Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ego dan Standard Ganda Partai Nasdem

3 Januari 2023   08:47 Diperbarui: 3 Januari 2023   08:59 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikutip dari tayangan Kompas.com, 02/01/2023, Willy Aditya sebagai salah seorang Ketua DPP Partai Nasdem mempersilahkan PKS dan Demokrat untuk mendeklarasikan diri sebagai bagian dari Koalisi Perubahan. Masalahnya, koalisi ini harus melibatkan Partai Nasdem. Pertanyaannya, mengapa Willy tak mengajak untuk Deklarasi bersama..? Bertiga sekaligus Nasdem, Demokrat dan PKS..?

Kesannya kok tak kompak gitu. Seakan-akan ada garis demarkasi yang membelah diantara ketiga partai politik tersebut. Nasdem disebelah sini. Sedang Demokrat-PKS disebelah sana. Apakah Nasdem mulai pesimis terhadap Koalisi Perubahan..? Tak lagi berharap besar untuk jalan terus. Atau sudah realistis..? Menyadari bahwa eksistensi Demokrat-PKS amat-amat penting.

Kondisi itu yang saya tangkap dari anjuran Willy Aditya. Memberi ruang kebebasan buat Demokrat dan PKS. Cuma, ketika menyimak komentar Willy berikutnya, saya agak mengernyitkan dahi. Mengapa, karena menunjukkan sikap ego dan standard ganda Nasdem. Satu sisi bertindak sebagai “penguasa”. Pada sisi lain, menciptakan parameter yang tidak sama terhadap perjalanan koalisi.

Masih merupakan analisa saya dari sumber yang sama, walau kasih kebebasan Willy Aditya ternyata juga mendikte Demokrat dan PKS. Soal pendamping Pak Anies sebagai cawapres, Nasdem ingin ditentukan lewat diskusi secara bersama-sama. Jelasnya Willy berkata, “Tapi keputusan akhir nanti bisa kita rembuk bersama yang mendampingi Mas Anies” (Kompas.com, 02/01/2023).

Mengapa harus demikian..? Menurut Willy kita wajib belajar dari perjalanan sejarah. Dimana wapres sering di posisikan hanya sebagai penggunting pita atau ban serep. Maka agar tidak lagi diperlakukan begitu, penting bagi capres-cawapres agar diciptakan secara dwi tunggal. Juga betul-betul pakai kalkulasi mendetail. Lewat variabel yang telah disepakati bersama-sama oleh Nasdem, Demokrat PKS.

Pertanyaannya sekarang..? Mengapa Willy yang merupakan elit Nasdem baru sekarang bicara seperti itu..? Kemana dulu saat hendak putuskan Anies Baswedan sebagai capres, kok tidak menggariskan soal “kita rembuk bersama”..? Faktanya, ketika deklarasikan Anies, Nasdem terlihat jalan sendiri. Inilah yang saya maksud tadi ego Partai Nasdem.

Yang membuat saya mengernyitkan dahi lebih dalam, Nasdem bisa-bisanya menciptakan standard ganda. Pakai ukuran berbeda terhadap Demokrat dan PKS ketika berproses dalam rencana perjalanan Koalisi. Jika dianggap menguntungkan, kelihatan Nasdem jalan sendiri. Namun jika dirasa merugikan, barulah Demokrat PKS diberi garis harus terlebih dulu bicara sama Nasdem.

Saat ini, setelah sukses “mencaplok” Anies, Nasdem sangat gencar sekali bicara soal kesetaraan. Ahmad Ali, salah satu Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, berharap supaya koalisi dibangun atas dasar prinsip kesetaraan. Masing-masing parpol tidak boleh saling memaksakan kehendak. Apalagi sampai muncul kesan mengunci dukungan.

Yang saya heran, ditengah dorongan prinsip-prinsip tersebut Nasdem justru berharap cawapres Anies bukan dari kalangan parpol. Yang dilirik Nasdem adalah mantan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Sebuah keinginan yang sama sekali ada diluar bayangan Demokrat-PKS. Lalu dimana penerapan prinsip kesetaraan, tak boleh paksakan kehendak dan kunci dukungan yang di gembar-gemborkan oleh Nasdem..?

Anda tentu ingat pepatah “Menepuk Air di Dulang Terpercik Muka Sendiri”. Artinya, melakukan suatu pekerjaan tanpa dipikir akibatnya bisa kena diri sendiri. Ya itulah yang dilakukan Nasdem saat ini. Kasih tata nilai tentang kewajiban koalisi yang harus dijalankan oleh Demokrat dan PKS, tapi Nasdem malah ingkar. Ibaratnya, Nasdem hanya pandai merangkai kata. Tapi tak mampu berbuat nyata.

Tapi saya salut atas sikap Demokrat dan PKS terhadap perlakuan Nasdem yang terkesan tak menghargai. Mungkin kedua partai ini paham. Bahwa Nasdem sedang menjalankan politik “menange dewe”. Tak ingin kecolongan, Demokrat PKS balas lakukan kuncian. Pasca pencapresan Anies, kini mereka ogah di setir parpol milik Surya Paloh itu.

Soal Deklarasi yang di inginkan oleh Nasdem, Demokrat ajukan syarat cukup berat. Adalah Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang kasih penegasan. Bahwa Demokrat akan lakukan deklarasi jika sudah ada paket capres-cawapres. Dan yang di inginkan Demokrat sebagai cawapres adalah Sang Ketum Agus Harimurti Yudhoyono.

PKS juga tak mau kalah. Tuntut hal serupa. Dimaklumi, Partai Nasdem sudah dapat yang lebih strategis. Yakni capres Anies Baswedan. Maka agar ada posisi saling setara, jangan menang sendiri dan tak paksakan kehendak sebagaimana di maksud Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali, PKS ingin ambil posisi cawapres. Yang di sodorkan adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

Itulah balasan dua partai politik calon teman koalisi Partai Nasdem. Hendaknya beberapa gejala tersebut dijadikan pelajaran sangat berharga oleh Surya Paloh dan kawan-kawan. Jika tidak, jangan harap Anies beroleh tiket daftar capres ke KPU. Tapi kalau sekedar bacapres yang kerjanya cuma nonton di pinggir lapangan saat kandidat lain terung rebutan vox pop, ya tak apalah.

Terlebih, PKS nampaknya betul-betul kapok melihat perlakuan Nasdem. Buktinya, kini kasih syarat satu lagi buat deklarasi. Sebelumnya tunggu hasil keputusan Dewan Syuro. Kini ada tamabahan masih pertimbangkan capres yang akan di usung oleh PDIP. Demikian kata Juru Bicara PKS M. Kholid (Kompas.com, 02/01/2023).

Pelajaran penting. Dalam politik tak ada kawan sejati. Kecuali kepentingan abadi. Punya kawan 1000 masih kurang. Temukan musuh 1 orang saja, sudah terlalu banyak. Ini berlaku bagi semua partai. Baik yang masuk kategori besar maupun kecil. Apalagi terhadap Nasdem. Yang dalam konteks pencapresan butuh kawan. Jangan mentang-mentang sudah dapat Anies, lalu anggap Demokrat dan PKS bagai kerbau di cocok hidung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun