Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bukan Lagi Rakyat, tapi DPRD yang Pilih Gubernur Bupati

12 Oktober 2022   06:46 Diperbarui: 12 Oktober 2022   06:53 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dukungan Pilkada Langsung | Foto Dok. Kompas.com

Secara kelembagaan, Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantingpres dan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR tengah mengkaji kembalinya pilkada, dari yang sekarang langsung oleh rakyat, balik ke model semula dipilih oleh anggota DPRD. Kajian ditujukan pada sejauh mana efektivitas pilkada langsung pada kesejahteraan masyarakat. Atau justru malah makin menyengsarakan, akibat terbukanya ruang korupsi lebih besar (Kompas.com, 11/10/2022).

Sebenarnya, pilkada yang sudah berlangsung sejauh ini bagus. Menghasilkan pimpinan daerah yang sesuai dengan vox pop yang berkembang di publik. Tidak seperti kondisi sebelumnya. Dimana pimpinan daerah, baik gubernur maupun bupati, merupakan titipan atau paksaan dari orang atau kelompok tertentu.

Saya lihat rakyat juga cukup puas. Merasa terayomi dan aspiranya di indahkan. Tidak seperti ketika masih dipilih oleh DPRD. Yang ada ketika itu, kepala daerah merupakan kehendak anggota, bukan keinginan rakyat. Sementara rakyat hanya jadi penonton. Bukan penentu. Padahal, mereka ini yang merasakan langsung dampak kinerja kepala daerah. Bukan anggota DPRD.

Memang harus diakui, pilkada langsung menyedot anggaran lebih besar dibanding tidak langsung. Biaya besar bahkan keluar dari kedua belah pihak. Pertama pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU Daerah sebagai penyelenggara. Kedua, pihak yang bertarung. Dalam hal ini para calon gubernur atau bupati.

Nah, biaya besar oleh para kontestan itulah yang di maksud oleh MRP RI diatas tadi sebagai potensi terbukanya ruang korupsi. Mungkin ini mengaca pada kasus maraknya gubernur dan bupati yang tertangkap KPK karena menggarong uang rakyat. Disinyalir, garongan dilakukan untuk mengganti biaya yang telah di keluarkan dulu saat masih dalam proses lobby politik dan kampanye.

Tapi dalam pandangan saya, alasan demikian layak diperdebatkan. Mengingat para kepala daerah yang divonis bersalah karena korupsi, tidak terbatas pada mereka yang dipilih langsung oleh rakyat. Tak sedikit pula gubernur atau bupati, yang diciduk oleh KPK justru merupakan produk anggota DPRD, terutama pada rentang pemilihan tahun 2003 hingga 2008.

Jadi, apakah gubernur atau bupati dipilih oleh DPRD atau oleh rakyat, bukan jaminan hilangnya perilaku koruptif oleh kepala daerah. Namanya bukan jaminan, maka adanya perubahan arah pilkada sebagaimana diwacanakan oleh Wantingpres dan MRI RI tidak akan menyelesaikan masalah. Malah bisa jadi dapat menimbulkan masalah baru yang mungkin lebih pelik.

Misal adanya perubahan arah sebab-sebab munculnya perilaku koruptif. Ketika pilkada langsung oleh rakyat, para kandidat diharuskan menyusun serangkaian program kampanye, membuat atribut pengenalan calon sekaligus juga membentuk tim sukses. Belum lagi kebiasaan kasih amplop kepada pemilih. Rakyat memang tidak minta. Tapi para kandidatlah yang “ikhlas” memberikan.

Anda tahu, beberapa kegiatan tersebut butuh dana sangat besar. Kabarnya, seorang kandidat yang bertarung di tingkat kabupaten sebagai calon bupati, harus mampu menyediakan fresh money sekitar puluhan hingga ratusan milyard rupiah.

Sementara untuk tingkat provinsi sebagai calon gubernur, sekitar ratusan milyard hingga trilyunan. Bisa dibayangkan berapa banyak perputaran dana disuatu daerah ketika sedang berlangsung ajang pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun