Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Setelah Golkar dan PAN Masuk ke KKIR

14 Agustus 2023   13:16 Diperbarui: 15 Agustus 2023   13:26 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Empat Partai Jabat Tangan Setelah Deklarasi Mendukung Prabowo. (Sumber Foto Kompas.com/Galih Pradipta)

Flashback ke belakang sejenak, pada pilpres 2014, Gerindra dan PAN pernah punya pengalaman menduetkan kadernya. Lewat pasangan Prabowo-Hatta. Cuma ketika itu kalah sama pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.

Salah satu faktornya mungkin oleh sebab duet Prabowo-Hatta kurang mendapat suntikan suara dari kaum Nahdliyin. Karena Pak Hatta yang merupakan kader PAN dan diasosiasikan sebagai Muhammadiyah, dianggap tidak mewakili suara NU.

Kalau kali ini Gerindra dan PAN sepakat kembali untuk berduet, guna penataan ulang terhadap strategi pemilu 2024, tak bisa lagi dicap merupakan pilihan yang tidak mewakili suara NU.

Anda tahu, Erick Thohir yang didorong oleh PAN, disinyalir ternyata mendapat dukungan kuat dari para elit di PBNU. Maka kalau jadi, pasangan Prabowo-Erick pastinya tak bisa dipandang remeh. Sebab di belakang mereka ada basis nasionalis dari Gerindra, lalu disupport oleh basis religius di kalangan NU.

Yang paling ideal bagi Gerindra demi kemenangan Prabowo sebenarnya adalah kalau Golkar, PAN, dan PKB tak saling kunci. Ketiganya mau secara sukarela menerima siapapun yang akan jadi cawapres Prabowo.

Mengapa, karena sikap kompak dan legowo demikian malah memperkuat dan saling melengkapi upaya merebut suara di masing-masing basis. Di nasionalis ada Gerindra dan Golkar. Sedang di religius ada PAN dan PKB.

Tapi yang namanya politik, kepentingan dan posisi tentu merupakan target utama. Baik Golkar, PAN, dan terlebih PKB tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang datangnya cuma setiap lima tahun sekali ini.

Lalu bagaimana fakta yang akan terjadi ke depan menjelang pendaftaran pilpres 2024..? Jawabnya akan menguatkan sinyalemen adanya faktor kepentingan dalam merebut kekuasaan.

Kalau ternyata Golkar, PAN, dan PKB tetap bertahan entah siapapun cawapres yang didaftarkan ke KPU, berarti idealisme elit ketiga partai masih dikatakan bersih dari greget berkuasa.

Tapi kalau tidak, dalam arti ada yang keluar hanya karena jagoannya tidak digandeng oleh Prabowo, maka pendapat tentang bubarnya KIB di atas benar adanya. Bahwa posisi dan kepentingan menjadi yang utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun