Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Seluk Beluk Tentang Koalisi Gemuk dan Ramping

24 Agustus 2023   09:43 Diperbarui: 24 Agustus 2023   22:29 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ganjar Pranowo di capreskan oleh PDIP. Sebuah parpol yang sebenarnya tak perlu cari kawan lagi untuk daftar capres ke KPU. Tapi ternyata, baik lewat tokohnya maupun Ganjar sendiri selaku kandidat, PDIP masih juga "merayu-rayu" beberapa partai politik agar mau masuk jadi kawan.

PKB yang di komandani oleh Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin salah satunya. Begitu Golkar dan PAN masuk ke Gerindra, Ganjar Pranowo kreatif mengajak Cak Imin ketemu di salah satu tempat.

Mungkin Ganjar melihat masuknya Golkar dan PAN merupakan sebuah peluang. Karena kedatangan kedua partai ini bukan tanpa maksud. Mereka juga membawa misi cawapres. Sementara Cak Imin, sudah dari awal "mengincar" posisi ini.

Apa yang saya gambarkan tentang upaya PDIP merangkul PKB tersebut sebenarnya ingin mengungkap sebuah fenomena. Bahwa menambah kawan agar bisa menciptakan koalisi gemuk masih menjadi misi utama parpol.

Padahal, koalisi gemuk bukan jaminan menang pilpres. Tapi kalau hanya di jadikan sebagai jalan memperluas potensi, tak masalah. Koalisi gemuk memang punya peluang lebih besar untuk menang, di banding koalisi ramping.

Hanya saja, sebagaimana saya ungkap di awal tulisan ini, wajib di imbangi oleh pengelolaan menejemen yang baik serta menyeluruh. Jadi tidak bisa sembarangan memilih jenis koalisi.

Mengapa demikian, karena selain membuka peluang untuk menang, koalisi gemuk dan juga ramping, menyimpan potensi kontra produktif. Yang akibatnya justru malah jadi merusak. Bukannya menang, capresnya malah keok.

Kontra produktif di maksud terbagi ke dalam beberapa sikap berikut ini. Pertama, tuntutan kompensasi. Di ingkari atau tidak, setiap anggota partai koalisi selalu mengajukan permintaan.

Saat masih berproses membentuk koalisi untuk menuju pada kemenangan, yang paling di minati bahkan hingga di incar adalah posisi cawapres. Sebuah jabatan strategis nomor dua di bawah capres.

Fakta sekarang, di mana beberapa anggota poros koalisi yang ingin bertarung pada pilpres 2024 sedang rebutan cawapres, layak di angkat menjadi contoh adanya fenomena tersebut.

Di KKIR, PKB, Golkar dan PAN sama-sama menyodorkan cawapres ke Prabowo Gerindra. Lalu Demokrat dan PKS di KPP menuntut hal yang sama terhadap Anies Nasdem. Jangan lupa, bagaimana PPP yang tiba-tiba merapat ke PDIP. Juga ingin cawapres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun