Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilpres 2024: Dua Pepatah Dalam Proses dan Tujuan Politik

20 Agustus 2023   09:56 Diperbarui: 20 Agustus 2023   10:33 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Partai-partai Politik Peserta Pemilu (Sumber Foto Kompas.com/Andika Bayu Setyaji)

Anda bingung tidak melihat perjalanan partai-partai dan tokoh politik dalam menghadapi pilpres 2024..? Yang awam atau kurang perhatian terhadap dunia politik mungkin iya.

Tapi bagi yang ada di dalam, terlebih sebagai pelaku, itu semua merupakan sesuatu yang biasa-biasa saja. Mereka tidak akan kaget, karena menganggap sebuah proses yang memang harus dijalani.

Maka itu, jika saat buka-buka informasi dan browsing berita politik, lalu menemukan info tentang  manuver yang dilakukan oleh parpol dan elit politik, sebaiknya anda tenangkan pikiran. Tak perlu panik.

Salah satu caranya, ambil nafas dalam-dalam, lalu keluarkan sedikit demi sedikit. Kemudian seruput secangkir kopi atau teh. Baru setelah itu lanjut membaca. Cara ini sedikit banyak bisa membuat anda tenang.

Pada akhirnya, anda akan merasa enjoy ketika menemukan informasi. Bahwa Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin misalkan dirumorkan bakal merapat ke poros PDIP, mendukung Ganjar Pranowo.

Padahal sebelumnya getol membawa nama Prabowo Subianto sebagai capres, setelah sebelumnya bersama Gerindra membentuk poros yang namanya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau KKIR.

Anda juga bisa tenang, manakala menemukan Airlangga Hartarto Golkar dan Zulkfili Hasan PAN juga melakukan manuver yang sama dengan Cak Imin. Setelah lirak-lirik kesana kemari, ambil sikap berlabuh ke poros Gerindra.

Juga mendukung Prabowo. Padahal sebelumnya, aktif ketemu elit PDIP yang punya capres Ganjar Pranowo. Khusus PAN, tempo hari bahkan pernah mewacanakan pasangan capres cawapres Ganjar-Erick Thohir.

Dunia politik memang penuh kejutan. Karenanya, fakta yang terjadi tidak bisa di ukur menggunakan hitungan matematika. Yang memang sudah menentukan, bahwa satu tambah satu harus berjumlah dua.

Anda tahu, dunia politik tidak begitu. Sebab parameter yang di gunakan berdasar ukuran sistem sosial. Yang membuat teori matematis jadi tidak berlaku. Di dunia politik, satu tambah satu bisa berjumlah tiga, empat, lima atau bahkan seribu.

Selain itu, di dunia politik juga berlaku hukum kontradiktif. Ini memang sudah diketahui, dan merupakan permakluman yang di pahami oleh semua pelaku dan para elit politik.

Lagi-lagi anda tak perlu heran. Kalau antara proses dan tujuan politik, bisa jalan tak berbarengan. Mirip emak-emak yang sedang naik motor. Pasang sen ke arah kanan, tapi beloknya ternyata ke sebelah kiri.

Begitupun, antara proses politik dan tujuan politik. Saat berada dalam proses, akrab dan lengket bersama satu kelompok. Tapi ketika hendak mencapai tujuan, malah belok arah gabung pada kelompok lain.

Berbeloknya arah perjalanan Golkar dan PAN merapat ke Gerindra, masuk ke dalam konteks tersebut. Demikian pula langkah Cak Imin yang kemarin secara tak terduga ketemu dengan capres PDIP Ganjar Pranowo.

Agar lebih kongkrit melihat fenomena tersebut, kita tengok dua pepatah politik yang sering jadi pembicaraan banyak orang. Anda yang intens dan suka info-info politik pasti sudah tahu tentang dua pepatah itu.

Pertama, “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”. Kedua, “Tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”. Baik pertama dan kedua, pasti muncul di dunia politik.

Cuma terjadi pada momentum yang berbeda. Pepatah pertama, biasanya di lakukan saat sudah berada dalam proses. Di momen ini, siapapun kelompok dan golongannya, musuh sekalipun, pasti akan dirangkul.

Kalau perlu harus di rayu-rayu demikian rupa. Bahkan mungkin, pakai duit dan janji jabatan juga bukan persoalan. Yang penting bisa sedot teman sebanyak banyaknya. Agar cukup modal buat rebutan vox pop.

Dalam konteks pilpres 2024, kedudukan poros Nasdem yang mencapreskan Anies Baswedan, Gerindra Prabowo Subianto dan PDIP Ganjar Pranowo, bisa di golongkan pada pepatah yang pertama itu.

Saat ini, ketiga poros bersama capres masing-masing tengah gencar mencari kawan. Tapi apakah meraka pakai jurus di rayu-rayu, di tawari duit, di janjikan jabatan, atau trik lain, saya tidak tahu. Yang tahu tentu internal kalangan mereka sendiri.

Hasilnya belakangan mulai kelihatan. Gerindra beruntung bisa menarik Golkar dan PAN untuk di tambahkan jadi teman. Lalu PDIP suskes menggandeng PPP, Hanura dan Perindo.

Sebaliknya Nasdem, rupanya tak semujur Golkar dan PDIP. Hingga saat ini, Partai milik Surya Paloh itu tak menemukan partai lain, kecuali Demokrat dan PKS yang memang sudah sedari awal bersama Nasdem.

Jadi demikianlah yang terjadi pada pepatah pertama. Sekarang mari kita lihat pada yang kedua, yaitu “Tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”. Rinciannya bisa kita lihat berikut ini.

Kalau partai Nasdem, Gerindra dan PDIP ada di posisi pepatah pertama, maka Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN, PPP, Hanura dan Perindo saat ini tergolong masuk di pepatah kedua.

Masalahnya adalah, sejauh mana meraka akan menggunakan posisi tersebut. Tentu tergantung pada kemauan elit masing-masing. Juga jumlah suara yang berhasil di dapat pada pileg tahun 2019 lalu.

Di situ, Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN dan PPP saya lihat intens dan berusaha keras ingin memanfaatkan posisi tersebut. Sementara Hanura dan Perindo kelihatan santai-santai saja.

Mari kita cermati. Dan tak kunjung di umumkannya pasangan capres oleh ketiga poros kita jadikan fokus perhatian. Kita ajukan pertanyaan, mengapa bakal cawapres Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo belum di putuskan..?

Jawabnya adalah, karena Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN dan PPP masih kuat bergelayut di badan masing-masing poros, untuk rebutan mengikat bakal cawapres.

Padahal, slotnya terbatas. Cuma di butuhkan 3 kandidat dari sekitar kurang lebih 6 tokoh yang di sodorkan oleh Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN dan PPP. Jadinya terasa sesak.

Itupun masih ditambah pemaksaan dan ancaman. Diantara beberapa partai itu kasih ultimatum. Kalau bukan jagoannya yang di ambil sebagai cawapres, akan keluar dari poros.

Itulah yang saya maksud di atas tadi. Bahwa pada pepatah yang kedua ada di dalam koridor tujuan. Bukan proses. Dimana penempatan posisinya, sekarang ini sudah jelas terkuak ke permukaan.

Pasca jadi bakal capres, Anies, Prabowo dan Ganjar telah melewati level tujuan. Tahap berikutnya adalah, mereka berproses cari teman sebanyak-banyaknya, mengunakan pepatah “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”.

Sementara itu, posisi Cak Imin di PKB, Sandiaga Uno PPP, Erick Thohir PAN, juga Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY di Demokrat dan Ahmad Heryawan di PKS, sekarang masih ada di level tujuan.

Maka tak heran, lewat tokoh dan partai masing-masing, terus melakukan manuver untuk mengejar tujuan. Pastinya yang mereka gunakan bukan pepatah pertama. Malainkan yang kedua, yaitu “Tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun