Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keterkejutan dan Mastermind di Balik Cak Imin Jadi Cawapres Anies

2 September 2023   10:19 Diperbarui: 2 September 2023   10:49 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bacawapres Anies ..? Ah biasa saja. Saya melihatnya bukan sesuatu yang istimewa. Apalagi batas akhir pendaftaran pilpres 2024 masih tanggal 25/11/2023.

Pindahnya Cak Imin sekaligus menjadi cikal bakal bersatunya PKB dengan Nasdem dan putus dari Gerindra. Juga membuat Partai Demokrat kehilangan teman di Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP yang sebelumnya di rintis bersama PKS dan Nasdem.

Meski kepindahan Cak Imin merupakan sesuatu yang biasa saja, namun tidak demikian dengan implikasinya. Sungguh tidak biasa. Jika melihat ke belakang, kayaknya jauh panggang dari api.

Cak Imin dan PKB yang selama ini dikenal setia kepada basis “nasionalis”, lalu secara tiba-tiba belok arah berlabuh ke Anies yang kuat di persepsikan sebagai kelompok “agamis”. Fenomena inilah rupanya yang jadi pertanyaan banyak orang.

Dari awal, sebenarnya saya sudah akan menulis soal kepindahan tersebut. Tapi ternyata ada kabar lain yang membuka peluang gagalnya PKB masuk ke Nasdem. Yaitu rencana pertemuan antara Cak Imin dengan capres Gerindra Prabowo Subianto pada jumat sore kemarin.

Akhirnya saya putuskan untuk menunggu. Namun ternyata pertemuan itu gagal. Akibatnya, tak ada info lain yang bisa saya jadikan “serangan balik” terhadap keputusan Cak Imin pindah ke Anies Baswedan. Ini sepertinya sudah menuju proses finalisasi.

Ya tak apa-apa. Begitulah rupanya garis tangan yang di goreskan oleh Tuhan tentang dunia politik. Sangat mengejutkan. Terutama bagi konstituen PKB secara khusus. Dan anggota NU secara umum.

Muncul berbagai tanda tanya. Tapi yang pasti mengarah pada satu persoalan. Pantas tidak Cak Imin yang merupakan Ketua Umum, bahkan nyaris mendekati sebagai pemilik sebuah partai “besar” menjadi cawapres Anies Baswedan..?

Sudah maklum kan kalau Anies tidak ada apa-apanya di lingkungan internal sebuah partai politik. Jangankan seorang pengurus. Anggota saja bukan. Sehingga, eksistensinya tergolong lemah. Sudah itu, masih nebeng lagi ke Nasdem.

Sementara Cak Imin, punya daya tawar lumayan tinggi. Bahkan keberadaanya mampu menentukan sebuah koalisi bisa daftar pilpres atau tidak. Maka dalam konteks ini, posisi yang pas sebetulnya dibalik. Cak Imin Capres, Anies cawapres.

Bagaimana jika melihat hasil survei ? Benar memang tingkat elektabilitas Anies agak jauh melampaui Cak Imin. Anies bahkan selalu ada di tiga besar bersama Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Namun menurut saya, ya tak juga Cak Imin harus mengalah. Apalagi, keputusan Ijtimak ulama tahun lalu membuka peluang jadi capres. Ini tentu harus diperjuangkan lebih dulu secara maksimal.

Bukan lalu ujuk-ujuk memutuskan tak apa-apa meski cuma cawapres Anies. Padahal dulu, ketika masih baru berkoalisi dengan Gerindra membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KKIR, gaungnya tetap capres.

Mestinya, gaung yang demikian itu tetap di suarakan kepada pihak Nasdem dan Anies. Sebagai bentuk bergaining posisi atau ikhtiar maksimal. Maksudnya, agar diketahui. Bahwa eksistensi Cak Imin dan PKB bukan kaleng-kaleng.

Upaya demikian saya pandang lebih positif. Karena hingga masa akhir pendaftaran pilpres 2024 pada 25/11/2023 mendatang, Cak Imin dan PKB masih bisa mengukur situasi dan luwes mencari teman koalisi.

Kalau ambil keputusan seperti sekarang, langsung menerima pinangan Nasdem untuk jadi cawapres Anies, Cak Imin dan PKB jadi terkunci. Tak bisa lagi kemana-mana. Padahal, peluang bersama Gerindra, PDIP atau membuat koalisi baru bersama partai lain masih terbuka.

Keputusan Cak Imin pindah ke Anies Baswedan rupanya tidak hanya menjadi pukulan berat bagi konstituen PKB dan warga NU. Di lingkungan Partai Demokrat, yang rupanya sudah dapat sinyal kuat akan dapat jatah cawapres, demikian pula adanya.

Itu ditandai oleh langkah serius yang segera di ambil, begitu ada kabar Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY “disingkirkan”. DPP Partai Demokrat kasih instruksi kepada seluruh jajaran dan level pengurus untuk segera mencopot baliho yang bergambar Anies.

Lebih jauh, Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat yang di komandani oleh Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengeluarkan pernyataan cukup menggoda. Dan saya kira perlu ditelusuri lebih dalam.

Disarikan dari berbagai sumber, disamping menyebut sebagai strategi politik yang melampaui batas etika dan moral, SBY juga mensinyalir ada mastermind yang jadi dalang dibalik manuver masuknya PKB ke Nasdem.

Bahkan SBY berani menerangkan, sebelum peristiwa yang membuat koalisi Nasdem bersama Demokrat itu “bubar barisan”, didahului oleh lobi yang dilakukan oleh seorang Menteri Jokowi

Masih kata SBY, inisiatif yang di lakukan oleh Sang Menteri dikatakan sudah sepengetahuan “Pak Lurah”. Adapun penyebutan Pak Lurah, kerapkali di sematkan kepada Presiden Jokowi.

Pertanyaannya kemudian, apakah keputusan Cak Imin jadi cawapres Anies merupakan bagian dari skenario mastermind yang di sebut oleh SBY..? Yang tahu tentu para pelakunya.

Cuma ada fakta menarik yang mungkin bisa jadi benang merah. Yaitu peristiwa ketemunya Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi pada Kamis sore sebelum PKB masuk jadi teman Nasdem.

Mengenai pertemuan tersebut, kepada pers Paloh menyebut bicara tentang dinamika politik terkini, tanpa merinci lebih mendetail apa point-pointnya. Seakan ada rahasia terpendam yang tak boleh di ungkap ke permukaan.

Paloh juga mengelak ketika ditanya wartawan apakah melapor soal rencana pasangan Anies-Muhaimin. Namun Paloh juga tak mengiyakan atau menampik. Dia hanya bilang pertemuan berlangsung hangat.

Pertanyaan lanjutannya, apakah keputusan Nasdem dulu mencapreskan Anies Baswedan termasuk pula dalam skenario permainan sang mastermaind, dalam rangka menghambat Anies ikut daftar pilpres 2024..?

Caranya, kasih harapan dulu lewat Nasdem, rayu Demokrat dan PKS, lalu masukkan Cak Imin serta PKB, untuk kemudian pada saat yang tepat nanti menjelang detik-detik tutupnya pendaftaran pilpres, secara tiba-tiba koalisi Nasdem dan PKB juga bubar.

Berikutnya, Nasdem dan PKB gabung ke PDIP atau Gerindra. Sementara Demokrat dan PKS ketika itu sudah kadung menemukan labuhan berbeda. Atau bisa jadi juga telah mendirikan koalisi baru. Benarkah..?

Ya tidak tahu. Saya sekedar hanya menuangkan betapa liarnya pikiran saya, begitu melihat fenomena dengan mudahnya Cak Imin jadi cawapres Anies, setelah pada kamis sore Paloh ketemu Jokowi.

Kedepan tinggal kita lihat bagaimana posisi menteri dari PKB. Biasanya, begitu ada anggota koalisi dianggap keluar dari barisan, konsekwensinya jatah “kekuasaan” akan dicabut.

Akankah para menteri tersebut di lengserkan oleh Jokowi..? Kalau mau, alasannya tersedia. Yaitu nyaleg. Dan memang betul demikian. Menaker Ida Fauziyah di Dapil Jakarta II. Lalu Menteri Desa Gus Halim di Dapil Jawa Timur VIII.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun