Yakni “Membangun Dari Pinggiran, Hapus Jual Beli Jabatan”. Dan karena faktor itu rupanya yang kemudian membuat para pemilik suara tertarik. Hingga tak ragu menjatuhkan pilihan kepada beliau dan akhirnya menang pilkada. Lalu dilantik jadi Bupati periode 2018-2023.
Masalahnya kemudian, idealisme politik ternyata tak selalu linier dengan yang terjadi di lapangan. Saya lihat, Kyai Salwa yang diusung oleh koalisi PPP dan PDIP agak keteteran mewujudkan janji-janji kampanye.
Maka kritikpun mulai bermunculan. Bukan hanya dari kalangan eksternal. Juga ada dari kalangan internal koalisi sendiri. Dalam amatan saya, kritik terhadap pemerintahan Kyai Salwa mengarah kepada tiga hal pokok.
Pertama soal kemampuan lobby. Sekedar tahu, sebagai Kepala Daerah Kyai Salwa merupakan top leader di birokrasi pemerintah kabupaten. Pastilah dibelakang beliau ada beberapa kepala dinas/badan dan staf yang berfungsi sebagai supporting.
Yang kemudian bisa di jadikan pendukung mewujudkan janji politik membangun infrastruktur jalan misalnya. Nyatanya, hingga menjelang akhir masa jabatan, keluhan rakyat tentang jalan masih mengemuka.
Adakah biayanya tak cukup untuk memenuhi tuntutan janji kampanye dan aspirasi masyarakat Bondowoso soal pembangunan jalan..? Nampaknya iya. Pemkab Bondowoso di bawah pemerintahan Bupati Kyai Salwa kekurangan dana.
Masalahnya kemudian, adakah langkah yang dilakukan demi mengatasi soal tersebut.? Ataukah Pemkab Bondowoso cuma mengandalkan Pendapatan Asli Daerah, tanpa ada upaya lain misal mencari tambahan ke pemerintah provinsi atau pusat..?
Kedua, problem menejemen administrasi. Kelihatannya, polemik selalu menggelayut dalam pemerintahan Kyai Salwa. Yang pernah jadi masalah relatif cukup besar adalah soal mutasi jabatan.
Beberapa kali di lakukan, ada saja kekeliruan yang justru baru ditemukan setelah mutasi berjalan. Terbaru menjelang Bupati lengser, adalah temuan Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN.
Anda tahu, KASN mengeluarkan rekomendasi agar Bupati Kyai Salwa mengembalikan dan mencabut Surat Keputusan delapan pejabat eselon II yang sempat di rotasi pada bulan juni lalu.
Selain itu, pernah terjadi dokumen mutasi menyebar keluar mendahului pelantikan. Juga ada kasus seorang birokrat dilantik, sementara posisi jabatannya masih diisi orang lain dan SK-nya belum dicabut. Kok bisa terjadi ya..?