Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tarik Menarik Antar Menteri dan Goyangan Pasca Pendaftaran Pilpres

5 November 2023   08:34 Diperbarui: 5 November 2023   08:34 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Presiden Jokowi Memberi Petunjuk. Sumber Foto BPMI Setpres

Indonesia Maju merupakan nama kabinet pasangan presiden wakil presiden Jokowi-Makruf. Mulai bekerja sejak tahun 2019. Dan akan berakhir saat terjadi pergantian presiden pada 2024 mendatang.

Kini, nama Indonesia Maju di adopsi oleh poros koalisi Gerindra. Yang mendaftarkan pasangan kandidat capres Prabowo Subianto. Sementara cawapresnya Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi

Jauh sebelum ada riyak-riyak kontestasi pilpres, Kabinet Indonesia Maju terlihat sangat solid. Anggotanya yang terdiri dari para menteri itu fokus bekerja menjalankan program prioritas presiden.

Tapi kini terancam ada gesekan. Muncul potensi tarik menarik karena beda kepentingan. Bukan hanya antar anggota kabinet. Bahkan bisa jadi juga antara menteri dengan bosnya sendiri, yaitu presiden Jokowi.

Potensi demikian muncul setelah Gibran jadi cawapres Prabowo. Ya benar. Pasca MK "membolehkan" anak sulung itu naik pangkat secara politik, saya rasa anggota kabinet diliputi rasa galau. Terutama para menteri yang berasal dari jalur non profesional.

Hendak kemana keberpihakan akan di labuhkan..? Mengingat para anggota kabinet sendiri ada yang terafiliasi kedalam berbagai kelompok politik. Dalam konteks pilpres 2024, tentu ada yang ke poros Gerindra, Nasdem dan PDIP.

Maka itu, Kabinet Indonesia Maju potensial pecah jadi tiga kelompok. Pertama, adalah para menteri yang lebih condong kepada poros Gerindra. Yang ada di kelompok ini mungkin bisa sedikit tenang.

Mengapa, karena didalamnya ada Sang Bos, yakni Pak Jokowi. Pastinya tak akan muncul pertentangan batin ketika berproses menjalankan perintah beliau. Perkiraan saya, para menteri di barisan poros Gerindra dapat bernafas lega.

Kedua, pendukung poros Nasdem. Meski dimotori oleh Nasdem dan di support oleh PKB, dimana kedua parpol ini tak lain tak bukan adalah anggota koalisi pendukung pemerintah, aroma perubahan tercium kuat.

Artinya, akan ada program Jokowi yang hendak di koreksi oleh poros tersebut, jika kandidatnya menang pilpres 2024. Maka bisa ditebak, eksistensi poros Nasdem memunculkan sinyal bahaya bagi Jokowi.

Ketiga, para menteri yang lebih suka merapat ke poros PDIP. Walau kemungkinan besar poros ini tak menyuarakan perubahan macam Nasdem, namun benih-benih permusuhan terhadap Jokowi mulai nampak.

Pastinya akan berimbas pula teradap para menteri yang berasal dari PDIP. Mau tak mau, mereka harus mengikuti langgam politik yang di jalankan oleh partai itu. Dan ini artinya "bermusuhan" lawan Jokowi. Karena PDIP adalah lawan capres Prabowo.

Semoga saja beberapa pertentangan diatas tidak menimbulkan perasaan tak enak, apalagi marah di hati Jokowi. Sebab kalau iya, dampaknya pastilah sangat serius. Para menteri dari poros PDIP terancam.

Demikian pula dari Nasdem. Punya menteri yang sebelumnya ada tiga tapi kini cuma tinggal satu akibat kena kasus dugaan korupsi, sekarang harus berada di ujung tanduk. Siap-siap terpental dari kabinet.

Nasib serupa kemungkinan besar akan dialami oleh para menteri dari PKB. Meskipun bisa jadi cuma di khususkan terhadap menteri yang tak mau bersuara buat kepentingan Jokowi.

Dan itu bisa di prediksi akan menimpa Menaker Ida Fauziyah dan Menteri Desa Abdul Halim Iskandar. Sementara buat Menag Gus Yaqut masih fifty-fifty. Mengingat menteri ini sekarang "musuhan" sama cawapres dari poros Nasdem.

Sosok Gibran memang cukup fenomenal. Baru mentas di dunia politik, langsung mendapat privilege luar biasa. Mulus tak terbendung menang pemilihan Wali Kota Solo. Lalu kini dibukakan jalan lempang untuk jadi wapres.

Lebih "membanggakan" lagi, privilege yang didapat Gibran untuk jadi wapres dengan cara ikut pilpres 2024 mampu membuka potensi adanya goyangan dan kocar-kacirnya anggota kabinet bapak-nya.

Selanjutnya, akankah Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet demi memuluskan jalan Gibran..? Kalau iya, maka nama-nama anggota dan asal muasal komposisi kabinet bisa berubah cukup radikal.

Kader parpol yang terlarang masuk karena merupakan tokoh elit atau anggota partai oposisi, akan jadi anggota kabinet Jokowi-Makruf menggantikan menteri sebelumnya yang berasal dari kader partai anggota koalisi.

Kalau benar, maka partai oposisi yang menempati urut pertama bakal mengirimkan kadernya jadi Menteri adalah Demokrat. Mengapa, karena pada pilpres 2024 kali ini, partai "milik" mantan presiden SBY itu mendukung Gibran sebagai cawapres Prabowo.

Lalu partai pendukung Prabowo-Gibran lainnya macam Gerindra sendiri, Golkar, PAN dan PBB berpeluang dapat tambahan jatah menteri. Tentu yang diambil adalah posisi yang ditinggalkan oleh menteri yang berasal dari poros PDIP dan Nasdem

Lalu bagaimana sikap poros PDIP, Nasdem dan kawan-kawan jika skenario pelengseran menteri diatas betul-betul terjadi..? Saya kira mereka akan balas dendam. Dengan cara kolaborasi membentuk kekuatan baru di gedung parlemen Senayan.

Bisa di prediksi, sisa pemerintahan Jokowi-Makruf yang cuma setahun itu bakal tersendat. Bahkan, kalau Jokowi bersikap "keras kepala", dapat berujung pada impeachment. Presiden diberhentikan ditengah jalan.

Semoga saja gambaran imajiner saya tersebut tidak terjadi. Demi kondusifitas jalannya pemerintahan, kelanjutan program pembangunan dan terciptanya ketenangan di tengah-tengah masyarakat.

Hanya saja, dari semua rangkaian itu, yang perlu di garis bawahi adalah, bahwa masuknya Gibran kedalam pertarungan pilpres 2024 mampu membuat repot hampir semua lini.

Terjadi demikian, karena fenomena Gibran memang tidak pernah ada antisipasi sebelumnya. Lha bagaimana hendak di antisipasi. Wong merupakan sesuatu yang mustahil bisa terjadi. Karena sudah di kunci oleh regulasi.

Eeee, dilalah kuncinya malah dibuka oleh Mahkamah Konstitusi/MK. Jadinya, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pilpres tak sempat menyiapkan kunci cadangan buat menutup kembali celah yang telah dibuka oleh MK.

Terlebih, strategi MK membuka kunci tersebut bisa dibilang sungguh cerdik. Syarat menjadi peserta pada laga pilpres yang disebutkan harus berusai 40 tahun dibiarkan tak di otak-atik.

Hanya saja, lalu di tambah frasa "punya pengalaman atau sedang menjabat sebagai kepala daerah yang terpilih lewat pilkada". Maka disinilah sosok Gibran bisa masuk. Karena saat ini sedang menjabat sebagai Wali Kota.

Kalau diamati dengan seksama, strategi MK membuka jalan bagi Gibran ibarat sebuah karet. Yang penggunaannya bisa di molorkan sedemikian rupa. Direntang jadi pendek silahkan. Hendak di ulur memanjang tidak masalah. Pokoknya elastis dah. Sesuai pesanan.

Apa yang saya ungkap diatas tidak bicara soal netralitas ya. Karena kalau tentang ini, secara kasat Jokowi pasti akan melakukannya. Tapi siapa yang bisa mengontrol sepak terjang presiden kita itu selama 24 penuh..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun