Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menyimak Ajakan Kerjasama PDIP kepada Gerindra, PKB, dan Golkar

12 Juli 2023   08:08 Diperbarui: 12 Juli 2023   08:16 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ketua DPP PDIP Said Abdullah Ketika Diwawancarai Wartawan Soal Kerjasama PDIP Dengan Partai Lain. Sumber Foto Kompas.com

Dikutip dari berbagai sumber, dalam konteks pemilu 2024 PDIP buka peluang kerjasama dengan berbagai kekuatan partai politik. Khususnya Prabowo Gerindra, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin PKB dan Airlangga Hartarto Golkar. Lepas dari siapapun yang punya inisiatif, ini merupakan indikasi menuju pada kooptasi untuk meneruskan program Pak Jokowi. Juga hendak mengeroyok capres yang di usung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP.

Mari kita telisik. Dimulai dari pertanyaan, apa bentuk kerjasama dimaksud..? Kalau jawabannya jalan seiring untuk meraih suara terbanyak sebagai pemenang pileg 2024 tidak mungkin. Mengapa, karena hal ini sangat beresiko. Justru dapat menggerus suara salah satu pihak. Maka yang paling mudah ditebak adalah kerjasama dalam rangka suksesi pilpres.

Kalau benar soal pilpres, berarti harus start dari sekarang. PDIP perlu segera duduk bareng Gerindra, PKB dan Golkar. Merancang keputusan bersama tentang paket kandidat capres-cawapres yang akan didaftarkan ke KPU. Kalau masih menunggu nanti, pasca pileg 2024 misalnya, saya pastikan terlambat. Waktunya sudah habis dimakan rayap.

Hanya saja, kerjasama pilpres 2024 merupakan cita-cita yang sungguh sulit. Bahkan bisa saya katakan sebagai otopia. Merupakan khayalan sangat didambakan oleh kelompok politik karena memiliki idealisme dan kualitas sempurna. Ini namanya mimpi di siang bolong. Tak akan terjadi, kecuali salah satu pihak rela menurunkan ekspektasi. Atau jika ingin bersikap fatalis, ada campur tangan dari Yang Maha Kuasa.

Mengapa demikian, karena formasi capres dari masing-masing poros politik sudah terbentuk. Melihat kengototan PDIP, Gerindra dan KPP milik Nasdem, Demokrat dan PKS, rasanya tidak bisa lagi di ganti. PDIP final memajukan Ganjar Pranowo, Gerindra sudah baku ingin menjadikan Prabowo Subianto presiden dan KPP menyodorkan nama Anies Baswedan.

Maksa..? Malah lebih tak mungkin lagi. Masak ada dua bakal capres yang mau didaftarkan ikut pilpres. Pastinya KPU akan menolak. Karena bertentangan dengan regulasi. Lagipula, mana ada sich matahari kembar dalam satu kepemimpinan organisasi. Mengendalikan sebuah negara lagi. Bisa terjadi kalau itu di film atau sinetron. Yang biasanya ditonton oleh emak-emak. Sambil rujaan gosip tetangga kanan kiri.

Di posisi cawapres juga demikian. Tentu tak akan terjadi. Ganjar, Prabowo dan Anies sudah di plot sebagai bakal capres. Lalu diminta mengalah untuk turun pangkat sebagai bakal cawapres, pastilah mereka tak mau. Belum lagi gengsi partai. Masak PDIP dan Gerindra yang merupakan partai besar hanya dapat cawapres. Tarik Anies Baswedan sebagai cawapres Ganjar atau Prabowo, juga setali tiga uang.

Ganjar yang merupakan kader PDIP milik Megawati Soekarnoputri, beda idiologi dibanding Anies yang merupakan jagoan KPP. Ganjar pasti menolak Anies jadi tandem. Sebagai pendamping Prabowo Subianto..? Akan terganjal oleh tangan kuasa Cak Imin, yang kapan hari sudah diberi mandat oleh Prabowo untuk menentukan nama cawapres. Akankah Cak Imin memutuskan nama Anies..? Jawabannya tidak akan.

Melihat itu semua, saya perkirakan ajakan PDIP kepada Gerindra, PKB dan Golkar adalah buat kepentingan pasca pilpres 2024. Mengapa, karena selama ini, terutama dimasa pemerintahan Pak Jokowi, partai-partai tersebut memang sudah jadi kawan. Kalau itu dilanjutkan, tak perlu lagi repot-repot saling ajak atau lobby. Cukup diskusi kecil-kecilan menyusun komposisi kabinet, kelar urusan.

Maka sebenarnya, ajakan kerjasama oleh PDIP diatas merupakan sebuah strategi. Yang tujuannya tak lain buat meneruskan kebijakan Presiden Jokowi. Utamanya di bidang-bidang strategis macam larangan eksport bahan mentah tambang jenis tertentu, nasionalisasi minyak dan gas. Serta yang paling diutamakan untuk berlanjut ialah IKN. Semua kebijakan strategis itu tak boleh mandeg.

Lalu siapa kandidat bakal capres yang paling bisa diajak berkongsi agar tidak mandeg..? Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo jawabannya. Caranya, saat putaran pertama, keduanya akan musuhan. Saling kuat-kuatan cari suara untuk jadi yang terbanyak. Jika hasil putaran pertama menempatkan Prabowo dan Ganjar ranking 1-2, maka selesai masalah. Jokowi dan PDIP bisa santai.

Tapi kalau hanya salah satu diantara mereka, maka saat putaran kedua baik Prabowo maupun Ganjar Pranowo akan saling bantu melawan Anies. Entah Prabowo atau Ganjar yang lolos putaran kedua, akan mengajak pemilihnya gabung jadi satu. Lalu melimpahkan suara yang ada di ranking tiga saat putaran pertama, untuk ditambahkan pada suara salah satu diantara Prabowo atau Ganjar ketika masuk putaran kedua. Tujuannya, Anies KPP kalah.

Kelak pasca pilpres 2024, strategi macam tersebut menjadikan Gerindra PKB sebagai anggota KKIR, lalu Golkar dan juga nanti PPP serta PAN akan jadi satu lagi bersama PDIP. Demikianlah yang saya pikirkan tentang ajakan kerjasama oleh PDIP kepada partai politik selain Nasdem, Demokrat dan PKS yang merupakan anggota KPP.

Itu pula yang mendasari, mengapa niat PDIP ajak kerjasama beberapa parpol diatas saya sebut untuk tujuan mengeroyok Anies Baswedan. Dan jika sukses besar alias menang pilpres, baik dengan cara langsung leading menempatkan Prabowo VS Ganjar bersaing di putaran pertama, atau salah satu diantaranya perlu tarung lagi lawan Anies pada putaran kedua, berarti strategi PDIP, dalam hal ini Pak Jokowi, berhasil sangat sempurna.

Nantinya, komposisi kabinet tetap seperti sekarang ini. Meskipun bisa jadi ada perubahan personil. Namun asal muasal menteri yang di dudukkan pada posisi masing-masing jabatan, di isi oleh kader PDIP, Gerindra, PKB, Golkar, PPP dan PAN. Dan Pak Jokowi, yang ketika itu tiba saatnya nanti sudah jadi mantan presiden, akan tersenyum duduk manis menikmati pensiun.

Beliau tak perlu khawatir ada proyek mangkrak, macam Hambalang peninggalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara yang juga di untungkan dari strategi kerjasama “multi partai” diatas, adalah Gerindra dan PDIP. Entah siapapun yang menang pilpres 2024, apakah Prabowo atau Ganjar, kedua partai ini tetap bisa pegang kuasa di pemerintahan. Juga Golkar, PKB, PPP dan PAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun