Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tak Juga Bersikap, Ganjar Ditinggal Pendukung

10 Februari 2023   07:43 Diperbarui: 10 Februari 2023   07:48 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo, Sumber Foto Serambinews.com

Dalam konteks pilpres 2024, sejak awal saya tekankan betapa pentingnya para calon kandidat untuk terlebih dahulu mendekati partai politik atau parpol sebelum melakukan aktifitas lain. Ibarat hendak bepergian, partai politik adalah kendaraan. Yang harus tersedia lebih dulu ketika merencanakan sebuah perjalanan. Lha bagaimana akan sampai ke tujuan, kalau tak punya kendaraan. Ya tak bisa Mas Brow.

Ini sekaligus sebagai penegasan, bahwa lahirnya seorang presiden di Indonesia harus melalui proses awal kekuatan partai politik. Bukan ormas, rakyat, tokoh masyarakat atau pihak berpengaruh lainnya. Karena sudah merupakan regulasi yang wajib di ikuti sebagai aturan main, mau tidak mau ya wajib diterima. Oleh siapapun yang berminat nyapres atau myawapres.

Contoh kasus terbaru betapa kuat pengaruh partai politik adalah apa yang terjadi pada Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah, kader tulen PDIP dan di capreskan oleh rakyat, ternyata menemui masalah-masalah sangat serius. Dikatakan demikian, karena rakyat yang mengusung Ganjar “lupa” eksistensi partai politik. Dalam hal ini, tentu yang dilupakan PDIP.

Ya benar. Rakyat pengusung Ganjar terlalu kesusu mendorong yang bersangkutan untuk branding kemana-mana. Dikiranya, kalau rakyat yang bicara, parpol tinggal meng-amin-kan. Itu harapannya. Namun faktanya kebalik. Sebagai parpol, PDIP malah mengeras. Partai ini tak mau kompromi. Lepas dari soal konsekuensi yang akan diterima nanti saat pemilu legislatif 2024, yang jelas PDIP ogah disetir oleh kemauan rakyat.

Memang ada partai yang bernama PSI menyambut penuh antusias pencapresan Ganjar oleh rakyat. Partai ini bahkan sedari awal sudah melakukan deklarasi. Namun apa hendak dikata. PSI tak cukup syarat. Jangankan bicara persentase minimal syarat presidential threshold macam PPP atau PAN. Soal kursi di parlemen meski hanya sebiji saja, PSI tak punya.

Sementara itu, Ganjar sendiri saya lihat setengah hati. Kurang punya keberanian mengambil sikap belok arah. Ketika pencapresannya dihadang oleh tembok tebal di pintu masuk PDIP. Kalau ukurannya karena alasan komitmen dan kesetiaan pada partai, ya bagus juga. Cuma ketika dihadapkan pada kepentingan rakyat, eksistensi partai saya kira perlu di pinggirkan. Sebab rakyatlah yang utama. Bukan partai.

Akibatnya, Ganjar Pranowo ditinggal oleh salah satu elemen pendukungnya. Yaitu GP Mania. Sekedar info, GP Mania lahir dari Rahim JoMan atau Jokowi Mania. Ketuanya bernama Immanuel Ebenezer. JoMan merupakan salah satu elemen yang sukses mengantarkan Jokowi menang rebutan vox pop pada pilpres 2014 dan 2019. Rencananya, pada pilpres 2024 JoMan akan mendukung Ganjar. Maka itu, namanya bertransformasi menjadi GP Mania.

Tunggu punya tunggu, tak ada kejelasan tentang status Ganjar yang didapat oleh GP Mania. Sebagaimana tadi, PDIP kukuh tak juga memberi kepastian. Sementara Ganjar diliputi kegalauan. Repot memilih antara ikut aspirasi rakyat atau komitmen dan setia pada PDIP. Mungkin GP mania merasa jenuh juga menanti kabar tak pasti. Akibatnya, daripada terkatung-katung, lebih baik cabut lebih dulu.

Kalau melihat alasan GP mania cabut dari Ganjar, rasa-rasanya logis juga ya. Disarikan dari berbagai sumber, berikut lima sebab yang sempat saya rangkum. Pertama, Ganjar dianggap bukan sosok yang tepat untuk melanjutkan kepemimpinan Jokowi. Kedua, tak ada kepastian dari partai, apakah Ganjar akan di usung sebagai capres atau tidak.

Ketiga, Ganjar dinilai tak punya kemampuan meyakinkan rakyat, para pendukung dan partai untuk ditetapkan menjadi capres pada pilpres 2024. Keempat, Ganjar juga tak punya nilai lebih dalam hal gagasan dan program membangun Indonesia agar lebih maju kedepan. Kelima, Ganjar ternyata dilihat oleh elit GP Mania punya tampilan kepribadian yang berbeda saat muncul di depan publik dan media sosial, dibanding kehidupan riil sehari-hari.

Seorang peneliti dari Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menyampaikan dugaan. Bahwa cabutnya GP Mania juga merupakan gambaran terbaru dari sikap Jokowi. Yang awalnya kuat, kini jadi melemah dukungannya pada Ganjar. “Presiden Joko Widodo perlahan-lahan mulai mengendurkan ikhtiar politik untuk mendukung Ganjar..”. Demikian pernyataan Bawono sebagaimana saya kutip dari Kompas.com 09 Pebruari 2023.

Lalu bagaimana nasib Ganjar selanjutnya, mari kita ikuti saja proses politik yang tengah berlangsung. Namun lepas dari itu, hidup di dunia politik memang butuh kepastian. Dalam politik tak ada ruang abu-abu. Semuanya harus jelas sejak awal. Hendak jadi kawan atau lawan. Mau pilih kawan mari segera merapat. Berada di posisi lawan, siap-siaplah untuk bertarung.

Ganjar ternyata kurang punya “nyali” memutuskan hal tersebut. Tak salah memang. Karena itu pilihan yang dijamin oleh undang-undang. Tak salah juga kalau hal demikian merupakan sebuah strategi. Yang tujuannya untuk melihat peta. Untuk kemudian merumuskan langkah-langkah pemenangan. Tapi ya harus transparan dan dibicarakan dalam forum terbatas para relawan. Termasuk di lingkungan GP Mania.

GP Mania punya pandangan, sikap Ganjar yang tak kunjung kasih kepastian bukan strategi. Tapi memang senyatanya punya kepribadian begitu. Padahal, salah satu modal agar sukses jadi presiden adalah ketegasan sikap dan berani mengambil resiko. Sebagaimana ditunjukkan oleh Jokowi selama hampir dua periode memimpin Indonesia. Makanya tak salah, kalau GP Mania menganggap Ganjar tak layak jadi penerus Jokowi.

Lalu kemana arah dukungan GP Mania setelah lepas dari Ganjar..? Mungkinkah ke Anies Baswedan..? Saya kira agak sulit. Masalahnya, disamping beda pandangan, kondisi Anies sama dengan Ganjar. Tak punya kepastian soal partai pengusung. Meskipun sudah ada dukungan dari Nasdem, Demokrat dan PKS, persoalan krusial tentang cawapres yang menggelayut di ketiga partai, hingga kini tak juga tuntas. Pencapresan Anies berpotensi besar gagal.

Bagaimana dengan pengalihan dukungan ke Prabowo..? Immanuel Ebenezer memberi pertimbangan kuat kepada capres dari Partai Gerindra ini. Kata Immanuel, “Prabowo adalah sosok yang berintegritas dan punya totalitas” (Liputan6.com, 09 Pebruari 2023). Kalau benar, maka Prabowo ibarat mendapat durian runtuh. Sebab bisa jadi, perpindahan haluan GP Mania juga akan di ikuti oleh guyuran dukungan dari elemen pendukung Jokowi yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun