Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Antithesis Jokowi, Suara Nasdem Siap-siap Tergerus

13 Oktober 2022   07:08 Diperbarui: 13 Oktober 2022   07:22 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DPP Partai Nasdem lagi sibuk memperbaiki pernyataan salah satu kadernya bernama Zulfan Lindan tentang sosok Anies Baswedan. Capres yang baru saja di umumkan oleh Surya Paloh untuk bertarung pada pilpres 2024. Yang diberi tugas meluruskan adalah salah seorang Ketua DPP-nya, yakni Effendy Choiri atau Gus Choi. Mantan politisi PKB yang pindah ke Nasdem.

Ya benar. Pada salah satu pernyataanya, Zulfan menilai Anies Baswedan adalah antithesis Pak Jokowi. Menanggapi pernyataan itu, namanya antithesis, pikiran orang lalu punya persepsi Pak Anies adalah simbol perlawanan. Yang berarti pula, Partai Nasdem sedang mempersiapkan diri, bahwa kedepan berada pada posisi berseberangan dengan Pak Jokowi. Padahal, selama ini merupakan kawan dekat bahkan menjadi teman koalisi

Dikutip dari Kompas.TV 13/10/2022, Gus Choi membela Partai Nasdem. Katanya, Anies bukan antitesa Jokowi, dan pernyataan Zulfan hanya penilaian pribadi tidak dari pemikiran partai. Kata Gus Choi lagi, sebagai capres, Anies diyakini bisa melanjutkan program Jokowi yang relevan dan kontekstual serta menjadi kepentingan masa depan Indonesia.

Panik pernyataannya jadi masalah, terutama diinternal PDIP secara khusus dan dikalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, Zulfan juga membela diri. Katanya, soal Anies sebagai antithesis Jokowi harusnya dipahami tidak saling berseberangan. Yang dia maksud adalah beda pola kerja antara Anies dan Jokowi. Anies lebih konseptual, sementara Jokowi tidak muter-muter dan gerak cepat (Kompas.TV, 12/10/2022).

Apakah pernyataan Zulfan soal antithesis disengaja atau keseleo lidah..? Silahkan para pembaca nilai sendiri. Yang jelas, meskipun sudah ada pembelaan, kesan bahwa Anies merupakan simbol perlawanan Pak Jokowi memang tak bisa dihilangkan begitu saja. Tertutama setelah dipecat oleh Jokowi sebagai Menteri Pendidikan karena dianggap tak bisa kerja.

Sejak itu, Anies mulai kelihatan sebagai “antithesis” Jokowi. Apalagi, ketika dicalonkan jadi Gubernur DKI dan dekat kelompok FPI. Lalu dilanjutkan memberi support dan peluang aksisnya kelompok 212 sebagai salah satu bagian dari FPI. Anies juga runtang-runtung dengan Habib Rieziq Shihab. Tokoh oposisi yang kalau kritik Jokowi, “main terabas” tak pakai kata-kata halus.

Karena itu, Nasdem mencalonkan Anies Baswedan sebenarnya penuh resiko. Baik bagi partai Nasdem sendiri selaku lembaga politik, maupun bagi Anies Baswedan selaku calon presiden. Resiko dimaksud pasti berpengaruh terhadap elektoral Nasdem dan potensi kemenangan Anies pada pilpres. Karena adanya tekanan yang makin besar dibanding sebelum Zulfan mengeluarkan pernyataan soal antithesis.

Jika dalam beberapa waktu kedepan Nasdem gagal mengatasi soal Zulfan, citra bahwa partai “milik” Paloh ini telah berubah haluan pasti tambah menguat. Kelompok kebangsaan yang selama ini bertolak belakang sama Anies dan ada dibarisan Jokowi, pasti lepas dari elektoral Nasdem. Mundurnya para pengurus macam Ni Luh Jelantik dkk. beberapa waktu lalu, bisa dijadikan contoh soal ini. Ingat, pengikut mereka banyak loh. Bukan hanya satu dua orang.

Dari segi calon juga demikian. Masuknya Anies ke Nasdem, bukan hanya sekedar anggota, tapi bahkan sebagai capres yang merupakan keinginan hampir seluruh kader dan politisi karena dianggap puncak karir tertinggi dibidang politik, pasti menimbulkan kecemburuan. Kader Nasdem yang terpaksa menerima keputusan pencapresan Anies, bisa jadi tak begitu semangat kampanye pilpres.

Lha kok enak sekali Anies Baswedan. Tak berbuat apa-apa, bahkan selama ini sebagai “musuh”, tiba-tiba dipromosikan pada jabatan politik tertinggi. Ini kader atau anggota yang merintis dari awal, berdarah-darah dan berkeringat membesarkan Nasdem, disalip tanpa kasih klakson. Sungguh menyakitkan. Demikian mungkin yang terlintas dipikiran para kader.

Faktor terawangan Anies atas perkembangan politik juga berpengaruh. Menurut saya, Anies kurang peka melihat situasi terkini. Sudah tahu dicalonkan oleh Nasdem, Anies masih sempatkan diri mengunjungi Habib Rieziq Shihab. 

Padahal, beliau memang dikenal sebagai tokoh antithesis Pak Jokowi. Fakta tersebut makin menguatkan pernyataan Zulfan, tantang siapa sebenarnya tokoh panutan Anies Baswedan. Yang bisa jadi, tetap akan dijadikan sumber rujukan keputusan oleh Anies jika menang pilpres.

Dalam konteks tersebut, tak salah rambu-rambu yang disampaikan oleh Wasekjen Demokrat Jansen Sitindoan kalau Anies jadi berpasangan dengan AHY. Dikutip dari akun twitter @jansen_jsp, kata Jansen jika Anies ingin dapat dukungan dari partai Demokrat, kampanyenya harus inklusif, bhineka/majemuk. Jangan diulangi lagi show of force identitas tertentu secara berlebihan.

Jadi, saya kira fix pernyataan Zulfan, bahwa Anies Baswedan benar merupakan antithesis Jokowi. Disangkal oleh Gus Choi dan diluruskan sendiri oleh Zulfan bahwa itu adalah pernyataan pribadi dan salah persepsi, hanya merupakan pembelaan dari tokoh partai Nasdem. Semata dilandasi rasa khawatir bertentangan dengan vox pop publik. Kasarnya, takut suaranya tergerus.

Omong-omong, kalau ada antithesis Jokowi, maka tentu ada synthesis. Yang bisa dilihat secara utuh maupun sebagian. Tapi dua-duanya, baik utuh maupun sebagian, secara politik tetap mengandung makna positif bagi rakyat Indonesia. Mengapa, karena sifat-sifat yang ada pada Jokowi tetap dibawa atau dipegang oleh figur synthesis.

Dalam pandangan saya, figur synthesis kategori sebagian dari Pak Jokowi adalah Prabowo Subianto. Memang benar mantan Danjen Kopasus ini punya pola kerja agak berbeda dibanding Jokowi, yang suka blusukan, langsung turun kebawah dsb. Tapi dari segi komitmen terhadap nasionalisme dan kebangsaan, Pak Prabowo punya kesetiaan yang sama dengan Pak Jokowi.

Lalu siapa synthesis Pak Jokowi yang masuk kategori utuh..? Dalam pandangan saya Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah yang hingga kini belum sempat dilirik oleh PDIP sebagai capres. Entah perkembangan kedepan. Kita tahu, baik pola kerja maupun kesetiaan Ganjar terhadap nasionalisme dan kebangsaan, sama persis dengan Pak Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun