Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pentingnya Publikasi Daftar Riwayat Hidup Peserta Pemilu

3 November 2023   08:46 Diperbarui: 4 November 2023   07:07 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana simulasi Pemilu 2024, di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Daftar calon sementara atau DCS para Caleg yang akan tarung di pemilu 2024 dari berbagai partai politik sudah di umumkan oleh KPU beberapa waktu lalu. Kini saat yang tepat untuk melihat tahapan selanjutnya.

Apakah itu..? Apalagi kalau bukan keluarnya daftar calon tetap atau DCT. Yang kalau melihat jadwal, harus di publikasikan pada hari Sabtu, tanggal 4 November 2023 besok hari.

Bersamaan dengan publikasi DCT, juga akan di ekspose daftar riwayat hidup caleg. Sebuah instrument yang bisa menjadi alat bagi para pemilih. Guna melihat rekam jejak dan latar belakang para caleg.

Untuk kemudian menentukan keluarnya elektoral. Mau diberikan kepada yang bersangkutan atau kontestan lain..? Atau sebaiknya coblos partai saja.? Karena berdasar daftar riwayat hidup, caleg incaran ternyata kurang berkualitas.

Menurut saya, publikasi daftar riwayat hidup penting dilakukan. Dan sangat bagus buat dijadikan bahan uji. Baik bagi caleg itu sendiri maupun bagi partai politik dimana caleg bernaung.

Bahan uji terutama untuk melihat sejauh mana caleg dan partai politik komitmen terhadap prinsip transparansi. Sebuah kondisi yang memang menjadi tuntutan publik dialam demokrasi.

Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi) juga memiliki pandangan yang sama dengan saya. Bahwa ekspose daftar riwayat hidup caleg merupakan langkah positif.

Katanya, "publikasi daftar riwayat hidup memiliki keuntungan yang lebih besar dibanding dengan kerugian. Pemilih akan memiliki informasi yang akurat dan memadai dari otoritas penyelenggara pemilu (Kompas, 3/11/2023).

Lepas dari apakah daftar riwayat hidup mampu membuat caleg sukses duduk di gedung parlemen dan menjadikan suara partai politik naik signifikan, publikasi tersebut dibutuhkan setidaknya untuk tiga hal.

Mari kita analisis. Pertama, menghindari terjadinya "pilih kucing dalam karung". Langkah yang seharusnya dihindari. Lha masak iya. Pemilih menggantungkan sandaran hidup secara bernegara pada pihak yang tidak diketahui sepak terjangnya. Kan main judi namanya.

Kedua, meniadakan sikap sekenanya atau yang penting coblos. Biasanya yang jadi target adalah nomor urut gampang saat pilih caleg dan logo mencolok ketika pilih parpol. Yang umum terjadi adalah di posisi teratas dan paling bawah.

Ketiga, merupakan salah satu instrument uji komitmen caleg dan parpol terhadap prinsip kebenaran. Hingga pemilih bisa tahu, apakah caleg dan parpol melakukan kebohongan atau tidak.

Itulah saya kira beberapa keuntungan adanya publikasi daftar riwayat hidup para peserta pemilu. Namun sayang, langkah positif diatas nampaknya bisa menemui ganjalan. Alias tak akan berjalan mulus meski masuk dalam salah satu ketentuan.

Mengapa, karena boleh tidaknya KPU mengekspose daftar riwayat hidup memerlukan ijin. Baik dari caleg itu sendiri maupun dari parpol peserta pemilu. Inilah syarat yang bagi saya menjadi penghambat utama.

Saya sarikan dari Kompas 3/11/2023, seorang anggota KPU RI bernama Idham Holik berkomentar bahwa, alasan perlunya ijin tersebut adalah karena daftar riwayat hidup tergolong kedalam informasi dikecualikan sesuai UU Nomor 14/2008.

Ilustrasi Peserta Pemilu 2024. Sumber Foto Kompas.com
Ilustrasi Peserta Pemilu 2024. Sumber Foto Kompas.com

Maka atas dasar tersebut, saya yakin sikap caleg dan parpol bisa terbelah. Satu kelompok menyatakan setuju. Bahkan mungkin sangat senang. Sementara kelompok lain, bisa jadi akan menolak.

Yang setuju, mudah ditebak adalah pihak yang memiliki latar belakang bersih dan mentereng. Mengapa setuju, sebab tanpa susah payah dan repot-repot keluar biaya, kelebihan diri dapat dibaca oleh para pemilih. Namanya kampanye gratis.

Tapi sebaliknya bagi yang "belepotan noda". Saya yakin, KPU tidak akan mendapat ijin. Lha iya. Satu sisi maunya dipandang baik agar mendapat banyak suara. Tapi pada sisi lain justru mengumbar keburukan. Pasti akan dijauhi orang. Apa bukan bunuh diri namanya.

Maka sikap beberapa pihak peserta pemilu, baik yang setuju maupun yang menolak, bisa pula diteropong dari sudut pandang sedang menjalankan strategi pemilu 2024. Ya benar. Apalagi kepentingannya kalau bukan urusan elektoral.

Dan itu wajar. Namanya juga ingin menang. Segala sesuatu yang dipandang berpotensi membawa keuntungan, tentu akan di umbar. Sebaliknya yang membawa masalah. Pastilah harus ditutup rapat-rapat.

Meski begitu, para pemilih seperti saya tentu juga dibolehkan untuk menilai. Yang setuju daftar riwayat hidupnya di publis, patut di apresiasi. Kalau perlu bantu kampanyekan. Silahkan jadikan prioritas utama untuk dipilih.

Sebaliknya yang menolak. Yakin saya ada sesuatu yang disembunyikan. Kalau sudah begini, jauhi saja. Sama seperti yang setuju tadi, kalau perlu kampanyekan juga. Tapi untuk di tolak. Bukan diberi suara.

Terpilihnya caleg berkualitas dan parpol amanah merupakan tujuan utama publikasi daftar riwayat hidup oleh KPU. Sayang sekali cuma setengah hati. Karena masih perlu ijin dari yang bersangkutan.

Andai DPR-RI sebagai pencipta regulasi punya kemauan politis, pasti banyak yang mendukung. Jadikan saja publis daftar riwayat hidup sebagai salah satu syarat. Yang kedudukannya sama seperti ijazah bagi caleg dan akte pendirian dari Kemenkumham bagi parpol.

Masih adakah waktu melahirkan syarat itu, mengingat pemilu tinggal sekitar tiga bulan lagi..? Terlebih DCT sudah akan di umumkan hari Sabtu besok hari. Waktunya amat mepet sekali. Jawabnya tergantung itikad baik.

Kalau mau, ya bisa. Tapi kalau tidak, ya pasti tidak mungkin. Alasannya, tidak cukup waktu bagi DPR-RI untuk memproses amandemen undang-undang pemilu, khususnya yang mengatur tentang syarat sebagai peserta pemilu.

Meski demikian, masih ada solusi alternatif  yang bisa diambil oleh KPU, dalam rangka memberi informasi soal latar belakang dan kredibilitas para peserta pemilu yang layak dipilih oleh rakyat.

Solusi alternatif itu ialah mengumumkan kepada khalayak, siapa saja caleg dan parpol yang tak memberi ijin pada KPU. Hanya saja, menurut saya, ini memiliki tingkat penilaian dibawah publis riwayat hidup.

Dan ternyata, solusi tersebut pernah dilaksanakan. Disarikan dari sumber yang sama diatas, Arief Budiman mantan anggota KPU mengatakan bahwa, saat pemilu 2014 dan 2019 KPU juga dihadapkan pada masalah riwayat hidup karena masuk informasi yang dikecualikan.

Pada tahun 2019, awalnya tidak seluruh caleg bersedia membuka daftar riwayat hidup. Tapi setelah KPU ambil langkah mengumumkan nama caleg dan parpol yang tidak mau itu, akhirnya berubah sikap jadi setuju.

BTW, mari kita tunggu pengumuman DCT pemilu yang berbarengan dengan publis daftar riwayat hidup besok hari. Kita simak, siapa saja caleg dan parpol mana yang kasih ijin atau tidak ke KPU.

Berani kasih ijin, berarti anti kebohongan. Caleg dan parpolnya layak dipilih. Kalau menolak, anggap saja anti transparansi. Segera tinggalkan. Karena kedepan caleg dan parpol demikian akan terbiasa menggunakan kebohongan sebagai trend menutupi muka bopeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun