Mohon tunggu...
Zaenal Arifin
Zaenal Arifin Mohon Tunggu... Guru - Kawula Alit

Guru matematika SMP di Banyuwangi, Jawa Timur. Sedang masa belajar menulis. Menulis apa saja. Apa saja ditulis. Siap menerima kritikan. Email: zaenal.math@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Day One"

23 April 2019   04:35 Diperbarui: 23 April 2019   07:02 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/12/27/pkei4b368-karawang-salurkan-rp-25-m-untuk-biaya-pendidikan-santri

Pagi-pagi buta, aku bersegera membangunkan anak-anak. Si Sulung, persiapan sekolah. Joniurku kedua dan ketiga belajar di rumah. Hari ini Ujian Nasional SMP/ MTs dan USBN SD/ MI. Aku dan istriku akan menjalankan tugas negara. Istriku sebagai panitia UNBK di sekolahnya, aku dapuk pengawas ruang ujian.

"Bangun Dik, mandi. Bapak Ibu berangkat pagi!"

Setengah ogah-ogahan mereka berjalan lunglai ke kamar mandi. Itupun ada syaratnya, pakai air hangat. Tidak mengapa, yang penting segera beres dan kami tidak terlambat. Si Sulung? Sudah bangun sejak pukul tiga dini hari. Getu membaca materi ujian hari pertama, Bahasa Indonesia. Ada rasa marem melihatnya rajin belajar. Namun juga kasihan, jika memperhatikan dia berkata, "Pak, Aku bad mood makan. Aras-arasen mangan." Sore kemarin.

Aku tersenyum, dan berkata, "Biasa saja Nak. Minta lauk apa? Bapak do'akan semoga lancar dan mudah mengerjakan ujian. Kakak kan hebat." Dia hanya diam, dan tetap berusaha melanjutkan makan malasnya.

Pukul enam pagi aku, istriku, dan Si Sulung menuju tujuannya masing-masing. Aku menginjak gas menuju ke selatan. Pikiranku sampai di SMP NU Al Amnan Bangorejo-Banyuwangi tidak lewat pukul setengah tujuh.

Istriku naik sepeda motor ke barat menuju SMPN 2 Kalibaru. Tepatnya singgah di Terminal Genteng, menitipkan kendaraan, kemudian naik angkutan langganannya. Aku perkirakan sampai di Kalibaru pukul tujuh pagi. Si Sulung, jarak sekolah dengan rumah hanya setengah kilometer. Sekali genjot, sepeda kayuhnya sudah sampai pintu gerbang sekolah. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tiga Banyuwangi.

Sambil terus mendengarkan lantunan Surat Yasin, aku melajukan mobil tuaku ke Pondok Pesantren Al Amnan. Jenjang SMP merupakan salah satu pendidikan formal di dalamnya. Terdapat SMK dengan nama yang sama, jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), juga Teknik Kendaraan Ringan (TKR). Alhamdulillah, perjalanan lancar.

Setengah tujuh pagi aku harus melewati keramaian Pasar Turi (Tujuh Mari). Pasar yang aktivitasnya hanya hingga sekitar pukul tujuh pagi. Untuk selanjutnya sampai di halaman Pondok Pesantren nan asri, sederhana, dengan mayoritas santri berasal dari Jawa Tengah.

Kebetulan Sang Pengasuh, K.H. Mahfudz Rosyid sedang membersihkan halaman bersama beberapa santri. Aku ucapkan salam dan berbasa-basi sedikit, selanjutnya Beliau sendiri mengantarkan aku ke Ruang Pengawas Ujian. Ada rasa bahagia, melihat dan berbicara dengan Beliau. Kiai muda energik yang getol memperjuangkan adanya pendidikan formal di pesantren Beliau.

Ada beberapa guru dan staf TU di ruang pengawas. Aku berbincang-bincang, dan berusaha mengetahui informasi tentang pesantren dan pendidikan formalnya tersebut. Pengalamanku yang besar di pesantren salaf (tanpa pendidikan formal), merasa bahagia jika pondok pesantren menerima dan melaksanakan pendidikan formal di dalamnya. Apapun bentuk dan kualitasnya, ada sesuatu yang berbeda daripada hanya sekedar mengkaji kitab salafunas shalih.

****

Pengalamanku dahulu sering dimarahi kesiswaan, guru BP, hingga kepala sekolah. Pasalnya tiap hari bisa dipastikan terlambat sekolah. Bakda subuh harus ikut mengaji Kitab Fathul Qarib (kitab fiqih karya Al Alim Al Alamah Imam Abu Suja') dan Tafsir Jalalain (tafsir Al Qur'an karya Al Imam Jalaluddin Al Mahally dan Al Imam Jalaluddin As Suyuthy) rahimahumullah ta'ala. Waktu berakhirnya bisa sampai pukul tujuh pagi.

Praktis setelah itu berlomba dengan waktu, mengayuh sepeda onthel ke sekolah berjarak lima kilometer. Selalu ada aku yang terlambat, kukatakan sejujurnya, para guru pun maklum. Aku tidak dapat berbuat apa-apa. Dimafhumi bahwa aku harus mengaji, ditetapkan sebagai pengurus OSIS bidang Kerohanian Islam, nah lu. Ketemu sudah klik, berkegiatan di sekolah. Ngaji bareng-bareng Al Qur'an layaknya TPQ sebelum shalat jamaah Jum'at, mengadakan pengajian rutin bulanan, juga disesuaikan kalender Peringatan Hari Besar Islam (PHBI).

****

Berbincang, melihat bagian belakang ruang pengawas. Terdapat tanaman sayur-sayuran dan TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Sebuah bangunan sederhana bertuliskan sentra budidaya jamur tiram. Alhamdulillah, sejuk dan bahagia melihat ini semua.

Pukul tujuh tiga puluh, para siswa berbaris di halaman depan ruang ujian. Hanya sepuluh siswa kulihat. Memang pesertanya hanya sepuluh siswa putra dan putri. Tidak apa-apa, baru berdiri, tahun ini insya Allah lulusan angkatan kedua. Tahun depan semakin banyak orang tua yang berminat menyekolahkan anaknya di SMP NU Al Amnan ini.

Aku diberi kesempatan memberikan sepatah dua patah kata sambutan. Aku berikan motivasi, layaknya saat aku butuhkan sesuatu ketika nyantri dahulu kala. Sejak usia SMP aku di pesantren kecil pinggiran desa. Tanpa berpikir akan jadi apa. Akan kerja bidang apapun tidak terpikirkan. Hanyalah mengaji dan mengaji.

Kala itu pikiranku, sekolah formal bagiku tidak wajib. Namun tetap masuk, belajar, dan lulus SMP. Berhenti satu tahun tidak sekolah hanya mengaji kitab kuning. Ada dorongan untuk melanjutkan SMA, nasib memaksa harus kuliah dan Alhamdulillah lulus. Gusti Allah menakdirkanku pakai sepatu, bercelana, berkopiah, menjadi guru di sekolah formal. Tidak apa-apa, lakukan saja apa yang bisa dikerjakan hari ini. Esok, lusa, dan masa tua kita adalah rahasia-Nya.

Kulihat ada rona semangat di wajah sepuluh siswa tersebut. Mungkin mereka tidak menyangka, orang yang berdiri di depannya juga santri. Dahulu kumel, bersarung, dlosoran di teras dan serambi masjid. Tidur tanpa alas, cuci, dan masak sendiri.

"Ah, mungkin suatu saat akan jadi seperti Pak Pengawas di depan, atau jadi lebih hebat, lebih sukses, dan seterusnya." Itu yang saya husnudzonkan, pikiran mereka padaku. GR, aku Ge Er. "Semoga Kamu semua sukses Nak!" Terbersit do'a dalam hatiku. Amin. (*)

#Al Amnan, 22 April 2019

Renungan UNBK Satu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun