Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mencermati Kendala Strategi Pemenangan Pasangan Anies Cak Imin

13 September 2023   09:08 Diperbarui: 13 September 2023   09:42 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pasangan Anies-Cak Imin Mempersiapkan Strategi Pemenangan (Sumber Foto Kompas.com/Adhi Dwi)

Strategi adalah upaya menuju tercapainya cita-cita atau keinginan yang disusun secara terencana dan mengarah kepada sebuah sasaran tertentu. Secara praktik, strategi berbentuk program kerja.

Didunia politik, strategi disusun dalam rangka merebut suara pemilih sebanyak-banyaknya. Untuk pada akhirnya sukses mencapai keinginan utama, yaitu menang pertarungan politik.

Menghadapi pilpres 2024, poros yang sudah siap membahas tentang strategi pemenangan adalah pertemanan antara Nasdem-PKB. Dan mungkin juga nanti ketambahan PKS.

Kalau Poros Gerindra-Golkar-PAN saya kira belum waktunya. Sebab tak ada kesepakatan paten tentang pasangan kandidat. Mau paket Prabowo-Airlangga, Prabowo-Erick atau yang lain, masih dalam pembahasan.

Sama juga dengan poros PDIP. Meski tak terikat oleh presidential threshold karena sudah cukup syarat, tetap saja soal strategi mesti di nomor duakan. Jangan kesusu bicara strategi.

Mengapa, karena kandidat yang akan jadi pendamping Ganjar Pranowo jadi cawapres masih dalam pencarian. Ibu Megawati sebagai pemegang otoritas mungkin masih menimbang-nimbang.

Itulah kemudian mengapa dalam pembahasan tentang strategi pemilu 2024, bicara soal cawapres menjadi penting. Ada kaitan yang saling mempengaruhi antara keduanya yang sulit dipisahkan.

Terlebih kalau ingin kandidat cawapres dari kalangan NU. Wah, ini malah krusial. Apalagi dikaitkan dengan upaya memenangkan pilpres. Salah pilih strategi, justru akan jadi “senjata makan tuan”.

Jumlah warga NU di Indonesia diperkitrakan sebesar 90-an juta orang. Ini pastilah merupakan modal elektoral yang sangat besar. Dan tentu saja menjadi incaran empuk para politisi dan partai politik.

Sayangnya, distribusi pilihan politik warga NU tidak terkonsentrasi kepada satu parpol. Berdasar hasil survei terbaru, terbanyak pertama mengarah ke PDIP, lalu Gerindra dan ketiga baru ke PKB.

Maka kalau sekarang Nasdem yang mencapreskan Anies Baswedan lalu menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bakal cawapres, sudah sangat tepat.

Meski aliran suara warga NU ke PKB cuma ranking ketiga, tetap saja merupakan modal elektoral besar bagi upaya kemenangan pasangan Anies-Cak Imin. Pasangan yang disingkat AMIN ini berpotensi menang.

Kemarin lusa, Cak Imin menerima kunjungan Anies Baswedan di Kantor DPP PKB Jakarta. Ini merupakan pertemuan awal setelah keduanya deklarasi sebagai pasangan capres-cawapres.

Di Kantor PKB, Anies-Cak Imin beserta Tim mengadakan pembicaraan tertutup selama hampir dua jam. Kata Cak Imin saat di tanya wartawan sebelum pertemuan, “Mematangkan konsep-konsep rencana pemenangan..” (Kompas.com, 11/09/2023).

Gampangnya, pasangan tersebut bicara tentang strategi merebut suara. Tentu saja yang dibidik secara menyeluruh. Baik dikalangan pemilih kelompok umum. Dan terutama tentu saja suara dikalangan warga NU.

Masalahnya adalah, khusus dikalangan warga NU, apapun strategi yang nanti akan dipilih oleh pasangan AMIN akan menemui kendala agak serius. Ini kalau dilihat dari latar belakang kiprah Anies dan Cak Imin dalam beberapa tahun terakhir.

Kendala strategi dimaksud terarah kepada dua kondisi. Pertama, adanya kemungkinan besar PKS bergabung dengan Nasdem dan PKB sebagai partai pengusung serta pendukung pasangan AMIN.

Akankah nantinya PKS benar-benar ikut mendaftarkan pasangan AMIN..? Inilah yang saya kira akan berpengaruh terhadap model strategi yang akan dipilih oleh koalisi Nasdem-PKB-PKS..

Mengapa begitu.? Karena terdapat beberapa realitas politik sebelumnya yang menyajikan fakta kurang bagus. Yaitu adanya hubungan dan komunikasi yang tak linier antara konstituen PKS dengan konstituen PKB yang mayoritas warga NU.

Ya benar. Selama beberapa tahun terakhir utamanya soal pilihan politik, warga NU dan PKS terkesan jadi musuh. Bahkan pernah muncul suara, dimana ada PKS, maka disitu pula suara warga NU tak mungkin diberikan.

Ada memang pengalaman jadi kawan saat pilkada Gubernur Jateng tahun 2018 silam. Ketika PKB bersama PKS, juga PAN dan Gerindra, mengusung cagub-cawagub Sudirman Said-Ida Fauziyah. Namun kalah lawan pasangan Ganjar-Taj Yasin.

Maka tentu saja strategi yang akan dirumuskan tidak boleh mengakibatkan kekalahan. Sebagaimana terjadi pada pilkada Jateng. Apalagi, salah satu lawan pasangan AMIN merupakan tokoh yang sama. Yaitu Ganjar Pranowo. 

Kendala yang kedua adalah soal tagline perubahan. Sebelumnya, saat masih bersama Demokrat, Nasdem setuju kasih nama Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Mungkin sebagai kode, bahwa Anies adalah sosok yang ada di seberang Jokowi-PDIP.

Dan memang begitulah faktanya. Pasca dipecat sebagai Mendikbud, masuk ke Gerindra dan PKS nyalon gubernur DKI Jakarta, hingga sekarang ini posisi Anies memang ada dikelompok seberang.

Makanya, saat Nasdem yang sebetulnya juga teman koalisi Jokowi-PDIP, baik diwaktu masih nyapres maupun ketika membentuk pemerintahan tiba-tiba mencapreskan Anies Baswedan, dianggap keluar dari kelompok pemerintah.

Akibatnya, saat Jokowi-PDIP melakukan konsolidasi bersama partai-partai anggota koalisi lain macam Gerindra, Golkar, PPP dan PAN, Partai Nasdem tak lagi di undang. Ya jelasnya karena sudah dianggap sebagai kelompok Anies.

Sebaliknya PKB. Yang ketika itu masih bersama Gerindra membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, diperlakukan berbeda dibanding Nasdem. PKB tetap diajak berembuk oleh Jokowi-PDIP.

Entah pada perkembangan selanjutnya setelah masuk ke Nasdem menjadikan Cak Imin cawapresnya Anies. Akankah PKB masih dianggap “saudara”..? Akankah pula para menterinya tidak dicopot..?

Mencermati fakta-fakta di atas, tak dapat dipungkiri kalau PKB beserta konstituennya yang mayoritas warga NU itu nantinya akan canggung, saat harus bersama-sama membawa nama Anies-Cak Imin.

Ya merasa tidak hati mungkin. Setelah sekian lama “berseteru” menjadi kawan debat, kini justru ketemu jadi kawan dekat. Setelah sebelumnya saling “pukul”, kini justru saling rangkul. Berubah terbalik 180 derajat.

Bisakah..? Meskipun merupakan sebuah kendala, saya yakin bisa. Walau harus melalui proses agak panjang dan tidak instan. Mengingat perseteruan antara dua konstituen, yaitu PKB dan PKS, berlangsung cukup lama.

Apalagi upaya kearah rekonsiliassi itu kini sudah dimulai. Terbaru, saat berkunjung ke maskas PKS, pasangan Anies Cak Imin di sambut nyanyian Ya Lal Wathon. Yang merupakan trade merk NU dan PKB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun