Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

The Rising Star Anwar Ibrahim dan Prabowo Subianto

25 November 2022   07:56 Diperbarui: 25 November 2022   07:59 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, setelah ditunjuk oleh Raja karena parlemen tak bisa ambil keputusan, Perdana Menteri Malaysia jatuh ke tangan Anwar Ibrahim. Seorang politisi senior. Punya pengalaman politik penuh gejolak. Pernah masuk penjara. Serta harus menapaki perjalanan waktu sangat panjang untuk sampai pada karir politik tertinggi di negeri tempat Upin Ipin tinggal.

Di Indonesia, pada 2024 nanti akan diselenggarakan pilpres. Saat ini, riak dan gejolaknya sudah terasa. Salah satu kandidat kuat disamping Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, adalah Prabowo Subianto. Ketua Umum Partai Gerindra. Saya melihat, meski dibidang berbeda, terdapat kemiripan perjalanan karir antara Prabowo dengan Anwar Ibrahim.

Kemiripan tersebut terlihat dari fakta-fakta berikut ini. Pertama, dari segi pengalaman di pemerintahan. Baik Anwar Ibrahim maupun Prabowo Subianto, sama-sama pernah duduk sebagai pejabat eksekutif. Salah satunya, Anwar jadi Wakil Perdana Menteri pada tahun 1993. Sementara Prabowo, saat ini merupakan Menteri Pertahanan. Hanya saja, Anwar bukan seorang militer. Sementara Prabowo mantan Danjen Kopasus.

Kedua dari segi apresiasi. Oleh beberapa tokoh di Malaysia dan Indonesia, saat masih muda Anwar-Prabowo beroleh gelar The Rising Star. Gelar ini didapat Anwar saat berusi 46 tahun. Tergolong yunior untuk ukuran seorang pejabat tinggi ketika itu. Sehingga, Anwar dipandang punya masa depan cerah. Untuk kelak dikemudian hari "naik pangkat" duduk sebagai Perdana Manteri.

Dibidang militer, karir Prabowo sangat moncer. Lepas dari faktor apakah ada campur tangan sang mertua Pak Harto yang pada masa itu punya kuasa besar, tahun 1996 sudah punya posisi Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus. Hebatnya lagi, dan ini yang membuatnya layak dapat gelar Rising Star, hanya diusia 47 tahun dipundaknya sudah nangkring tiga bintang alias Letnan Jenderal.

Ketiga, dari sisi proses. Untuk bisa sampai pada jabatan Perdana Menteri seperti sekarang ini, Anwar Ibrahim memerlukan waktu hingga puluhan tahun. Tak terpaut jauh jika nanti insyaAllah Prabowo menang pilpres tahun 2024. Terhitung sejak ikut kontestasi pada 2009 sebagai cawapres, lalu capres di 2014 dan 2019, waktu yang dibutuhkan Prabowo sekitar belasan tahun.

Proses hampir mirip juga dialami oleh keduanya ketika menakhodai partai. Awalnya, Anwar bergabung ke partai penguasa bernama UMNO. Akibat berseteru dengan Mahathir Muhammad, Anwar harus merasakan dinginnya tidur dipenjara. Pasca bebas, Anwar pilih menjadi pimpinan oposisi. Yang awalnya lemah, ditangan Anwar oposisi menjelma jadi kekuatan yang diperhitungkan.

Saat ini, partai Gerindra ditangan Prabowo tergolong parpol yang sangat diperhitungkan pula. Jika menilik awal mula didirikan, siapa sangka bisa jadi demikian. Sudah dibentuk pada kondisi mendesak, bahkan salah satu pendirinya bernama Fadli Zon ketika itu merasa pesimis, Gerindra ternyata dapat berkembang. Malah sangat pesat. Menjadi pesaing utama PDIP dan Golkar yang memang sudah eksis puluhan tahun.

Keempat dari segi tantangan. Meski beda penyebab, Anwar-Prabowo sering alami kegagalan. Pada 1993 Anwar sebenarnya di plot sebagai pengganti Mahathir. Namun urung terjadi. Tahun 2013 Pakatan Rakyat yang dia pimpin menang suara terbanyak. Tapi kalah jumlah kursi dibanding Barisan Nasional pimpinan Najib Razak. Tahun 2015, lagi-lagi karirnya terhambat karena masuk penjara kali kedua.

Prabowo Subianto alami halangan serupa. Ikut kontestasi pilpres pada 2009 sebagai cawapres Megawati, pasangan ini kalah dari duet capres cawapres SBY-Budiono. Tahun 2014, saat jadi capres dan ambil cawapres Hatta Rajasa, harus akui keunggulan pasangan Jokowi-JK. Lalu di pilpres 2019 nyapres lagi bareng cawapres Sandiaga Uno. Lagi-lagi kalah dari pasangan Jokowi-Makruf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun