Pasca capreskan Anies, nasib Nasdem kurang beruntung. Dihadapan dua parpol calon koalisi Demokrat PKS, tak punya wibawa. Ajakannya untuk deklarasi tgl 10 November 2022 ditolak mentah-mentah. Kabarnya belum deal soal platform. Utamanya cawapres. Baik Demokrat maupun PKS, sama-sama ingin posisi ini. Jadinya tarik menarik tak kunjung usai.
Belum lagi ada beberapa kader potensial di daerah yang mundur rame-rame. Akibatnya, suara Nasdem di prediksi terjun bebas. Bakalan tak mampu tembus parlemen threshold. Disisi lain, yang paling membuat pusing Ketum Nasdem Surya Paloh adalah retaknya hubungan dengan Presiden Jokowi. Yang kayaknya bukan lagi perkiraan. Tapi mengarah jadi kenyataan.
Buktinya..? Presiden Jokowi anak tirikan Nasdem saat rayakan HUT. Ke Golkar dan Partai Perindo beliau datang. Bahkan kasih sambutan. Tapi ke Nasdem tidak. Bahkan untuk sekedar ucapkan selamat sekalipun, tak terjadi. Memang ada alasan presiden sedang lawatan keluar negeri. Direncanakan, sambutan Jokowi dalam bentuk video. Namun inipun gagal. Hingga waktu tunggu habis, video Jokowi tak kunjung diterima oleh Nasdem.
Lalu bagaimana kelanjutannya..? Meski dimungkinkan terdapat beberapa perkiraan, tetap punya dampak untung rugi. Baik terhadap Nasdem Paloh maupun bagi Presiden Jokowi. Kita ambil contoh kalau keduanya adu kuat. Paloh diam. Jokowi diam juga. Tak ada satupun diantara keduanya yang ambil keputusan dalam bentuk komentar kepada publik. Utamanya soal nasib kader Nasdem di Kabinet Indonesia Maju.
Akibatnya jadi ngambang. Para menteri Nasdem tertahan posisinya. Dibiarkan status quo. Mau dilanjut hingga tugas rampung tahun 2024, atau ditarik keluar mulai sekarang..? Soal yang ini, dikutip dari berbagai media, Paloh pasrah jika Presiden melepas Nasdem dari koalisi istana. Meskipun bukan termasuk pilihan yang diharapkan oleh Paloh.
Apa dampak jika terjadi status quo..? Diarena publik persepsi jadi liar. Tak terkendali sampai melebar kemana-mana. Orang gampang keluarkan kesimpulan sekenanya. Pokoknya asal komentar. Sementara di internal lingkungan kabinet utamanya para menteri dari Nasdem, diliputi rasa gelisah. Tak tenang jalankan tugas. Karena dibayang-bayangi pemecatan. Sewaktu-waktu bisa saja digeser.
Tak ada untungnya membuat ngambang status keretakan hubungan Presiden Jokowi dengan Nasdem Paloh. Secepatnya harus diakhiri. Caranya, Presiden keluarkan statement ke publik. Tetap mau pakai Nasdem atau dikeluarkan. Sebaliknya, Paloh juga demikian. Masih mau di kabinet, atau bergabung ke Demokrat PKS jadi oposisi seperti sudah jalan selama ini..?
Kalau Presiden Jokowi beri keputusan tetap, sementara Paloh juga masih membolehkan para kadernya berkiprah dikabinet, maka inilah yang saya maksud ada kejelasan. Tak lagi ngambang sebagaimana gambaran diatas tadi. Dampaknya, persepsi liar terhenti. Karena publik mendapat info faktual dan valid langsung dari kedua belah pihak. Sementara Nasdem Paloh, tentu senang bukan main.
Jika benar para menteri Nasdem dipertahankan meski putuskan Anies Baswedan sebagai capres, sebagian orang akan memberi penilaian positif terhadap Presiden Jokowi. Beliau dianggap legowo dan profesional. Legowo karena mau berbesar hati meski "dikhianati" oleh Paloh. Profesional, karena punya kemampuan mendudukkan masalah sesuai posisi. Tak suka mengaitkan tugas kewajiban para menteri dengan urusan politik.
Nasdem sendiri tentu harus bangga dan gembira. Para kadernya tak dicopot oleh Presiden. Masih bisa terus bekerja di kabinet dengan tenang. Meskipun nampak kurang etis. Sebab secara terang-terangan bahkan demonstratif, menunjukkan kedekatan bersama Demokrat PKS. Yang senyatanya merupakan parpol oposisi terhadap pemerintahan Jokowi.