Sebaliknya Nasdem, rupanya tak semujur Golkar dan PDIP. Hingga saat ini, Partai milik Surya Paloh itu tak menemukan partai lain, kecuali Demokrat dan PKS yang memang sudah sedari awal bersama Nasdem.
Jadi demikianlah yang terjadi pada pepatah pertama. Sekarang mari kita lihat pada yang kedua, yaitu “Tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”. Rinciannya bisa kita lihat berikut ini.
Kalau partai Nasdem, Gerindra dan PDIP ada di posisi pepatah pertama, maka Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN, PPP, Hanura dan Perindo saat ini tergolong masuk di pepatah kedua.
Masalahnya adalah, sejauh mana meraka akan menggunakan posisi tersebut. Tentu tergantung pada kemauan elit masing-masing. Juga jumlah suara yang berhasil di dapat pada pileg tahun 2019 lalu.
Di situ, Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN dan PPP saya lihat intens dan berusaha keras ingin memanfaatkan posisi tersebut. Sementara Hanura dan Perindo kelihatan santai-santai saja.
Mari kita cermati. Dan tak kunjung di umumkannya pasangan capres oleh ketiga poros kita jadikan fokus perhatian. Kita ajukan pertanyaan, mengapa bakal cawapres Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo belum di putuskan..?
Jawabnya adalah, karena Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN dan PPP masih kuat bergelayut di badan masing-masing poros, untuk rebutan mengikat bakal cawapres.
Padahal, slotnya terbatas. Cuma di butuhkan 3 kandidat dari sekitar kurang lebih 6 tokoh yang di sodorkan oleh Demokrat, PKS, PKB, Golkar, PAN dan PPP. Jadinya terasa sesak.
Itupun masih ditambah pemaksaan dan ancaman. Diantara beberapa partai itu kasih ultimatum. Kalau bukan jagoannya yang di ambil sebagai cawapres, akan keluar dari poros.
Itulah yang saya maksud di atas tadi. Bahwa pada pepatah yang kedua ada di dalam koridor tujuan. Bukan proses. Dimana penempatan posisinya, sekarang ini sudah jelas terkuak ke permukaan.
Pasca jadi bakal capres, Anies, Prabowo dan Ganjar telah melewati level tujuan. Tahap berikutnya adalah, mereka berproses cari teman sebanyak-banyaknya, mengunakan pepatah “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”.