Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Program Kompor Listrik, Perlu Persiapan Matang

22 September 2022   07:13 Diperbarui: 22 September 2022   07:35 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenis Kompor Listrik Induksi, Foto Dok. PLN Via CNBC Indonesia

Pemerintah membuat kebijakan baru soal masak-memasak ibu rumah tangga didapur. Dari yang awalnya pakai kompor gas, di konversi ke kompor listrik. Alasannya, pakai listrik lebih hemat. Kata Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo, masyarakat bisa hemat hingga Rp. 8.000,- per kilogram (Kompas.com, 21/09/2022).

Tak pelak, program kompor listrik itu menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat bawah. Mirip dengan kondisi saat ada konversi minyak tanah ke gas dulu saat pemerintahan Jokowi Jusuf Kalla. Cuma pada akhirnya mau tak mau tetap harus beralih ke gas. Karena kebijakan yang ada kaitan dengan minyak tanah dibatasi dan diperketat.

Rasa-rasanya, kali ini juga mirip. Jika pemerintah maksa, masyarakat tak akan bisa menolak. Lha bagaimana hendak masak pakai gas, jika ternyata infrastruktur yang ada kaitan dengan gas dan harganya dinaikkan sedemikan rupa. Mau tak mau masyarakat pasti beralih ke kompor listrik. Ya gimana lagi..

Hanya saja, jika kebijakan itu jadi dilaksanakan, vox pop yang berkembang di masyarakat harus diperhatikan. Terutama yang ada kaitan dengan persiapan sebelum konversi gas ke listrik berjalan secara penuh. Mengapa demikian, karena ini ada kaitan dengan kelancaran, keselamatan dan keberhasilan program konversi.

Pengalaman dulu, alih bahan bakar masak dari minyak tanah ke gas menimbulkan beberapa persoalan. Peristiwa yang dominan adalah ledakan tabung. Hingga menimbulkan kebakaran bahkan makan korban jiwa. Itu terjadi karena sebelum pengetahuan masyarakat tentang seluk beluk kompor gas memadai, langsung diminta pakai gas.

Akibatnya, perlakuan yang diberikan pada kompor gas sama dengan saat masih menggunakan minyak tanah. Berhubung ada beda sifat dan senyawa yang sangat mencolok antar kedua bahan bakar itu, dan itulah yang tak dipahami masyarakat, maka terjadilah berbagai masalah sebagaimana saya sebut tadi.

Kali ini, masalah-masalah yang bisa muncul akibat konversi gas ke listrik tak boleh terjadi. Karenanya, sosialisasi, edukasi dan persiapan infrastruktur betul-betul harus dilakukan secara matang. Tak boleh ada satupun yang tercecer. Agar program tersebut bisa berjalan sesuai harapan dan tak menimbulkan masalah baru.

Sebagai info, sekali waktu dirumah saya menggunakan beberapa alat masak jenis listrik. Bukan hanya berupa kompor. Tapi ada juga yang lain. Seperti pemanggang roti, magic com dan presto. Saya gunakan tidak setiap saat, karena dalam pengalaman saya, alat masak listrik lebih boros biaya token dibanding beli gas.

Padahal, menurut Direktur Utama PLN diatas, pakai listrik lebih hemat sampai Rp. 8.000,- perkilogram. Ini saya jadi tak paham. Saya yang salah atau tak tahu cara-cara yang efisien menggunakan alat masak listrik. Atau Pak Direktur yang sekedar menyampaikan promosi agar masyarakat mau beralih dari gas ke kompor listrik. Silahkan para pembaca nilai sendiri.

Maka berkaca dari pengalaman saya, sebelum konversi gas ke listrik dilaksanakan secara penuh, ada beberapa hal yang patut diperhatikan. Pertama soal pengetahuan. Perlu ada upaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang seluk beluk penggunaan alat masak listrik. Terutama bagi kalangan bawah yang sudah sepuh. Upaya ini wajib melibatkan tenaga ahli hingga ke tingkat desa.

Kedua soal jenisnya. Pakai kompor listrik konvensional atau yang induksi. Ini mesti ditentukan dengan jelas dari sekarang. Sebab ada pengaruh terhadap efiensi atau penghematan, harga bahan dan penggunaan alat-alat masak. Salah memperhitungkan kedua soal tersebut, berakibat terjadi masalah ditingkat pengguna. Bisa-bisa yang awalnya punya tujuan baik, hasilnya malah sebaliknya. Jadi buruk.

Sekedar info, ada perbedaan sangat mencolok antara kompor listrik konvensional dan yang sudah induksi. Diantaranya, harga kompor konvensional tidak semahal yang sudah induksi. Hanya saja, yang konvensional menggunakan daya watt lebih tinggi. Otomatis, juga makin boros dibanding kompor induksi.

Sebaliknya, harga kompor induksi memang jauh lebih mahal. Namun, punya daya watt lebih kecil dibanding yang konvensional. Jadi, pastinya lebih hemat listrik. Cuma yang harus dipahami, tidak semua alat masak maching digunakan pada kompor listrik induksi. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Biasanya adalah alat masak yang mengandung magnet atau bersifat magnetis. Kalau ini tidak diperhatikan, masak menggunakan kompor induksi bisa gagal total.

Karena itu, jika hendak beli alat masak ditoko, jangan lupa sampaikan lebih dulu ke yang melayani, bahwa akan digunakan untuk kompor induksi. Jika sembarangan beli alat, bisa-bisa tak jadi masak. Ingat, tidak semua alat masak diatas kompor gas, bisa digunakan untuk kompor listrik induksi.

Sebaliknya, yang bisa digunakan di kompor gas, pasti bisa juga dipakai untuk masak diatas kompor listrik konvensional. Maka sebaiknya, info tentang beberapa perbedaan tersebut itu harus diketahui, sebelum masyarakat beralih dari gas ke kompor listrik. Baik yang konvensional maupun yang induksi.

Itulah beberapa informasi mendasar yang harus diketahui masyarakat tentang kompor listrik. Info yang lain sebenarnya masih ada. Misal soal perawatan dan pergantian suku cadang. Pastinya, yang pakai listrik lebih rumit dibanding kompor gas. Jika ada kerusakan atau penggantian komponen, tidak bisa dilakukan sendiri sebagaimana ketika pakai gas. Tapi harus mendatangkan orang yang ahli elektronik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun