Mohon tunggu...
Zaenab Kamil
Zaenab Kamil Mohon Tunggu... -

antique dan berkelas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dear Ayahanda

28 April 2012   04:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:01 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah terbayang untuk menghabiskan sisa waktu disini. Itulah bayangan terburuk yang pernah ada. Gizi buruk dimana-mana. Tapi uang kesejahteraan Negara hanya untuk yang sejahtera saja. Mengerikan sekali menjadi yang miskin. Tidak ada hak lagi untuk tetap hidup. Mereka yang miskin dijalan menghambur nyawa. Yang kaya melongok keluar saja sudah cukup sebagai tanda prihatin. Semakin hari semakin parah. Hanya telivisi yang mampu memberitakan kesedihan ini, dan kadang juga rekayasa. Karena radio sudah kehilangan pendengar setianya.

Andai ini adalah dongeng. Aku pastikan tidak ada seorangpun yang sanggup membacanya. Sayangnya ini terus berlangsung, dan benar-benar terjadi. Ayah hanya pajangan dan hilang kekuasaan. Uanglah yang disayang. Mau dibawa kemana mimpi indah ? Jika tidak ada lagi kehormatan untuk Ayah. Miskin. Miskin. Miskin. Semua orang menjadi takut miskin. Para Ayah hampir gila. Terlalu bangsat ! Negara ini mengubah para Ayah menjadi orang lain dikeluarganya sendiri. Mereka berkeliaran diluar rumah agar anak isterinya tidak jatuh miskin.

Sekarat ! Aku bilang pada nisan para pahlawan. Mereka seperti mati berkali-kali saat aku sumpahi satu-satu. Setiap anak yang busung lapar adalah aib bagi pahlawan. Negara macam apa yang dulu mereka pertahankan ? Dan tentu saja, ini dosa terbesar penguasa lalim yang telinganya bersumpal lemak ambisi.
Dan yang paling melecehkan seumur candi tertua di negara ini, ketika rakyatnya tidak bisa makan bukan karena tidak bisa membuka mulut, sang number one dengan mudahnya membuka mulut untuk menyanyi tembang kenangan. Mau apa bapak ? Membuat kenyang rakyat dengan suara itu ? Rakyat mati kembung Pak !

Satu yang tak mungkin bisa dimaafkan. Penguasa ! Seandainya negeri ini hidup. Mungkin dia akan menenggelamkan dirinya. Karena tidak kuat lagi menahan amarah pada Penugasa ! Siapa yang sanggup mendengar ini, penguasanya menyumpahi rakyatnya sendiri dengan kata “JANCUK !”, gara-gara rakyatnya berdemo menuntut tidak dinaikan harga BBM.

Hiduplah Indonesia Raya !

Matilah Penguasa Kaya !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun