Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Setelah Golkar dan PAN Masuk ke KKIR

14 Agustus 2023   13:16 Diperbarui: 15 Agustus 2023   13:26 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka disinilah potensi masalah akan muncul. Golkar punya beban amanat Munas 2019. PAN berupaya keras mencawapreskan Erick Thohir. Dan PKB, mana mungkin rela tak terima apa-apa di KKIR.

Dari segi amanat Munas, Golkar masuk ke KKIR sebenarnya menurunkan ekspektasi. Idealismenya capres, lalu jadi turun hanya mengincar cawapres. Sebuah posisi yang terkesan diambil karena situasi terdesak.

Namun buat PAN tidak begitu. Partai ini memang mengincar cawapres. Karena tak mungkin bisa menggeser posisi Prabowo sebagai capres. PKB, meski lebih awal ada di KKIR dibanding Golkar dan PAN, juga hanya menarget cawapres.

Lalu apa yang terjadi..? Akhirnya stok cawapres di KKIR melimpah, untuk tidak mengatakan “over dosis”. Maka itu, Prabowo mesti lihai menentukan sikap. Hendak ambil Cak Imin, Airlangga atau Erick Thohir.

Kalau nanti diantara Golkar, PAN, dan PKB tak ada yang mau mengalah, salah satu atau salah dua darinya akan “check out”. Cuma meski demikian, secara pertemanan Gerindra tetap diuntungkan.

Entah siapapun yang nanti akan keluar dari KKIR akibat proposalnya ditolak, Prabowo masih bisa daftar pilpres 2024. Mengapa, karena jumlah suara gabungan Gerindra cukup syarat walau hanya berdua dengan salah satu di antara Golkar, PAN atau PKB.

Masalahnya kemudian adalah jika berbicara soal kemungkinan menang. Naah, kalau yang ini tunggu dulu. Harus dilihat nanti siapa yang pada akhirnya akan tetap bersama Gerindra.

Misal yang keluar PAN dan PKB. Berarti yang ada tinggal Gerindra dan Golkar. Yang kemudian menduetkan pasangan Prabowo-Alirlangga. Kalau benar, ini pasangan terlalu sempit.

Karena basisnya sama-sama nasionalis. Sasaran pemilihnya juga sama. Yakni kaum nasionalis. Padahal, yang punya kemungkinan besar menang pilpres adalah yang berbasis nasionalis-religius.

Sebelum KKIR menerima Golkar dan PAN, pasangan Prabowo-Cak Imin sebenarnya relatif ideal. Basis nasionalis-religius terakomodir sempurna. Sehingga kemungkinan menang lebih besar.

Hanya saja, adanya goyangan terhadap Cak Imin yang belakangan ini santer di lakukan oleh Ning Yenny Wahid, sedikit banyak akan berpengaruh negatif terhadap perolehan suara Prabowo-Cak Imin. Utamanya di kelompok Gusdurian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun