Apalagi Anies Baswedan. Capres milik Surya Paloh dari Partai Nasdem. Pertimbangan mengapa Anies tak masuk hitungan Jokowi setidaknya ada dalam dua sebab. Pertama, bisa karena faktor kinerja. Dalam pandangan Jokowi, Anies dianggap kurang mampu eksyen. Parameternya, Anies diganti sebagai Menteri Pendidikan jauh sebelum masa jabatan berakhir.
Kedua, bisa juga karena Anies dipersepsikan kurang tegas saat menghadapi ulah pendukungnya. Yang sering menggunakan isu agama demi memenangkan pertarungan sebagai gubernur DKI Jakarta. Padahal kalau mau, ketika itu bisa saja Anies mencegah hal tersebut lewat berbagai cara. Ini tentu berkaitan dengan komitmen Jokowi untuk menghidari politik identitas. Terutama pada perhelatan pilpres 2024.
Meski kapan hari Litbang Kompas keluarkan hasil survei hanya sekitar 15.1 persen warga pilih capres yang didukung Presiden Jokowi, namun tetap saja saat berlangsung pilpres beliau masih pegang kekuasaan. Yang tak mungkin bisa dibantah, juga merupakan celah potensial jika digunakan sebagai back-up dukungan terhadap kandidat tertentu. Ya tentu dengan cara yang tak melanggar undang-undang.
Apalagi melihat angka yang hingga mencapai 15.1 persen. Bagaimanapun juga, merupakan modal berharga dan luar biasa. Terlebih jika sampai terjadi persaingan ketat, nominal 15.1% sangat-sangat dibutuhkan. Dalam politik, jangankan mengantongi suara hingga belasan persen. Satu persen saja sudah potensial. Mengulang kutipan pepatah politik dari Tiongkok oleh Prabowo kapan hari, “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”.
Maka melihat potensi Jokowi yang dapat membawa suara hingga 15.1 persen, pastilah membuat kandidat capres-cawapres ngiler. Sehingga tak bisa disalahkan juga, kalau ada beberapa diantaranya, sangat berharap di support oleh beliau. Meski cuma berupa simbol atau sinyal. Mengapa, karena baik simbol maupun sinyal ibarat restu tak kasat mata. Yang dengan mudah bisa dibaca. Terutama oleh para pendukung atau Relawan Jokowi.
Anda masih ingat laporan beberapa media soal “Jokowi Enggan Pelukan Sama Paloh”? Nahh, itu ada dalam koridor di atas. Bahwa orang butuh dukungan Jokowi tak perlu terang-terangan. Cukup pakai simbol, selesai urusan. Mungkin dengan cara main peluk, Paloh berharap ada kesan hubungan dengan presiden baik-baik saja. Meski sudah capreskan Anies Baswedan. Yang juga bisa diartikan Jokowi tak keberatan. Naah, Jokowi paham itu. Makanya beliau tak mau dipeluk oleh Paloh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H