Judi online marak. Dikutip dari berbagai sumber, sejak tahun 2018 lalu hingga 2023 saat ini, terdapat sekitar 846.047 konten perjudian online. Sebuah angka yang menurut saya cukup besar juga.
Namun kabar baiknya, Kementerian Kominfo menyatakan konten judi online sebanyak 800-an ribu tersebut telah di akukan pemutusan akses. Baik yang di website maupun yang bertebaran di platform media sosial.
Terus terang, saya kurang paham tentang seluk beluk judi online. Karena tak sekalipun saya mengakses konten judi. Apalagi sebagai penikmat hingga masuk kategori ketagihan misalnya.
Tapi saya pernah dicurhati oleh seorang famili yang terjerat judi online lewat HP. Yang dia istilahkan sebagai judi slot. Katanya, itu bagaikan candu. Sedetik saja tak main, pikiran terasa berat dan jari-jari gatal.
Apa itu judi..? Banyak pendapat tentang judi. Tapi menurut saya adalah sebuah perbuatan dan tindakan untuk mengambil keuntungan yang dilakukan atas dasar untung-untungan.
Namun tidak semua perbuatan atau tindakan masuk kategori judi. Setidaknya terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama bersifat spekulatif. Kedua, ada barang yang dipertaruhkan. Dan ketiga, muncul pihak yang menang dan kalah.
Beberapa syarat tersebut mutlak. Artinya, ketiga-tiganya harus terpenuhi semuanya, jika ingin memberi kesimpulan apakah sebuah perbuatan dan tindakan masuk kategori judi atau bukan.
Dengan kata lain, semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Namun jika ada sesuatu yang membatalkan salah satu di antara ketiganya, maka hilang itu yang namanya perjudian. Karenanya, kita tak boleh sembarangan menuduh sesuatu sebagai perbuatan judi.
Sekedar tahu, di dalam fiqh, yang membatalkan tersebut dinamakan dengan istilah Muhallil. Yaitu pihak, baik perorangan maupun kelompok, yang bertindak sebagai penyebab batalnya salah satu di antara tiga syarat.
Mari kita ambil contoh sebuah kegiatan yang umum dilakukan oleh masyarakat. Yaitu Jalan-Jalan Sehat atau JJS. Kegiatan ini biasanya diadakan dalam rangka memperingati satu momentum tertentu. Seperti Agustusan contohnya.
Pada kegiatan JJS, biasanya setiap peserta diminta setor uang pendaftaran untuk kemudian ditukar dengan sebuah kupon berhadiah, yang ketika sudah sampai finish, lalu diundi.
Kalau beruntung, hadiah didapat. Mulai dari payung, kipas angin, motor dan bahkan haji umroh. Tidak beruntung, ya tak dapat apa-apa. Dan uang pendaftaran yang sudah disetor ke panitia terbuang sia-sia. Alias amsyong.
Melihat pola JJS yang demikian itu, rasa-rasanya ketiga syarat judi di atas sama-sama terpenuhi. JJS ada unsur spekulatif, ada barang yang dipertaruhkan dan muncul pihak sebagai kelompok yang menang dan kalah.
Lalu pertanyaanya adalah, apakah mengikuti JJS diharamkan karena tergolong sebagai perbuatan judi..? Menurut saya belum tentu. Harus dilihat lebih dulu, apakah di dalam JJS ada yang namanya Muhallil atau tidak.
Kalau tidak ada, ya haram. Tapi kalau ada, ya halal. JJS bisa di ikuti oleh siapapun. Bahkan oleh umat islam sendiri. Dan berbagai hadiah yang didapat, boleh dipakai atau diterima.
Lalu bagaimana sebuah Muhallil bisa masuk ke dalam JJS, hingga membuat salah satu dari ketiga syarat sebagai judi di atas jadi hilang.? Dengan pertanyaan lain, apa yang harus dilakukan agar kegiatan JJS tidak masuk kategori judi..?
Yang perlu dilakukan adalah, panitia JJS wajib memisah peruntukan uang pendaftaran dengan ketersediaan barang sebagai hadiah yang akan diberikan kepada para peserta lewat undian kupon.
Maksudnya adalah, uang pendaftaran tidak boleh dipakai untuk membeli hadiah, tapi digunakan buat kepentingan lain. Misal sebagai biaya operasional, honor panitia, konsumsi, ATK, biaya keamanan dan keperluan yang sejenis dengan itu.
Terus hadiah JJS didapat darimana kalau tidak ambil uang pendaftaran..? Sumber dana pembelian hadiah bisa berasal darimana saja. Yang penting, sekali lagi, jangan pakai uang pendaftaran.
Panitia bisa minta kepada para donatur, lewat sponsor dan beberapa usaha lain yang dipandang halal. Naah, pada proses yang seperti itulah, unsur Muhalli masuk di dalam JJS. Makanya jadi halal. Tidak lagi haram.
Mengapa, karena uang pendaftaran yang disetor peserta ke panitia bukan alat mencari keuntungan. Melainkan sebagai biaya memperlancar kegiatan JJS. Hingga membuat yang namanya hadiah, tetap bisa disediakan oleh panitia, meski tanpa uang pendaftaran.
Apalagi, kalau JJS tersebut dilaksanakan secara gratis. Sifat ke halalannya makin tampak ke permukaan. Karena itu, meski tanpa ada Muhalli-pun, JJS yang gratis itu juga masuk kategori halal dan bukan judi.
Jelas sekali. Pada kegiatan JJS gratis tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Bahkan sama-sama untung. Peserta untung karena tanpa keluar uang bisa dapat hadiah. Demikian juga panitia. Untung karena acaranya sukses diikuti oleh banyak peserta.
Berdasar keterangan famili saya, proses dan sifat permainan slot beda jauh dibanding JJS. Maka saya berpendapat bahwa permainan slot adalah judi. Karena munculnya sifat spekulatif, terdapat unsur taruhan dan ada pihak yang menang atau kalah, sangat jelas kelihatan.
Terlebih tidak ada Muhalli yang bertindak sebagai pembatal ketiga syarat tersebut. Karena itu, mari kita sama-sama perangi kegiatan main slot. Dengan cara ramai-ramai memviralkan tagar Setop Judi Online.
Untuk apa..? Agar tidak ada lagi saudara kita yang dirugikan hanya karena gara-gara main judi slot. Sekedar tahu, famili saya yang sudah kecanduan itu, bahkan hingga sampai menggadaikan atau menjual kendaraan.
Juga banyak memiliki hutang kepada beberapa saudara. Termasuk kepada pihak lain. Jika yang dihutangi adalah teman dekat, masih bisa ditolerir. Tapi kalau sampai menyasar teman jauh, tentu saja memalukan.
Lagi pula, yang namanya judi pasti membuat buntung pesertanya. Sebaliknya, menjadikan untung pelaksananya. Hingga sekarang, saya belum menemukan seseorang yang menjadi kaya dari hasil main judi.
Saya kira demikian pula bagi yang suka judi slot. Tak akan pernah menang sesuai harapan. Satu dua kali mungkin pernah dapat uang jutaan. Tapi setelah melalui proses setor uang berkali-kali buat beli chip.
Yang jika dihitung secara total, besaran dana beli chip ternyata lebih besar dibanding uang hadiah yang didapat. Misal pernah menang uang 3 juta setelah beli chip habis 5 juta.
Dan model yang begitu itu dibenarkan oleh famili saya. Katanya, dia pernah menang dapat 10 juta. Namun itu terjadi setelah menghabiskan dana sampai sekitar 20-an juta. Begitulah prosesnya berlangsung secara terus menerus.
Beda dengan judi konvensional yang dimainkan secara tatap muka, judi online harus lewat jalur internet. Dengan cara terlebih dahulu mengunduh sebuah aplikasi. Pastinya ini adalah sebuah mesin.
Yang tentu saja ada yang membuatnya. Namanya juga mesin, tentu bisa disetting demikian rupa sesuai pesanan. Apakah akan dibuat menang satu kali setelah beli chip sepuluh, dua puluh atau tiga puluh kali, terserah yang punya.
Dan setting yang begitu itulah, yang kemudian membuat para pemainnya jadi kecanduan. Karena merasa ada harapan mendapat uang pengganti yang besar, setelah lebih dulu setor beli chip pakai uang yang “kecil-kecil”.
Bagaimana tidak menggiurkan. Wong cukup pakai jari-jari pencet layar HP, langsung dapat uang 10 juta. Padahal setornya cuma 50-100 ribu, tapi yang tidak disadari adalah, dapat 10 juta itu cuma sekali. Sementara setornya yang hanya pada kisaran 50-100 ribu, terjadi puluhan kali. Yang kalau di total, jauh melebihi nominal 10 juta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H