Andai benar nanti bisa ikut pilkada serentak 2024, pergeseran jadwal coblosan dari November ke September 2024 akan menguntungkan anak dan mantu Jokowi secara politis. Terutama dari segi akses dan persepsi.
Secara kasat mata, tak mungkin lah Jokowi menggunakan instrumen kekuasaan buat cawe-cawe mengupayakan kemenangan untuk Kaesang dan Bobby. Mengapa, karena itu dilarang oleh regulasi.
Entah terhadap komponen yang memiliki jaringan secara non formal. Yang hingga kini tetap tersambung dari pusat hingga ke daerah. Pastinya, terhadap kelompok ini Jokowi tak terikat oleh aturan negara.
Misal para relawan yang setia. Ketika Jokowi masih berkuasa, gerakan relawan dalam membela dan mengupayakan kemenangan bagi Kaesang dan Bobby saya jamin lancar jaya. Lalu bagaimana dengan komponen yang tergolong instrument kekuasaan seperti TNI Polri..?
Wah, tak tahulah saya. Yang jelas, karena posisinya kelompok ini sangat leluasa keluar masuk wilayah dan tempat manapun. Apalagi, kita tak mungkin membuntuti sepak terjang mereka hingga 24 jam penuh.
Kita lihat saja nanti. Kalau benar TNI dan Polri terindikasi kuat menjadi alat kekuasaan secara politis, wajib kita suarakan ramai-ramai. Agar tidak menjadi kebiasaan. Lebih jauh, menghambat kembalinya model pemerintahan jaman orde baru.
Kembali ke soal revisi UU Pilkada serentak yang kemudian berimbas terhadap pergeseran hari coblosan. Nampaknya, untuk sementara ini kecurigaan saya di atas tak terbukti. Syukur kalau hingga endingnya nanti tetap begitu.
Mengapa tak terbukti, karena ketok palu tanda setuju oleh Ketua DPR RI Puan Maharani sebagaimana gambaran diatas, mendapat dukungan mayoritas fraksi. Kecuali PKS yang sejak awal memang menyatakan penolakan.
Fakta saat ini, partai-partai anggota koalisi pemerintah yang dulu solid bersama Jokowi macam PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PPP dan PAN sudah kocar-kacir. Akibat beda dukungan kandidat pilpres.
Terlebih, pasca Gibran anak Jokowi jadi cawapres Prabowo yang di usung oleh Gerindra, Golkar, PAN dan beberapa partai kecil, retak hubungan mereka dengan Jokowi makin terlihat jelas.
Saya perkirakan, fraksi-fraksi yang ada di parlemen dan partainya punya pasangan capres cawapres berbeda seperti PDIP dan PPP yang memajukan Ganjar-Mahfud, serta PKB dan Nasdem yang menjagokan Anies-Muhaimin, tak akan se solid dulu.