Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Terbuka untuk Capres Ganjar Pranowo

7 Desember 2022   08:32 Diperbarui: 27 Desember 2022   17:37 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres Ganjar Pranowo, Sumber Foto CNN Indonesia

Assalamualaikum Pak Ganjar. Pertama-tama, saya doakan Pak Ganjar sehat selalu. Agar tak menemui halangan saat turun blusukan ke bawah melayani kepentingan rakyat. Khususnya warga Jawa Tengah. Kedua, saya doakan juga Pak Ganjar diberi jalan politik terbaik oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Mengapa, karena kalau sudah Tuhan yang kasih jalan, maka siapapun manusianya, sebesar apapun kuasanya dan sehebat apapun kekuatannya, tak kan ada yang bisa menghalangi langkah Pak Ganjar.

Dalam surat terbuka ini saya sekedar ingin mengeluarkan uneg-uneg. Saya awali dengan pertanyaan. Apakah Pak Ganjar dapat menebak dengan pasti bagaimana nasib ke depan..? Yakin saya, Pak Ganjar agak sulit menjawabnya. Mengapa, karena kondisi hidup kita sebagai manusia termasuk Pak Ganjar, tidak ditentukan secara an sich. Ada campur tangan Tuhan didalamnya.

Kalau demikian, untuk apa lagi kita masih harus berusaha jika ketentuan hidup sudah diatur oleh Tuhan..? Jawabnya tentu tak bisa di forum ini. Sebab bukan soal itu tujuan saya berkirim surat. Disini saya hanya ingin menggugah. Kira-kira bagaimana Pak Ganjar menyikapi fenomena tingginya elektabilitas Bapak. Terutama yang ada hubungannya dengan rebutan vox pop di pilpres 2024.

Maaf tak bermaksud menggurui. Selaku makhluk, Pak Ganjar tak mungkin bisa menghindar dari nasib. Karena memang ada dalam koridor otoritas Tuhan. Tapi sebagai politisi yang bernaung di bawah bendera PDIP, Pak Ganjar tentu bisa memilih. Antara ikut otoritas Ibu Megawati, atau bagaimana..? Jawab Bapak atas pertanyaan itu akan menjadi gambaran  kepastian bagi kita. Bapak siap merespon kehendak rakyat, atau tetap di posisi kader seperti sekarang.

Ijinkan saya berbelok sedikit Bapak. Saat masih belajar, saya teringat pendapat Imam Al-Ghozali tentang ikhtiar dan takdir Tuhan untuk manusia. Mana yang harus jadi prioritas..? Mendahulukan usaha atau langsung pasrah terima nasib..? Bagaimana kita menyikapi keduanya, yang seakan-akan bertentangan itu.? Mengapa ini harus ditanya, karena ikhtiar dan takdir merupakan dua hal yang tidak terhindarkan. Sama-sama melekat pada diri manusia. Masalahnya adalah, bagaimana kita menyikapi keduanya.

Bagi Al-Ghozali, yang wajib didahulukan adalah ikhtiar. Yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh, mengeluarkan segala daya upaya, kemampuan dan potensi untuk menyelesaikan masalah yang ada didepan kita. Karena dihukumi wajib, maka jika ada manusia yang hanya diam saja, pasrah bongkokan tak mau berusaha, ya dianggap berdosa. Kecuali ada udzur yang bisa di tolerir.

Baru setelah usaha dilakukan, langkah berikutnya adalah menerima nasib. Istilah lainnya adalah tawakkal. Yaitu berserah diri sepenuhnya atas segala yang akan diputuskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Langsung diberi kesuksesan bersamaan dengan dilakukannya usaha, ya syukur. Ditunda kelain waktu, ya diterima. Apapun pilihan Tuhan, pasti baik bagi kita.

Naah, dalam konteks tersebut saya tergerak tulis surat ini. Sesuai dengan fenomena yang sedang terjadi pada diri Pak Ganjar. Dimana saat ini, Bapak lagi didatangi oleh kehendak masyarakat untuk nyapres jadi pengganti Pak Jokowi. Indikatornya, elektabilitas Bapak yang selalu nangkring di puncak klasemen. Mengalahkan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Sekali lagi mohon maaf Bapak. Kalau mengacu pada pendapat Al-Ghozali di atas, apalagi sebagai seorang muslim yang taat dan dari jalur Bu Ganjar punya latar belakang pesantren, mau tak mau terlebih dulu Bapak wajib melakukan usaha memilih. Hendak putuskan terima fakta elektabilitas, atau mengingkari..? Baru setelah putuskan pilih yang mana, Bapak bisa pasrah kepada Tuhan Yang Maha Menentukan.

Dilematis memang bagi Bapak. Terlebih jika menengok fakta sejarah. Disarikan dari tayangan DetikNews 06/12/2022, eksistensi Bapak dari awal, sejak masih belajar politik, merintis karir selaku politisi, terlibat dalam kegiatan PDIP, hingga menjadi anggota DPR RI dan sekarang menjabat sebagai Gubernur Jateng periode kedua, semuanya tak bisa lepas dari fasilitas PDIP dan terutama ikatan emosional dengan keluarga Bu Mega.

Konon sebelumnya, ternyata Bapak sudah bergabung dengan barisan banteng sejak masih berstatus mahasiswa tahun 1992. Namanya masih PDI, bukan PDIP. Logonya cuma kepala banteng kurus. Kalau sekarang tambah moncong putih. Lebih gemuk lagi. Elit pengurus yang dominan sering ditemui oleh Bapak ketika itu adalah Pak Suryadi dan Pak Kwik Kian Gie.

Tahun 1999, Bapak merantau ke Jakarta. Dalam status bukan siapa-siapa. Di tahun itu, PDI sudah bertransformasi menjadi PDIP. Ketumnya Ibu Megawati. Tempat nongkrong favorit Bapak yang tak bisa dilupakan hingga kini adalah di dapurnya Ibu Ketum. Terutama saat sore hari. Di dapur itulah bapak banyak menerima manfaat yang luar biasa. Yang kemudian menjadi bekal bagi Bapak untuk kemudian berkembang hingga jadi tokoh nasional ternama seperti sekarang.

Itulah takdir yang tak disangka-sangka. Dan tahukah Bapak, bahwa takdir yang pada akhirnya membawa kesuksesan luar biasa, dulunya dipilih oleh Bapak berdasar ikhtiar sebagaimana dimaksud oleh Imam Al-Ghozali. Untuk bisa maju, Bapak berusaha keras aktif di PDI dibawah “asuhan” Pak Suryadi dan Pak Kwik. Lalu ketika berubah jadi PDIP, Bapak tetap semangat berupaya ada disamping Ibu Megawati.

Coba andai dulu Bapak bersikap sebaliknya. Memilih pasrah. Diam saja tunggu kenyataan atau terima bongkokan. Apakah nasib Bapak akan seperti sekarang..? Punya derajat cukup tinggi. Bukan hanya dimata keluarga dan kolega. Namun juga dihadapan rakyat se antero Nusantara. Sebuah berkah dari Tuhan. Yang bisa jadi tak pernah Bapak bayangkan sebelumnya.

Berdasar fakta sejarah perjalanan hingga saat ini, yang saya salut dari Bapak adalah komitmen terhadap tugas dan tanggung jawab. Bapak punya kekuatan yang sungguh luar biasa dalam menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyat. Ini tentu merupakan satu nilai yang amat mahal dan berharga tinggi. Yang pastinya, harus bisa mengalahkan ikatan kelembagaan. Apalagi cuma faktor emosional.

Pak Ganjar. Takdir Bapak sudah ditentukan oleh Tuhan. Tertulis di lauhul mahfudz, bahkan jauh sebelum Bapak lahir ke dunia ini. Sebagai penutup, saya cuma ingin tanya. Siapakah gerangan yang menggerakkan hati nurani para pemberi jawaban survei, ketika ditanya “Hendak pilih siapa kalau pilpres diadakan hari ini..? Sebagai mukmin yang beriman kuat, saya yakin Bapak sudah tahu siapa gerangan penggeraknya.

Ingat Bapak, apa yang disampaikan oleh Imam Al-Ghozali di atas, bukan pendapat kaleng-kaleng. Kapasitas beliau sebagai ulama besar diakui oleh siapapun. Apalagi, riyadhoh dan kedekatannya dihadapan Tuhan, sungguh menjadi inspirasi bagi beliau dalam menterjemahkan apa yang disebut sebagai ikhtiar dan takdir manusia. Yang bisa Bapak gunakan sebagai dasar menentukan sikap.

Terakhir. Saya harap Bapak bisa tetap melangkah dengan gagah, mantap dan tanpa ragu sedikitpun. Saya yakin, Tuhan akan senantiasa bersama Bapak. Apapun sikap dan pilihan Bapak. Kalau sudah didampingi Tuhan, lalu apalagi yang Bapak risaukan. Demikian surat terbuka ini. Mohon maaf kalau lancang dan ada salah kata. Wassalamualaikum….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun