Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Musra Relawan Jokowi, Kekuatan Penyeimbang Sang Presiden

8 November 2022   09:14 Diperbarui: 8 November 2022   10:15 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Jokowi Ditengah-tengah Relawan Projo, Foto Dok. Antara Foto/Aprillio Akbar, Via DetikNews

Regulasi yang berlaku di Indonesia menempatkan partai politik sebagai pengusung utama kandidat capres. Tanpa partai, sekuat apapun ketokohan dan potensi keterpilihan seorang kandidat pada pilpres, jadi percuma. Lha bagaimana bisa, kalau namanya tak ada dilist surat suara KPU. Padahal, hanya dengan cara ini seorang politisi naik pangkat jadi presiden dan harus pindah ke istana negara.

Namun, walau sudah diusung oleh partai, agar sampai pada proses jadi pemenang masih dibutuhkan suara rakyat lewat pencoblosan. Maka posisi rakyat sebagai pencoblos sama pentingnya dengan eksistensi parpol. Lalu dikenal lah istilah vox pop. Jika diterjemahkan secara sederhana adalah, pendelegasian Tuhan kepada rakyat untuk memilih capres yang dicalonkan oleh sebuah parpol.

Ada sebuah organisasi sayap pendukung setia Pak Jokowi bernama Relawan Jokowi. Diketahui, meski bukan sebuah partai politik, organisasi tersebut punya andil besar terhadap kejayaan Pak Jokowi hingga menang pilpres dua kali berturut-turut. Saat ini, Relawan Jokowi sudah berhasil melaksanakan Musyawarah Rakyat atau Musra sebanyak enam kali. Tujuan Musra, menjaring kandidat capres yang akan bertarung pada pilpres.

Hasilnya, pada Musra pertama di Bandung Jawa Barat nama Pak Jokowi kembali muncul sebagai pemenang. Musra kedua yang rencananya berlangsung di Makassar tidak jadi. Kabarnya diundur. Ketiga di Riau. Sandiaga Uno tembus sebagai capres sekaligus cawapres. Keempat, nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang sebelumnya lawan Jokowi, mendominasi pada Musra di Palembang kali ini. Sementara Musra ke-5 dan 6, belum diumumkan meski sudah digelar akhir pekan lalu (Kompas.com 07/11/2022).

Lepas melaksanakan Musra, dikutip dari sumber yang sama, Relawan Jokowi menyambangi pengurus partai. Kemarin, dipimpin oleh Budi Arie sebagai Penanggung Jawab, terpantau ketemu Ketum Golkar Airlangga Hartarto di Kantor DPP Slipi Jakarta. Rencananya, habis ini di agendakan silaturahim pada Ketum Gerindra Prabowo Sugianto.

Selanjutnya, juga akan safari politik terhadap sejumlah elit parpol koalisi pemerintah. Agendanya, menyampaikan hasil Musra Relawan Jokowi tentang figur capres-cawapres yang paling di inginkan oleh rakyat untuk dipilih pada pilpres 2024. Selain itu, soal beberapa isu aktual yang sempat terjaring masuk daftar panitia Musra di berbagai wilayah akan dibeberkan pula.

Langkah Relawan Jokowi sangat regulatif dan sungguh cerdas. Mampu menterjemahkan aturan tentang proses pencapresan dalam satu gerakan organisasi. Bahwa dalam konteks pilpres, peran parpol dan vox pop adalah komponen yang tak mungkin bisa dipisah. Bagai dua sisi mata uang. Yang ketika dibelanjakan, keduanya harus tertulis serta terlihat secara faktual, transparan dan kasat mata.

Melihat kuatnya power Pak Presiden saat ini dimata rakyat, yang kemungkinan besar tetap berlanjut hingga nanti dihari pencoblosan, hasil Musra yang digagas oleh Relawan Jokowi tak bisa dianggap enteng. Bisa jadi, merupakan faktor penentu kemenangan yang tingkat keberhasilannya melebihi kerja mesin partai. Maka disini, sikap realistis sangat diperlukan. Sepatutnya partai mulai sadar. Untuk menjadikan produk Musra sebagai salah satu pertimbangan utama penentuan capres-cawapres.

Disisi lain, secara elektoral langkah Relawan Jokowi bisa dipandang sebagai penyeimbang terhadap dominasi partai politik yang selama ini memang kerap terjadi. Anda tahu, dominasi itu kadang dibuat bargaining. Ya kalau konteksnya bagi kepentingan rakyat. Kalau hanya untuk mendapat dana kampanye atau mengorbitkan anak keturunan yang tak ketahuan kualitasnya, kan berabe jadinya.

Lalu kepada parpol mana sifat penyeimbang layak di posisikan..? Jawabannya, terutama untuk PDIP sendiri. Partai yang sudah dua kali mengusung Pak Jokowi sebagai kandidat capres dan bersama parpol koalisi mampu meraih kemenangan dobel, akhir-akhir ini nampak kurang peduli terhadap vox pop. Seakan-akan, rakyat tak berhak menyuarakan pendapat tentang figur. Apa buktinya..? Adanya keputusan tentang capres hanya oleh seorang Megawati.

Pertunjukan dominasi Megawati tersebut bahkan mengarah pada sikap tak adil para elit PDIP. Katanya, seorang kader dilarang keras bicara soal capres. Meski cuma sekedar ungkap kesediaan dicalonkan. Kader yang melakukan bakal kena sanksi. Contoh yang masih hangat adalah sanksi terhadap Ganjar Pranowo. Padahal, Gubernur Jateng ini menyatakan siap hanya jika dicalonkan oleh PDIP.

Tapi terhadap Puan Maharani, yang secara terang-terangan menunjukkan diri sebagai kader yang layak di capreskan oleh PDIP, para elit partai jadi kicep. Tak mampu kasih sanksi teguran lisan seperti dialami Ganjar. Padahal, apa yang terjadi pada Putri Bu Mega itu, dimana pernah ada teriakan “Puan Presiden” seperti di tangga Gedung DPR RI dan saat Festival Kopi Tanah Air oleh PDIP beberapa waktu lalu, lebih kental nuansa pencapresannya dibanding kesediaan Ganjar.

Pertanyaannya sekarang, masih pantaskah PDIP disebut sebagai partai wong cilik ditengah kekuasaan Megawati mengendalikan keputusan partai..? Bukankah lebel wong cilik merupakan tanda, bahwa PDIP akan senantiasa menempatkan aspirasi sebagai pertimbangan utama.? Menurut saya, PDIP sudah berubah dibanding saat pertama kali muncul ketika Megawati masih berjuang melawan kekuatan Presiden Soeharto jaman orba dulu.

Karena itu, bukan sesuatu yang bisa disalahkan, jika saat ini muncul wacana Pak Jokowi didorong sebagai Ketum menggantikan Megawati. Meski wacana ini ditentang, tapi fakta suara publik tak mungkin dibantah. Bahwa untuk menyelamatkan partai dimasa mendatang, tak ada jalan lain kecuali menggeser dominasi keluarga trah Soekarno. Dan jawabannya ada di Pak Jokowi.

Saat ini Megawati memang masih merupakan magnet bagi konstituen PDIP. Cuma seiring pergantian generasi yang pastinya ada perubahan sudut pandang tentang pilihan parpol, dari paternalistik menjadi realistis, cepat atau lambat kekuatan magnet Megawati akan memudar. Kalau tak diantisipasi dari sekarang, PDIP bakal menjadi partai kenangan.

Sebaliknya, figur Jokowi saya kira akan tetap dikenang oleh konstituen. Karena kualitas ketokohan yang melekat pada beliau didapat karena hasil kerja keras sebagai presiden. Yang tentunya bisa ditebak lebih awet dibanding faktor keturunan. Dan ini yang saya lihat dari kekuatan Relawan Jokowi. Pendapat saya, tolong akomodir itu Musra, terutama oleh PDIP. Sebab kalau tidak, jangan-jangan komunitas ini jadi ngambek. Lalu bermetamorfosis jadi parpol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun