sana tuding sini curang. Sini tuding sana curang. Begitu terus, hingga membuat orang mblenek.
Kedua. Golongan 'Tegangan tinggi'. Coba perhatikan baik di tv, atau media online yang sering buat ramai, ngancem-ngancem, tuding sana-sini, ya orang-orang itu saja. Kelompok-kelompok itu saja. Kalau pemilu sesuai dengan syahwatnya, ya akan dinilai bagus, baik dan demokratis.Â
Sementara kalau tidak sesuai dengan gelora syahwatnya akan dituding curang, terburuk, terjelek, kontrasepsi eh konspirasi, dan embuh apa maneh. Silahkan amati sendiri mana kelompok tegangan tinggi ini.
Ketiga. 'Korban informasi'. Saya sebut korban, karena orang-orang ini sebenarnya orang-orang lugu. Karena mendapat informasi yang sesat menyesatkan di grup-grup wa yang diikuti atau di media-media online akhirnya ikut-ikutan meramaikan keributan paska coblosan kemarin. Korban informasi ini biasanya di dominasi orang-orang tua yang aktif di grup-grup wa. Atau setengah-setengah ikut baca media-media online.
Ayooo reek disudahi ribut-ributnya. Jangan ikut-ikutan menuding curang, curing, carang dan carung sana sini. Tunggu hasil perhitungan KPU. Siapa yang menang, siapa yang kalah diterima dengan legowo. Bahwa di pemilu 2019 ada kekurangan, itu yang harus dikritisi dan tentu nanti saat pemilu lagi, kekurangan itu bisa diperbaiki.
Anda orang beriman kan? Yakin bahwa segala sesuatu sudah tertulis di lauh mahfudz? Siapa yang menang dan nanti jadi presiden sudah tertulis di sana bukan? Juga yang kalah siapa sudah tertulis di sana kan? Sehebat-hebatnya manusia membuat rekayasa, kecurangan dan kebohongan-kebohongan lainnya tak akan bisa merubah apa yang tertulis di sana.
Eh, katanya ada orang yang bersumpah siap dilaknat 21 turunannya, kalau KPU tidak curang itu benar tah? kok ngeri ngono.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H