Sementara pada posisi yang sama tapi di partai lain, KPU mengeluarkan keputusan berbeda. Dimana seorang caleg yang ada di ranking pertama mendapat suara 2500, justru dinyatakan tak lolos.
Itu kan jadi bingung bagi kita yang kurang paham. Hanya dapat 600 kok bisa jadi anggota dewan. Tapi yang 2500 lebih malah gagal. Bukankah kata MK yang berhak lolos adalah yang memiliki suara terbanyak..?
Semua bisa terjadi, karena partai tempat bernaung caleg yang hanya dapat 600 suara tersebut, sukses menjaring satu kursi di dapil setempat. Makanya, KPU perlu menentukan seorang caleg yang berhak atas kursi ini.
Sebaliknya, partai milik caleg yang punya suara 2500, tak satupun dapat kursi. Oleh sebab itu, KPU tak perlu lagi tengok hasil ranking perolehan suara yang didapat para caleg dari partai ini.
Lalu bagaimana satu partai politik bisa mendapatkan kursi legisltaif..? KPU menentukannya dari hasil akumulasi perolehan suara yang diperoleh masing-masing caleg ditambah konstituen yang mencoblos suara partai.
Misal harga sebuah kursi untuk satu dapil di DPRD Kabupaten 3000 suara. Caleg yang masuk DCT satu partai ada 9 orang. Masing-masing ada yang dapat suara 600, 500, 400, 300, 200, 100, 50, 25 dan 10. Jumlah total 2635 suara.
Pada hitungan lain, konstituen yang hanya mencoblos tanda gambar partai tersebut ada terkumpul sebanyak 400 suara. 2635 akumulasi suara caleg di tambahkan ke suara partai yang 400, ditemukan angka sebesar 3035.
Maka berdasar fakta penjumlahan suara keduanya, partai yang mendapatkan suara minimal 3000 tersebut akan memperoleh satu kursi. Berhak diduduki oleh caleg yang memperoleh suara 600 di ranking pertama.
Ironisnya, meski seorang caleg mendapatkan suara sebanyak 2500, artinya lebih banyak di banding caleg yang lolos tadi dimana yang bersangkutan cuma memperoleh 600, tetap tak bisa diputuskan sebagai anggota legislatif oleh KPU.
Mengapa, karena hasil penjumlahan suara akumulasi masing-masing caleg ditambah suara yang diperoleh partai, cuma ada di kisaran 2900 misalnya. Masih kurang 100 suara untuk dapat kursi. Akibatnya, meski ada caleg dapat 2500, KPU tidak punya legitimasi untuk mengeluarkan SK pengangkatan sebagai anggota dewan.
Kanibalisme politik tak disangsikan lagi bisa membuat suara yang di miliki oleh sebuah parpol menjadi stagnan. Tidak akan bisa menjangkau atau “mencuri” suara milik partai lain.