Selama memerintah hampir dua periode, banyak kebijakan Pak Jokowi yang kerapkali membuat pihak oportunis kelimpungan. Mereka ini tak leluasa lagi memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Sesuatu yang mungkin dengan mudah didapatkan sebelumnya. Kepada mereka ini Pak Jokowi punya sikap sangat tegas dan berani. Apa itu..? Hambat jaringannya, singkirkan kelompoknya dan patahkan kekuatannya.
Demi menjalankan misinya itu, Pak Jokowi kreatif membuat program kerja. Beliau cari yang sekiranya tak mampu diakses para pelaku opportunis, kecuali oleh orang-orang beliau sendiri.
Cara demikian ternyata cukup efektif. Meski tentu butuh waktu lama. Tak bisa dilihat hasilnya sekarang juga. Mengingat jaringan para opportunis sudah terbentuk sangat lama jauh sebelum Pak Jokowi masuk istana.
Contoh program kreatif Pak Jokowi yang sekarang sudah menuai sukses adalah stop ekspor nikel. Dengan cara ini, disamping mampu menggeser mafia yang merugikan negara, keuntungan yang didapat juga lebih besar dibanding kebijakan sebelumnya.
Kata Pak Bahlil Menteri Investasi dan Kepala BKPM, setelah stop ekspor nikel, nilai tambah yang mampu diraih sepanjang 2021 mencapai US$ 20.9 miliar. Ini setara dengan Rp 326 triliun jika kurs rupiah Rp 15.600/US$ (CNBC Indonesia, 26/10/2022).
Kedepan, larangan ekspor timah juga akan diberlakukan. Dikutip dari sumber yang sama, Pak Jokowi hanya menunggu hasil kajian dari Tim Pokja Timah. Kalau sudah berlaku, tentu keuntungan yang didapat bisa seperti nikel. Naah, kebijakan model begini ini yang saya sebut tadi program kreatif. Yang dampaknya sanggup membendung dominasi kepentingan satu kelompok.
Dan sebaliknya, mampu memindah keuntungan dari yang sebelumnya hanya dinikmati segelintir orang, menjadi dana besar yang masuk ke kas negara. Untuk selanjutnya digunakan buat kepentingan rakyat.
Misal bangun jalan, jembatan, pelabuhan, bandar udara, bendungan, program bansos, pemberdayaan dan sebagainya. Pastinya yang demikian jauh lebih baik, daripada uang masuk kantong pribadi para mafia.
Kepedulian Pak Jokowi pada wong cilik memang tak perlu diragukan lagi. Hampir semua kebijakan yang diputuskan punya muara kesana. Hanya saja, justru itu yang kemudian mengusik kepentingan para opportunis tadi. Karena berakibat “pemasukan” mereka jadi mengecil. Maka kedepan, perlu dicari capres yang tak punya integritas dan keberanian macam Jokowi. Caranya, ya itu tadi, runtuhkan integritas dan legitimansinya.
Kalau sudah runtuh, akan sulit memindahkan vox pop publik yang dimiliki kepada capres yang didukung Jokowi. Maka harapannya, presiden terpilih adalah sosok yang punya karakter berbanding terbalik dibanding mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu. Para opportunis kembali punya jaringan dan kuasa mengatur sumber daya alam.
Menjadi pertanyaan sekarang, apakah hati Pak Surya Paloh saat ini tak diliputi rasa bersalah setelah harus “berseberangan” dengan Pak Jokowi..? Kemudian, apakah pencalonan Anies sebagai capres oleh Nasdem tidak dianggap dalam rangka memutus mata rantai kelanjutan sikap, ketegasan dan keberpihakan model Pak Jokowi kepada presiden berikutnya..? Terakhir, apakah orang-orang opprtunis yang dirugikan oleh kebijakan Pak Jokowi saat ini ada dibelakang skenario pencapresan Anies Baswedan..?