Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Puan Maharani Lempar Kaos Bawa Muka Cemberut

28 September 2022   08:06 Diperbarui: 28 September 2022   08:18 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani, Foto Dok. Kompas.com/Idham Khalid

Hidup manusia perlu variasi. Ada kalanya serius, ada kalanya santai. Soal informasi atau pengetahun demikian pula. Suatu ketika perlu mengkaji yang agak berat. Tapi dilain kali, jangan lupa juga untuk menengok yang ringan-ringan. Mengapa, agar hidup kita dinamis. Tidak stagnan. Selain itu, supaya pikiran yang ada di otak ini tak stres karena panas akibat mikir berat-berat tadi. Jadi perlu ada upaya pendinginan.

Apa thema artikel ringan saya kali ini..? Tetap membahas masalah politik, namun tak perlu terlalu jauh. Cukup soal lempar-melempar kaos. Siapa yang punya kewenangan melakukan itu..? Siapa pula yang harus pegang sebelum dilakukan pelemparan..? Bolehkan seorang pembantu atau pengawal yang melakukan..? Kalau boleh, apakah itu bukan berarti merebut kewenangan..? Lalu siapa sebenarnya yang punya kuasa..?

Sebuah thema yang hebat bukan..? Dari hanya soal lempar kaos yang sangat sepele, lalu berkembang menjadi tentang kewenangan dan perebutan kekuasaan. Pembaca pasti sedikit mengernyitkan dahi. Apalagi saya yang nulis. Rasanya, tak sampai ilmu pengetahuan saya untuk sekedar memikirkan thema tersebut.

Apalagi hingga mengkaji lebih dalam. Saya tak menemukan referensinya sama sekali. Kecuali baca di tayangan Kompas.com edisi 27/09/2022. Ya benar. Oleh Kompas, tayangan tersebut diberi judul “Viral Puan Lempar-lempar Kaos ke Warga Sambil Cemberut, PDI-P Beri Penjelasan”. Lalu seperti apa kejadiannya, saya sarikan berikut ini.

Dalam rangka blusukan kebawah, kali ini Puan Maharani berkunjung ke sebuah daerah di provinsi Jawa Barat. Entah dalam rangka tugas negara sebagai Ketua DPR RI atau kepentingan pribadi menjalankan konsolidasi partai yang diamanatkan ibunya, tak perlu dikorek lebih jauh. 

Yang jelas, dia bawa Walpri atau pengawal pribadi. Kata salah seorang Ketua DPP PDIP Said Abdullah, tujuan Puan turun untuk mengetahui apa yang sesungguhnya di inginkan masyarakat.

Sekedar oleh-oleh, tak lupa Puan bawa kaos hitam. Tak salah menurut saya. Wajar seorang pejabat negara bagi-bagi kaos untuk masyarakat. Siapa tahu berguna. Setidaknya ada pengganti jika suatu ketika yang sedang dipakai sudah kotor. Jika kebetulan berprofesi sebagai petani, bisa dipakai ke sawah. Lumayan, nambah koleksi pakaian untuk kerja.

Masalahnya, saat bagi-bagi kaos terjadi rebutan kewenangan antara Puan dengan Walprinya. Rebutannya soal siapa yang harus pegang dan siapa pula yang berhak memberikannya pada masyarakat. Akibat rebut merebut macam itu, bahkan hingga membuat Putri Mahkota Megawati ini marah. Puncaknya, mungkin merasa kesal, Puan melempar-lempar kaos itu dengan wajah cemberut.

Baca juga: Puan Ketemu Prabowo

Aksi tersebut lalu viral. PDIP rupanya jengah juga melihat beredarnya video yang menampilkan wajah cemberut Puan tersebar kemana-mana. Sebagai kolega dan bawahan Ibu Megawati di struktur PDIP, Said Abdullah membela Mbak Puan. Lewat tanggapannya, Said rupanya hendak menggiring opini masyarakat, bahwa tindakan marah Puan kepada Walprinya sudah benar.

Kata Said lebih rinci, “Mbak Puan itu nanya, bukan marah. Kok kamu yang pegang kaos..? Kan seharusnya bukan kamu. Kamu menjaga tugas”. Lebih lanjut kata Said, “Walpri kan enggak boleh bagi-bagi kaos. Ya dong. Mbak Puan itu sangat familier, sangat humble”.

Naah, rebutan kewenangan macam begini ini yang saya katakan diatas tadi tak menemukan referensinya untuk ditelaah lebih jauh. Malah menurut saya, justru mendegradasi tugas dan tanggung jawab Puan sebagai elit politik. Yang awalnya mulia, agung dan berkelas menjadi turun ke hal-hal yang sifatnya sepele, recehan dan terlalu rendah.

Seorang Ketua DPR RI, juga digadang-gadang sebagai bakal capres atau cawapres pada pilpres 2024, rebutan pegang dan bagi-bagi kaos dengan sang Walpri. Tak membayangkan saya, bahwa suatu ketika akan ada seorang pejabat tinggi negara berperilaku semacam itu. Ternyata Mbak Puan orangnya. Terus terang, dalam hati saya mau ketawa tapi takut dosa.

Maka saya ingin kirim pesan kepada beliau. “Mbak Puan, apa yang Mbak lakukan itu terlalu kecil. Posisi Mbak saat ini tak sebanding dengan sikap rebutan dengan seorang Walpri. Apalagi hingga marah sampai cemberut. Penyebabnyapun tak mendasar Mbak.

Hanya gara-gara siapa yang lebih berhak pegang dan bagi-bagi kaos. Itu cuma perkara tekhnis Mbak. Toh meskipun yang pegang dan bagi-bagi seorang Walpri, masyarakat juga tahu kalau kaos itu dari Mbak Puan”.

Semoga pesan saya sampai kepada beliau. Harapannya, kedepan tak terjadi lagi hal yang menurut saya memalukan itu. 

Ini Tim Kreatifnya harus kerja keras kembali untuk memulihkan, dan kalau bisa mengangkat lagi nama Mbak Puan. Padahal, pada aksi terakhir yang juga terjadi di Jawa Barat, namanya sempat ngangkat. Setelah ketemu dengan seorang perempuan dan menyatakan kenal sama Mbak Puan sebagai calon presiden.

Sekali lagi, soal lempar-melempar kaos itu sebenarnya kurang layak dilakukan oleh seorang pejabat negara macam Puan. Karena hanya berhubungan dengan hal-hal tekhnis. Obyeknya cuma sebuah kaos lagi. Bukan sesuatu yang prinsip macam naiknya BBM, program Bansos, Rancangan UU, APBN atau sejenisnya. Pegang dan bagikan kaos bukan masalah esensial.

Namun pada sisi lain, oleh sebab kesepeleannya yang tak terkirakan itu, ternyata amat menarik untuk diungkap. Bahwa ada pejabat yang digadang-gadang sebagai calon presiden, masih sempat memperdebatkan masalah pegang dan lemparan kaos. Ini yang salah pendampingnya, atau pola pikirnya yang memang terbiasa atau hanya dapat menjangkau hal-hal kecil..?

Kontestasi pilpres 2024 selayaknya menyajikan banyak calon. Terutama ketika masih pada tahap proses. Agar vox pop yang keluar lebih variatif dan tidak monoton. Beberapa calon yang bermunculan saat ini, saya kira mewakili pendapat tersebut. 

Sekarang tinggal kembalikan lagi kepada masyarakat. Mau pilih capres-cawapres yang berpikiran luas dan prinsip..? Atau lebih condong pada yang suka urus lemparan kaos hitam..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun