Sebaliknya, justru si bapak yang banyak bicara. Bahkan sambil senyam-senyum penuh arti. Dan saat bicara didepan sidang, berkali-kali melirik si anak.Â
Intinya, pada rapat kedua ini si bapak tidak banyak mendapat sanggahan dari si anak.
Usut punya usut, ternyata setelah tiba dirumah paska rapat pertama yang diwarnai debat sengit itu si anak di ancam oleh bapak.
Ancamannya, si anak bakal dikeluarkan dari daftar warisan, kalau dalam rapat berani menyanggah penjelasan bapak.
Tak terima atas kondisi itu, si anak berpikir keras cari strategi guna menaklukkan si bapak.
Terlebih, dirinya sudah dipercaya oleh rakyat buat memperjuangkan aspirasi. Masak saat sidang cuma jadi penonton alias bungkam.
Alhamdulilah ide datang dan langsung di terapkan. Hasilnya cespleng. Terbukti, pada sidang hari ketiga, kondisi berbalik.Â
Saat si anak mengkritisi program si bapak satu demi satu, si bapak cuma manggut-manggut tanda setuju. Tidak menolak seperti kemarin. Semua peserta sidang jadi heran.
Usut punya usut juga, ternyata si anak mengadukan ancaman dicabut dari daftar warisan kepada si ibu.
Mendapati demikian, pastinya si ibu membela si anak. Sebelum hadir pada sidang ketiga, si ibu balik ancam si bapak.
Kata ibu pada bapak, pokok dalam sidang ketiga bapak harus setuju terhadap apapun yang disampaikan si anak.