Alhamdulilah, kita sebagai rakyat Indonesia patut bersyukur dan bangga. Pelaksanaan Presidensi G20 di Bali sukses besar. Salah satu yang dihasilkan adalah Leaders Declaration atau Deklarasi Pimpinan. Biasa juga disebut dengan istilah Komunike. Hasil lainnya, berupa Concrete Deliverable. Yang berisi daftar berbagai proyek kerjasama negara anggota G20 dan para undangan.
Apa isi detail Komunike dan daftar berbagai proyek, tak tahulah saya. Karena saya bukan peserta. Saya hanya seorang “penglihat”. Biarlah soal itu jadi urusan para pejabat pemerintah dan pelbagai pihak yang turut diundang. Cuma yang menarik dari amatan saya adalah, upaya Presiden Jokowi ajak pemimpin negara-negara anggota G20 untuk jalan-jalan ke hutan mangrove.
Kompas.com tayangan edisi 16/11/2022 meneropong jalan-jalan tersebut dengan judul “Diplomasi Mangrove ala Jokowi pada Hari Kedua KTT G20”. Ketemu kata “diplomasi”, saya jadi teringat Diplomasi Sebatang Rokok Presiden Soekarno. Terjadi saat berkunjung ke negara Kuba ketemu Presiden Fidel Castro, pada bulan Mei tahun 1960.
Sigit Aris Prasetyo, dalam bukunya berjudul “Dunia Dalam Genggaman Bung Karno”, menulis bahwa Castro menawarkan cerutu khas Kuba kepada Bung Karno. Namun presiden pertama kita itu justru mengeluarkan jenis rokok lain. Hasil produksi perusahaan Inggris. Sebuah negara eropa, yang kala itu merupakan musuh bersama negara berkembang, termasuk Kuba. Karena dianggap sebagai penjajah atau imperialis.
Tentu saja Castro kaget. Dikiranya bangsa Indonesia telah “berdamai” dengan negara musuh. Lalu tanya, “mengapa anda hisap rokok buatan negara imperialis..?”. Bung Karno menjawab singkat namun penuh canda. Kata beliau, “kaum imperialis dan kapitalis itu kan harus dihisap jadi asap dan debu”. Lalu kedua presiden-pun tertawa.
Dalam telaah saya, apa yang disampaikan Bung Karno pada Castro bukan asal jawab. Anda tahu, Bung Karno merupakan tokoh politik yang sangat cerdas. Kemampuan membaca situasi, memilih kata atau kalimat, untuk kemudian dijadikan bahan diplomasi, begitu piawai. Maka tak heran, jika beliau sungguh dikenal oleh negara-negara dunia ketiga. Dan disegani negara adikuasa macam Amerika dan Soviet ketika itu.
Jawaban Bung Karno atas pertanyaan Castro, pastilah menyiratkan satu maksud. Mengandung ajaran filosofi politik luar negeri sangat mendalam. Apa itu..? Bahwa keberadaan kaum penjajah dimuka bumi harus dihapuskan. Demi keamanan dan perdamaian dunia. Castro sebagai presiden Kuba, yang tentu saja punya feeling kuat menangkap sindiran diplomasi, paham maksud Bung Karno. Makanya langsung ketawa tanda setuju.
Naahh, pesan serupa demikian yang ingin disampaikan oleh Jokowi lewat “Diplomasi Mangrove”. Maksud sebenarnya, Presiden hendak memberitahu tentang keamanan negara. Nampaknya, untuk menunjukkan betapa kondusifnya negara Indonesia, Jokowi adopsi strategi diplomasi Bung Karno. Bukan lagi pakai retorika, tapi langsung praktek. Bung Karno sulut rokok buatan Inggris. Pak Jokowi ajak pemimpin negara G20 keliling ditengah hutan mangrove. Tanpa ada rasa khawatir sedikitpun.
Padahal, dari segi keamanan sangat riskan sekali. Sungguh berbahaya dan penuh resiko. Bayangkan, beberapa kepala negara berpengaruh didunia, jalan bersama ditengah hutan mangrove. Tanpa pengawalan melekat lagi. Masih bisa enjoy dan tenang-tenang menikmati suasana. Jangankan menemukan halangan sebuah teror. Bahkan, “seekor” nyamukpun tak mampu menyentuh rombongan tersebut.
Kalau terjadi dinegara yang tak memiliki pasukan pengamanan sangat kuat macam Indonesia, mustahil bisa berlangsung itu acara. Yang pasti, membaca sodoran agenda acara yang diterima sebelumnya, bahwa ada kegiatan mengunjungi hutan mangrove demikian rupa, pasti sudah ditolak mentah-mentah oleh pihak protokoler masing-masing negara G20. Terutama oleh Amerika yang terkenal ketat dan bawel soal keamanan saat presidennya lawatan kenegara asing.
Tapi untunglah. Disini Indonesia masbrow. Punya presiden bernama Joko Widodo. Yang kemudian menunjuk Menteri Pertahanan seorang purnawirawan Jenderal Mantan Danjen Kopasus Prabowo Subianto. Dan ada Panglima TNI kualitas nomor wahid Andika Perkasa. Dimana ketiganya, tak bermaksud menafikan peran tokoh lain, telah bekerja keras agar G20 Bali sukses berjalan sesuai agenda.
Jadi, jangan coba-coba banding dengan negara lain. Meski mungkin dibidang berbeda kita kalah, tapi soal keamanan kitalah jagonya. Memang benar, kapan hari sebelum hari H G20 sempat terjadi cobaan sedikit. Ketika ada seorang wanita bercadar bawa pistol berulah mau terobos istana. Yang kemudian ditangkap oleh pihak keamanan.
Entah apa maksud wanita itu dan siapa yang kirim, wallhu’aklam bisshowab. Mungkin hendak membuat image bahwa negara Indonesia lagi rentan. Tak layak mengadakan forum tinggi internasional macam G20, karena ada resiko keamanan bagi para peserta. Namun ternyata, tujuan itu tak sukses. Peristiwa wanita bercadar terobos istana, oleh negara peserta G20 hanya dianggap angin lalu. Bagai sebutir debu dilantai. Yang cara bersihkannya cukup di lap pakai selembar tisu.
Itulah yang ingin ditunjukkan oleh Presiden Jokowi kepada dunia lewat Diplomasi Mangrove. Dan ternyata memang benar-benar jadi kenyataan. Tingkat kondusifitas yang tinggi, tercipta bukan hanya diarena kegiatan atau ruang rapat. Diluar lokasi sekitar tempat acara juga demikian.
Terbukti, usai acara Gala Dinner di Garuda Wisnu Kencana, Presiden Perancis Emmnuel Macron menyempatkan diri "blusukan" turun kejalan macam kebiasaan Jokowi. Saking amannya kondisi, Macron bahkan bebas bercengkarama dengan warga lokal dan turis asing yang kebetulan melintas. Akibat ini, ada netizen yang menjulukinya dengan sebutan "Macrowi".
Maka saya kira bukan sebuah tindakan berlebihan, ketika Paspampres Indonesia melarang pasukan pengamanan Amerika dan China ikut masuk ke arena VVIP sebagai bentuk pengawalan melekat kepada masing-masing presiden. Meski sempat ada protes kecil terutama dari pengawal Xi Jinping, larangan itu akhirnya dipatuhi. Tak lain karena Paspampres Indonesia mampu mengganti tugas-tugas mereka mengamankan kepala negara.
Terakhir, dalam hal pengamanan G20 patut diacungi jempol peran panglima bersama pasukan TNI. Anda tahu, selama berhari-hari sebelum hari H, Andika Perkasa dan kawan-kawan sudah aktif lakukan penjagaan disekitar lokasi acara. Bahkan, khusus untuk kegiatan jalan-jalan di hutan mangrove, pasukan Pak Panglima harus ngendon berhari-hari di air laut dan lumpur pinggir pantai. Sebuah upaya yang tentu sangat melelahkan. Selamat buat Indonesia dan Pak Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H