Kanibalisme berasal dari kata kanibal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, kanibal berarti orang yang suka makan daging manusia. Kanibal juga berarti binatang yang suka membunuh dan memakan daging binatang sejenis.
Berangkat dari situ, kata kanibalisme bisa di maknai sebagai fenomena, dimana satu makhluk hidup yang sejenis punya ideologi atau paham yang membolehkan setiap anggotanya untuk membunuh lalu mengkonsumsi daging makhluk yang dibunuh.
Sementara itu, kata politik memiliki banyak arti. Misal ada yang berpendapat, politik merupakan proses untuk membentuk atau melahirkan kebijakan serta keputusan didalam sebuah lembaga negara.
Termasuk arti kata politik adalah, usaha yang ditempuh sekelompok warga guna mewujudkan kebaikan secara bersama-sama. Disini, politik diartikan sebagai upaya atau strategi mencapai tujuan.
Lalu apa makna kanibalisme politik?. Mengacu kepada hal diatas, kanibalisme politik dapat dimaknai sebagai praktik saling berebut sumber daya diantara pelaku politik yang terjadi di lingkungan internal masing-masing kelompok.
Dalam konteks pemilu 2024, rebutan sumber daya dimaksud adalah suara yang dimiliki oleh para pemilih. Terdapat seorang politisi yang berusaha mengambil suara politisi lain yang notabene merupakan teman sendiri di satu partai.
Beberapa waktu lalu terjadi gugatan di Mahkamah Konstitusi atau MK terhadap sistem proporsional terbuka. Namun MK memutuskan untuk tetap menggunakan suara terbanyak.
Artinya, bacaleg yang sekarang ini tercantum di Daftar Caleg Sementara/DCS, untuk kemudian nanti alih status menjadi caleg di Daftar Caleg Tetap/DCT, bisa masuk gedung parlemen bila mendapat suara lebih tinggi dibanding para kompetitor.
Dampaknya kemudian, para caleg pastinya akan berlomba-lomba mencari suara sebanyak mungkin. Kalau perlu menggunakan segala cara. Menafikkan pertimbangan berlaku etis juga bukan masalah.
Bahkan mencaplok, atau dalam istilah kanibal “memakan” suara milik teman sendiri, silahkan saja. Demi mencapai tujuan dilantik menjadi pejabat politik sebagai anggota legislatif.
Maka di situlah lalu muncul potensi besar munculnya kanibalisme politik yang tak terhindarkan. Mau tak mau pasti terjadi. Dan kayaknya memang begitulah tradisi yang berlangsung pada tiap gelaran pileg.