Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Strategi Branding Politik Puan Maharani

24 September 2022   07:40 Diperbarui: 24 September 2022   08:21 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diupayakan bagaimanapun, setidaknya hingga fakta saat ini nama Puan Maharani gak ngangkat disodorkan sebagai capres 2024. Kurang paham apa masalahnya. Apa karena kinerja yang belum nampak, tak ada konsep dan prestasi hasil karya sendiri yang bisa ditonjolkan, strategi yang kurang tepat, karena faktor gender atau apa..? Entah perjalanan kedepan. Mungkin ada perkembangan lebih baik.

Padahal, jika mengacu pada perjalanan hidup selama jadi politisi PDIP, karir Puan terbilang mentereng. Dimulai dari aktifis sebagai pengurus partai. Lalu menjadi anggota legislatif, menjabat sebagai Menteri dan sekarang Ketua DPR RI. Ini sebenarnya kesempatan besar untuk membranding diri. Tapi ternyata tak mampu membawa nama puan. Posisinya tetap rendah.

Hasil rilis survei terbaru oleh Charta Politika menunjukkan data, Puan hanya dapat 2.4 persen. Ada dibawah Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil, yang masing-masing diangka 7.2 dan 2.5 persen. Apalagi jika dibanding trio langganan pemuncak "klasemen", yang memang selalu menjadi raja hasil survey. Ya kalah jauh. Coba lihat, Ganjar Pranowo 31.1%, Prabowo Subianto 24.4% dan Anies Baswedan 20.6% (Kompas.com 22/09/2022).

Kecilnya hasil survei Puan berjalan lurus dengan fakta yang terjadi dilapangan. Setidaknya ini terlihat ketika Mbak Puan tak dikenal oleh beberapa pedagang di daerah Solo Jawa Tengah. Padahal, sudah maklum Jateng merupakan lumbung suara partai banteng. Didaerah basis sendiri saja orang pada dak tahu, apalagi di wilayah lain. Begitu kira-kira logikanya.

Anda ingat pada bulan April 2022 lalu, saat Puan blusukan ke Pasar Jungke Karanganyar..? Tak disangka, sosok Puan ternyata tidak familier. Dikutip dari SoloPos.com 27/04/2022, pedagang bernama Riswati berkata, "Tidak kenal tadi siapa. Tapi pasti orang penting". Bu Tumiyatun juga berujar hal yang sama. Katanya dalam bahasa Jawa, "Mboten Kenal sinten niku". Artinya, tidak kenal siapa dia.

Tingkat keterkenalan Mbak Puan baru-baru ini rupanya ada perbaikan. Saat berkunjung ke Sumedang Jawa Barat, Putri Mahkota Bu Mega ini melakukan eksperimen yang sama seperti ketika berkunjung ke Pasar Jungke Solo. Cuma momentum kegiatan ini bukan spontanitas. Tapi dalam rangka kunjungan resmi yang memang sudah ada agenda sebelumnya.

Ketika di panggung acara, Mbak Puan panggil seorang warga bernama Ibu Nok Romlah untuk naik ke atas. Mbak Puan lalu menggoda Ibu ini dengan pertanyaan, apakah dia kenal siapa sosok Puan..? Romlah mengaku sangat mengetahui siapa sosok Puan Maharani. Katanya lebih rinci, "Mbak Puan Ketua DPR RI, putri Bu Mega dan calon presiden" (Kompas.com, 23/09/2022).

Hanya saja, orang seperti saya lalu jadi bertanya-tanya tentang proses terjadinya interaksi Puan dengan warga bernama Nok Romlah tersebut. Apakah itu terjadi secara spontanitas..? Apakah ada kemungkinan "setting program" sebelumnya.? Pertanyaan ini saya kira wajar. Mengingat dalam politik, untuk menaikkan branding memang butuh strategi.

Tapi apapun itu, yang terjadi di Sumedang relatif lebih baik dibanding yang di Solo Jateng. Yang di Sumedang sedikit bisa mempengaruhi opini yang berkembang tentang sosok Puan. Bahwa dia mulai dikenal oleh massa. Daripada yang di Solo. Komentar ibu-ibu bahwa tak kenal sosok Puan adalah sebuah "pukulan telak".

Semoga saja kejadian di Sumedang merupakan peristiwa alamiah, dan spontanitas. Ya memang apa adanya begitu. Bukan settingan. Sebab kalau benar sebuah settingan, perlu dipertanyakan siapa yang punya ide. Kok kelihatan sangat dangkal sekali. Mudah ditebak arahnya serta kurang professional membranding seorang tokoh.

Jika itu datang dari tim sukses, maka anggotanya perlu di didik lebih dalam lagi tentang trik mengangkat survei orang. Agar tak mudah ditebak sedemikian rupa. Tapi jika memang datang dari Puan sendiri, maka justru tim-nya yang perlu kasih masukan ke Puan. Agar kedepan, strategi yang dijalankan bisa lebih soft dan nampak alamiah.

Apakah tak boleh melakukan "setting program" dalam urusan politik..? Jawabnya, justru wajib dilakukan. Dalam politik hal tersebut adalah salah satu bagian dari strategi memenangkan pertarungan. Artinya sangat diperlukan. Bahkan bisa dikatakan, hampir semua peristiwa politik yang terjadi direkayasa lewat settingan. Kalaupun ada yang tidak, porsinya sangat kecil sekali.

Tapi, mbok yo dikemas sedemikian rupa hingga nampak lebih alami. Tidak kasar. Dalam konteks ini, strategi kandidat lain macam Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan kelihatan lebih natural. Kalaupun memang disetting dari awal, nuansa alamiahnya masih kentara. Tidak terlalu vulgar. Yang bisa menebak momentum demikian cuma politisi ulung yang sudah kenyang pengalaman. Kalau orang biasa, apalagi awam politik, sulit mengetahui.

Pak Prabowo memang sudah tiga kali ikut pilpres dan selalu kalah. Lepas dari soal apakah untuk yang keempat bisa menang, faktanya saat ini elektabilitas pensiunan Jenderal ini selalu konsisten tak pernah keluar dari tiga besar. Bahkan seringkali nangkring di posisi pertama mengalahkan Ganjar dan Anies.

Sebaliknya, Ganjar dan Anies juga jadi langganan di tiga besar. Apakah itu terjadi sedemikian rupa tanpa ada strategi..? Menurut saya justru karena peran tim mereka yang punya branding bagus, hingga ketiganya mendapat elektabilitas tinggi. Coba saja mulai sekarang hentikan semuanya. Lakukan "tapa brata" dan stop main medsos. Yakin saya, kedepan pasti akan ketinggalan kereta, alias kalah sama yang lain.

Salah satu strategi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam merebut vox pop menurut saya juga bagus. Diantaranya meluncurkan buku berjudul "Visioning Indonesia" tepat menjelang momentum pilres 2024. Memang saat ini posisi survei Cak Imin masih kalah. Tapi kedepan bisa jadi akan ada peningkatan, seiring dengan banyaknya orang yang membaca buku Cak Imin, baik lewat pdf di internet, maupun secara langsung dari fisik bukunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun