Meski begitu, uji materiil keputusan MK ke MA tetap saja memunculkan pendapat liar di tengah masyarakat. Dan kalau ternyata MA memutus bahwa apa yang dilakukan oleh MK “bersalah”, maka legitimasi pemenang pilres 2024 bisa dipertanyakan.
Terutama kalau yang menang adalah pasangan Prabowo-Gibran. Secara persepsi, kandidat yang berasal dari “anak buah” dan anak sulung Jokowi ini tentu serba salah. Menang di cibir, kalah apalagi. Pasangan ini bagai harus makan buah simalakama.
Sementara buat dua kandidat lain, yaitu Amin dan Gama, saya yakin tidak akan mengalami nasib yang sama dengan pasangan PSG. Baik Amin maupun Gama, dijamin aman dari persepsi negatif.
Lagi-lagi PSG yang ketiban apes, jika bicara soal kelompok pemilih cerdas. Pada segmen ini, ketidakpastian di atas membuat pikiran meraka bingung. Sama seperti kandidatnya sendiri, pemilih PSG yang cerdas juga mengalami masalah bak makan buah simalakama.
Hendak memberikan elektoral kepada Prabowo-Gibran atau PSG, kurang sreg. Sebab dalam proses pencalonannya, diwarnai kontroversi yang dipandang melukai nilai-nilai etika. Kalau sampai menang, kelompok pemilih cerdas bisa jadi merasa ikut berdosa.
Sebaliknya, hendak pilih Amin atau Gama, dirasa kurang cocok dari segi pertimbangan akal. Maka daripada pusing-pusing mikir pilpres, sikap terbaik adalah Golput. Sesuatu yang mestinya tak terjadi dalam gelaran pemilu.
Menghadapi uji materiil keputusan MK ke MA, yang membolehkan Gibran nyawapres, nampaknya menjadi tantangan berat bagi para hakim yang akan menyidangkan perkara itu. Para hakim tak bisa berleha-leha.
Mereka harus berpikir keras. Untuk menemukan cara agar dapat mengeluarkan putusan sebijaksana mungkin. Dimana hasilnya tak memunculkan masalah baru dalam konteks pelaksanaan pilpres 2024.
Jika putusannya masih bermasalah, dalam arti tetap terbuka peluang untuk dipersoalkan, ya sama saja dengan kenekatan para hakim di MK saat memberi jalan mulus bagi Gibran. Kedua lembaga peradilan ini bisa disebut setali tiga uang.
Dampaknya, perjalanan pilpres 2024 makin diliputi ketidakpastian. MK sudah membuka jalan tidak pasti, ini masih juga ditambah oleh MA. Kalau benar begitu, pilpres 2024 akan disebut pemilu paling buruk dalam sejarah rebutan suara di Indonesia.
Tambahan lagi, hasil ketok palu MA yang bermasalah terhadap uji meteriil putusan MK, menjadikan musuh yang dihadapi oleh pasangan Prabowo-Gibran jadi dobel. Selain tarung rebutan suara lawan Amin dan Gama, PSG juga harus bertarung dengan dirinya sendiri.