Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Seperti Apa Kira-kira "Wajah" Pemilu 2024?

29 Juli 2023   09:23 Diperbarui: 1 Agustus 2023   15:52 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu 2024. (Sumber: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji) 

Anda tahu, mulai Selasa tanggal 25/07/2023 kemarin, semua salon kecantikan di Afghanistan ditutup. Langkah ini di ambil secara radikal oleh pemerintahan Taliban yang bermaskas di Kabul itu. 

Alasannya, karena kurang sesuai dengan syariat islam. Sebuah sikap, yang menurut saya, terlalu sempit. Semoga yang begini ini tak sampai terjadi di negara kita Indonesia.

Sebagaimana diketahui, kelompok Taliban mendapatkan kekuasaan melalui peperangan. Patut di syukuri, sampai detik ini pergantian kekuasaan dinegara kita masih tetap menggunan cara beradab, yakni pemilu. Dan ini wajib dipertahankan sampai kapanpun. Demi masa depan anak cucu dan eksistensi beragam suku bangsa yang ada di Indonesia.

Bagaimanapun, fenomena yang terjadi di Afghanistan harus dihindari. Mengapa, karena secara terang benderang mengeleminir kebebasan memilih peran anak manusia, khususnya hak perempuan Afghanistan. 

Padahal, ajaran islam sendiri tak punya doktrin demikian. Malah, sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW, hak perempuan memilih peran dijamin seluas-luasnya.

Lalu siapa yang punya tanggung jawab untuk menjaga ajaran islam tersebut? Ya kita semua yang hidup di masa sekarang. Khususnya partai politik, para politisi, bakal capres atau cawapres, serta kelompok masyarakat. 

Karena mayoritas, ya terutama umat islam sendiri. Caranya, berusaha keras agar setiap gelaran pemilu berlangsung kondusif. Menjauhkannya dari trik dan intrik yang berpotensi membawa kehancuran atau pecah belah antar anak bangsa.

Pemilu 2024 sudah di depan mata. Ada dua proses pergantian pejabat yang terjadi didalamnya, yaitu Pileg dan Pilpres.

Berdasar pengalaman yang sudah-sudah, dalam konteks kekuasaan macam Taliban, pilpres lebih rentan dibanding pileg. Mungkin karena pertarungannya terjadi secara perorangan. 

Sementara pada pileg, meski ada persaingan antar Caleg karena sistem terbuka, rebutan suara lembaga parpol masih lebih dominan.

Kemarin, saat memberi sambutan pada Puncak Peringatan Harlah Ke-13 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT, Wapres KH Makruf Amin mengingatkan untuk terus memonitor dan mengawasi media sosial. 

Lebih khusus, Wapres Amin minta agar semua pihak, terutama Polri, TNI dan BPNT sendiri jangan sampai lengah. Agar radikalisme dan terorisme tidak menggangu proses pemilu.

Nah, di perhelatan pilpres 2024 warning Wapres Amin menemukan titik pangkalnya. Sebagaimana tadi, ajang pilpres punya resistensi tinggi terhadap kecenderungan perpecahan. 

Apalagi kalau capres dan cawapres tak menghiraukan keutuhan. Semata berpikir untuk menang. Meski tak risih menggunan cara-cara culas dan tak bermoral macam isu agama.

Tapi saya masih yakin Indonesia tidak akan seperti Afghanistan. Melihat perkembangan belakangan ini, meski sebentar lagi ada pemilu 2024, antar kelompok anak bangsa kelihatan masih tetap menunjukkan sikap tegas untuk menjunjung tinggi keutuhan bangsa, walau diantara mereka ada persaingan secara politik. Ini sangatlah menggembirakan.

PDIP, misalnya, lewat elit partai bernama Puan Maharani tak lelah merajut benang persatuan dengan cara melakukan safari politik. 

Putri Mahkota Megawati ini kesana kemari ketemu beberapa Ketua Umum Partai. Terbaru Kamis 27/07/2023 kemarin, meluangkan waktu silaturrahim kepada Muhaimin Iskandar Ketum PKB dan Airlangga Hartarto Ketum Partai Golkar.

Saya nilai, upaya PDIP tersebut tak semata punya tujuan pragmatis. Ada cita-cita luhur didalamnya. Meski harus diakui, di tahun politik seperti sekarang apa sih yang tak bisa dikaitkan dengan kekuasaan. Termasuk juga safari PDIP. 

Tapi saya yakin, safari politik ini sedikit banyak akan menggugah sikap legowo PKB dan Golkar, dan semoga saja parpol lain, bahwa persaingan merebut kemenangan bukan untuk menghancurkan bangsa dan negara.

Diantara beberapa kandidat capres dan cawapres yang masuk radar, mayoritas juga memiliki pemikiran yang sama. 

Bahwa persaingan pilpres 2024 jangan sampai membuat kerusakan. Tapi hanya sebagai proses rutin ganti penguasa. Prabowo Subianto, yang dulu dipersepsikan kadang "offside", kini setelah gabung ke Jokowi kelihatan lebih soft. Apalagi Ganjar Pranowo. Capres PDIP ini sejak awal dikenal galak terhadap pihak yang sering menunggangi agama.

Yang agak mengkhawatirkan sebenarnya Anies Baswedan. Capres yang di usung oleh Nasdem, Demokrat dan PKS ini tak bisa di pungkiri punya pengalaman di "hukum" sebagai tokoh yang tak segan menggunakan cara yang berpotensi bisa memecah belah persatuan dan kesatuan. Khususnya saat bertarung merebut kemenangan pada Pilgub DKI Jakarta 2017 silam.

Tapi untuk saat ini, Anies lebih hati-hati. Mengapa, karena justru pengalaman saat Pilgub DKI itulah yang sekarang dijadikan sasaran tembak lawan politik, yang nampaknya efektif "menjatuhkan" nama Anies. 

Terbukti, Anies dan Tim kelihatan berupaya keras menghapus jejak Pigub DKI. Bahkan kapan hari hingga tak sungkan menerima tambahan nama "Yohannes" yang diberikan oleh seorang tokoh Nasrani.

Tandem Anies di Pilgub DKI 2017, yang sekarang masuk radar jadi bakal cawapres Sandiaga Uno kelihatan juga punya semangat yang sama. Ingin menjadikan pemilu 2024 sebagai proses demokrasi biasa. Hingga tak harus mengorbankan keutuhan NKRI. 

Kata Sandiaga yang sempat ditayangkan dalam bentuk video oleh Kompas 28 Juli 2023, "Saya sangat optimis bahwa rivalitas persaingan 2024 hanya sampai ke bulan Februari".

Yang lebih menggembirakan lagi adalah sikap ormas islam terbesar kedua Muhammadiyah. Saat memberi sambutan pada Rakernas Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Muhammadiyah di Makassar Kamis 27/72023.

Dikutip dari berbagai sumber Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, bahwa Muhammadiyah akan terus berusaha selaras dengan sistem pemerintahan manapun dan apapun, sepanjang adaptif terhadap kemajuan.

Ini berarti, dalam soal pemerintahan Muhammadiyah sama dengan NU. Tak lagi mempersoalkan tentang sistem. 

Berarti pula, bila ada calon yang berlaga di pemilu 2024 coba-coba mengusung isu agama apalagi khilafah, baik yang bertarung di legislatif mulai dari DPR RI hingga DPRD, maupun yang di eksekutif seperti presiden dan kepala daerah, akan ditolak oleh kedua ormas islam itu.

Karena luasnya wilayah hingga tak terpantau, bisa jadi ada segelintir caleg daerah yang membawa isu agama. Tapi menurut saya hanya terjadi di level regional, bukan nasional. 

Jadi tidak akan sampai mengganggu keutuhan bangsa dan negara. Semoga strategi pemilu 2024 yang dimainkan oleh caleg dan capres cawapres sejalan dengan sikap NU dan Muhammadiyah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun