Dengan kata lain, di dunia percaleg-kan sudah terjalin semacam permakluman diantara para politisi sebelum memutuskan masuk gelanggang rebutan vox pop. Bahwa dalam pileg pasti akan ada yang namanya kanibalisme politik.
Jika fenomena tersebut tak di rem oleh parpol lewat himbauan, atau bisa jadi harus berupa teguran jika sudah kelewat batas, yang di instruksikan oleh elit masing-masing, akan berdampak tidak baik terhadap perolehan suara parpol.
Betul memang, kanibalisme politik sangat berpotensi besar bila dijadikan pilihan strategi menambah suara caleg. Lebih gampang dan costnya juga murah. Tak perlu susah payah rebutan lawan caleg partai lain diluar sana, gerogoti saja vox pop yang ada di dalam lingkungan sendiri, maka jumlah suara yang didapat bisa naik signifikan.
Namun, apakah strategi kanibalisme politik lalu menjadi jaminan seorang caleg bisa sukses mendapat tempat duduk di kursi parlemen..? Sayang sekali jawabannya ternyata tidak. Ya benar. Meski sudah berhasil mengambil milik teman, hingga membuat jumlah suara menjulang tinggi, tak ada jaminan caleg bersangkutan bisa menjadi anggota legislatif.
Mengapa, karena keputusan Komisi Pemilihan Umum atau KPU tentang kandidat terpilih tidak hanya didasarkan kepada tingginya hasil perolehan suara yang didapat oleh masing-masing caleg.
Akumulasi jumlah suara yang didapat oleh partai politik juga mutlak dijadikan dasar keputusan. Artinya, sebelum SK. sebagai anggota legislatif diterbitkan, terlebih dulu KPU wajib menghitung jumlah kursi yang didapat oleh parpol.
Ilustrasinya demikian. Setelah semua tahapan pileg kelar, KPU akan mengeluarkan surat keputusan tentang jumlah kursi yang didapat oleh partai politik di setiap dapil. Dari penentuan data jumlah kursi tersebut, KPU lalu tengok hasil suara yang didapat oleh para caleg di internal partai. Siapakah yang mendapat suara tertinggi..?
Begitu datanya didapat, KPU menerbitkan Surat Keputusan lagi tentang kandidat caleg yang berhak lolos ke gedung parlemen sesuai jumlah kursi yang didapat oleh setiap partai politik. Misal ada parpol mendapat empat kursi.
Maka KPU akan menyaring empat caleg juga, berdasar ranking jumlah suara terbanyak kesatu hingga keempat yang tercantum di DCT internal parpol. Sedang yang masuk ranking kelima dst. dinyatakan tidak lolos.
Agar lebih kongkrit saya kasih contoh hasil pileg beberapa waktu lalu di daerah saya. Ada seorang caleg menduduki posisi ranking suara terbanyak pertama dari satu partai. Dia sukses menjaring pemilih hanya 600 suara.
Sedangkan jumlah perolehan suara yang ada di posisi ranking kedua, ketiga dan seterusnya dibawah 600. Dan perlu diketahui, caleg ranking pertama yang mendapat suara cuma 600 tersebut di putuskan oleh KPU lolos ke gedung parlemen.