Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anda Tertarik Pasangan Capres-Cawapres Puan-Khofifah?

12 November 2022   07:55 Diperbarui: 12 November 2022   08:12 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapan hari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto adakan pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Mungkin sangat penting. Sampai-sampai harus bela-belain dari Jakarta terbang ke Jawa Timur. Kata Hasto setelah pertemuan, bersama Bu Khofifah berbicara soal-soal strategis. Namun Hasto tak merinci apa yang dimaksud. Materinya dirahasiakan.

Mengingat posisi dan kapasitas, tebakan saya pertemuan Hasto-Khoififah bukan dalam rangka dinas kenegaraan. Mengapa, karena Hasto bukan seorang menteri yang masuk sebagai pembantu Presiden. Hasto adalah pengurus PDIP. Dimaklumi, partai tak punya hubungan struktural dengan kabinet. Kecuali komunikasi biasa yang sifatnya non formal.

Tapi kan tak menutup kemungkinan juga menyinggung soal program strategis pemerintah. Mengingat PDIP adalah pengusung utama Jokowi ketika nyapres tahun 2014 dan 2019. Mungkin juga. Bila demikian, maka Hasto datang dalam kapasitas sebagai kepanjangan tangan Jokowi. Yang diutus secara informal oleh PDIP untuk bicara dengan Bu Khofifah.

Namun saya meragukan tebakan itu. Meski Jokowi tak mungkin melepas PDIP saat bicara impelementasi program, tapi kalau urusan koordinasi struktural antara Presiden dengan Gubernur, rasanya Pak Jokowi tak akan menunjuk pengurus partai macam Hasto. Keyakinan saya, beliau lebih memilih Staf Kepresidenan atau Menteri terkait. Atau minta Pak Luhut Binsar Panjaitan.

Maka bisa ditebak, ketemunya Hasto-Khofifah lebih dekat ke pembahasan soal politik. Dalam konteks ini, perlu ditelaah momentum apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Tak lain adalah Pilgub Jatim dan Pilpres. Apakah PDIP ingin 2024 Khofifah maju lagi sebagai Cagub menggunakan bendera PDIP, mengingat di 2018 pakai Demokrat, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura dan PAN..?

Atau lebih strategis lagi. Hasto ajak Khofifah ikut masuk kedalam lingkaran pertarungan pilpres 2024. Kalau benar, ini selaras dengan pernyataan Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi. Pak Direktur menebak, Khofifah dipinang oleh Hasto sebagai cawapres. Mengingat politisi perempuan yang dikenal dekat dengan Gus Dur itu, selain mampu juga terkenal karena keluwesannya (Kompas.com, 11/11/2022).

Kata Ari lebih lanjut, banyak keuntungan yang didapat PDIP jika rekruit Khofifah. Antara lain mendapatkan suara dari warga NU, suara capres-cawapres PDIP akan aman di Jawa Timur dan mengalirnya suara konstituen perempuan ditengah dominasi para lelaki. Figur Khofifah, masih menurut Ari, menjadikan lebar pita dukungan pemilih.

Adakah Hasto menyodorkan materi diplomasi lain kepada Khoififah..? Tak menutup kemungkinan iya. Namun masih seputar pilpres 2024. Apa itu..? Hasto minta agar Khofifah ada di rel koalisi PDIP. Bahasa gamblangnya, Khofifah “dilarang” menerima pinangan partai lain. Baik sebagai capres maupun cawapres. Kecuali oleh parpol yang sejalan dengan idealisme kebangsaan PDIP.

Lalu partai apa itu.? Yang layak di tunjuk jari adalah Nasdem. Mengapa..? Ada banyak ragam alasan saya mengira demikian. Tapi yang paling kentara, Surya Paloh dianggap khianat kepada Pak Jokowi. Karena ketika masih ada didalam koalisi pemerintah, Nasdem berani mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres. Padahal, sudah jadi permakluman banyak orang, bahwa Anies adalah “musuh” Jokowi-PDIP  dan lebih dekat kepada oposisi.

Anda tahu siapa para oposisi itu..? Pertama Demokrat. Sebuah partai yang selama masih ada Megawati, apalagi sebagai Ketum, tak kan pernah mungkin jadi kawan PDIP. Karena perseteruan abadi dengan Pak SBY. Kedua, PKS. Sebuah partai yang dianggap terlalu “kekanan”. Yang kalau diberi kuasa, ada potensi mengusung negara khilafah.

Dalam konteks itu, permintaan Hasto pada Khofifah bisa dianggap sangat strategis. Secara prinsip terkait kelangsungan NKRI. Karena model negara khilafah tak diterima di bumi Nusantara. Pada sisi lain, secara internal berhubungan dengan kesinambungan program presiden saat ini. Utamanya pasca Jokowi lengser di 2024. Kalau Anies yang di usung Nasdem serta dibantu oleh Demokrat PKS menang pilpres, alamat kocar-kacir itu semua.

Kembali pada soal pencalonan Khofifah sebagai cawapres sebagaimana diatas. Dalam perspektif saya, sangat logis pendapat Ari Junaedi. Sebab memperkirakan Khofifah ditarik sebagai capres oleh PDIP kurang masuk diakal. Mengingat hasil survei Gubernur Jatim ini tak ngangkat. Kalau posisi cawapres, masih mampu bersaing dengan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Ketum Demokrat AHY.

Faktor penghambat lain, PDIP masih bersikeras memajukan Puan Maharani sebagai capres. Kan tak mungkin dalam satu partai atau koalisi punya dua capres. Terlebih, Khofifah bukan kader PDIP. Baik ideologis maupun biologis. Dibidang politik, Khofifah memulainya dilingkaran NU. Yaitu jadi anggota DPR RI Fraksi PPP periode zaman Orba 1992-1997. Lalu periode reformasi alih partai sebagai anggota Fraksi PKB.

Kalau sebagai kandidat cawapres, sementara PDIP kukuh mencapreskan Putri mahkota Megawati, apakah Hasto minta Khofifah jadi pendamping Puan Maharani.? Tak masalah. Karena regulasi di Indonesia tentang pilpres tak mencantumkan syarat gender. Boleh-boleh saja capres-cawapres sama-sama berasal dari kaum perempuan. Cuma pastilah lucu. Karena hingga saat ini, jarang ditemukan paket pasangan kandidat sesama wanita.

Yang lumrah, selang-seling antara dua gender. Tapi kalau terwujud pasangan Puan-Khofifah, tentu sangat menarik. Pengaruhnya luar biasa dan sangat dahsyat. Yakin saya, meski survei keduanya kurang, pasangan ini akan menang pertarungan rebutan vox pop, utamanya dari suara kamu wanita. Mengapa, karena kaum hawa dikenal punya solidaritas kuat. Bisa jadi, 80 persen para wanita akan pilih pasangan Puan-Khofifah.

Coba kita tengok kondisi pilpres 2019 yang mungkin akan sama di 2024. Jumlah pemilih perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Pada 2019 pemilih pria sebanyak 93.787.162. Sementara perempuan 93.994.722. Ingat, jika para perempuan sudah bergerak, apalagi golongan emak-emak, sering tak ambil pusing. Maunya belok, tak peduli sen kanan atau kiri, ya belok saja. Urusan belakangan. Sikap tak ambil pusing juga akan diberlakukan para istri kepada para suami ketika pilpres. Para suami ditekan oleh para istri untuk pilih Puan-Khofifah. Kalau tidak, "jatah" tak diberikan. Bisa berabe kan..

Lebih-lebih jika para perempuan secara ekstrim bersatu kampanyekan pasangan Puan-Khofifah. Apalagi pakai diselingi provokasi : “Ayo kaum wanita. Coblos Puan-Khofifah. Sekaranglah waktunya kita kaum Hawa bisa mengalahkan kaum laki-laki yang selalu merasa jadi raja dan dominan dinegeri ini”. Maka alamat habis itu pasangan capres-cawapres pria. Tak percaya, coba buktikan saja. Ayo PDIP. Putuskan Puan-Khofifah sebagai pasangan capres-cawapres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun