Ada-ada saja kelakuan arogansi pejabat kita. Sebelumnya, saat rapat seorang anggota DPR RI Fraksi PDIP Pak Efendi Simbolon bilang TNI kayak gerombolan. Proteslah sebagian prajurit. Lalu kini, ada oknum PNS berinisial AI umur 44 tahun berulah main kekerasan terhadap pelajar perempuan inisial HP. Usianya baru 12 tahun. Ulah Sang PNS akhirnya jadi viral se antero negeri, hingga menyedot perhatian beberapa pihak.
Sebagai PNS, AI bertugas di  Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Ketika itu, tepat di Jalan Persatuan Raya No. 33 Kelurahan Balangnipa, mobil Pak AI tabrakan dengan sebuah Honda scoopy milik HP. Tak terima atas kejadian itu, Sang PNS turun dari mobil menegur HP. Lalu sejurus kemudian melakukan tendangan hingga HP dan motor scoopynya terjungkal.
Itu jelas tindakan diluar batas wajar. Kalau memang pemilik scoopy salah dan urusannya hendak diperpanjang, ya bawa saja ke ranah hukum. Lapor polisi. Kenapa mesti di tendang..? Terlebih, yang dihadapi Si PNS cuma seorang anak umur 12 tahun. Perempuan lagi.Â
Apa yang dilakukan Pak AI hakikatnya sama saja dengan Pak Efendi Simbolon. Sama-sama kelakuan arogan karena merasa "jagoan". Bedanya hanya dari segi jenis tindakan. Kalau Pak Efendi lewat ungkapan verbalistik kata-kata. Sementara yang Pak AI, melalui perbuatan fisik. Namun keduanya tergolong melanggar prinsip-prinsip humaniora. Yakni, sebuah aktivitas yang tak punya nilai-nilai kemanusiaan.
Perbedaan lain dari segi "lawan" yang dihadapi. Pak Efendi Simbolon berselisih dengan institusi TNI. Jika diukur dari sudut pandang kedudukan, masih satu kelas. Keduanya berada di lembaga negara tingkat pusat. Yang tentu saja perannya tak bisa dipandang remeh. Baik sebagai anggota DPR RI maupun institussi TNI, sama-sama berpengaruh besar terhadap perjalanan negara ini.
Tapi lawan Pak AI jauh tak sebanding. PNS di kota Sinjai ini adalah orang dewasa. Bahkan sudah bapak-bapak. Punya profesi sebagai abdi negara lagi. Secara ekonomi stabil. Karena punya gaji tetap setiap bulan yang rutin masuk rekening. Alat transportasinya mobil. Sementara yang dihadapi, sebagaimana gambaran tadi, hanya seorang anak usia 12 tahun, masih pelajar dan perempuan lagi. Sangat jauh bukan..?
Jadi, apa yang telah dilakukan oleh pegawai negeri sipil itu disamping sangat keterlaluan, juga sama sekali tak terhormat. Jikapun hendak diukur secara menang kalah, masih juga tak menguntungkan. Hendak dibilang menang, pasti dikecam banyak orang. Karena yang dihadapi hanya anak perempuan. Kalah pasti jadi malu. Masak berhadapan dengan pelajar usia 12 tahun saja si bapak bisa sampai keok. Kan malu tak ketulungan.
Bagi rakyat Indonesia yang tentu sangat menjunjung tinggi sopan santun, sikap arogan dua contoh diatas adalah kabar buruk. Sama sekali tak diharapkan. Namun ternyata, dampak peristiwa tersebut juga masih memunculkan sisi-sisi baik. Terutama dari segi respon publik dan pihak yang punya otoritas. Ini tentu sebagai harapan. Bahwa ada yang melindungi dan peduli pada rakyat biasa jika berhadapan dengan tindakan arogan penyelenggara pemerintah.
Contoh kongkrit dimaksud misalnya tanggapan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Kata Bang Hotman menanggapi sikap arogan Si PNS, "Mohon polisi segera bertindak dan mohon atasan ASN bertindak juga" (GridOto.com, 14 September 2022). Jika Bang Hotman yang bicara, rasanya para pihak yang punya tanggung jawab pasti sedikit keringatan. Sebab kalau tidak, meskipun hanya lingkup persoalan lokal, pasti akan ramai menjadi masalah nasional.
Dan Polisipun segera merespon tindakan arogan AI. Kasat Reskrim Polres Sinjai AKP Sahruddin mengatakan, AI telah diamankan oleh polisi. Dia akan dijerat pasal 80 Undang-undang (UU) Perlindungan Anak juncto Pasal 351 Ayat 1 KUHP. Mengacu pada pasal 80 UU perlindungan anak, AI terancam hukuman 3,6 tahun penjara (Kompas.com 16 September 2022).
Respon tak kalah bagus juga ditunjukkan Bupati Sinjai, Andi Seto Gadhista, selaku atasan Pak AI. Disarikan dari sumber yang sama Kompas.com, Pak Bupati memerintahkan Inspektorat Sinjai untuk melakukan pemeriksaan terhadap AI, yang diduga melakukan kekerasaan terhadap seorang wanita di jalan. Jika terbukti, AI tentu akan dikenai sanksi disiplin kepegawaian.
Kita sebagai rakyat biasa sangat berharap kasus AI tendang HP berjalan hingga tuntas. Tidak hangus ditengah jalan. Kelakuan kasar AI yang terekam di Video dan sudah viral beredar kemana-mana adalah bukti kongkrit yang tak bisa dibantah. AI jangan sampai lolos. Patut kena hukum pidana dan sanksi disiplin sebagai PNS. Agar menjadi contoh kepada yang lain. Harapannya, dikemudian hari tak terulang lagi.
Dalam konteks tersebut, saya usul seyogyanya ada beberapa koreksi terhadap regulasi tentang hak imunitas anggota DPR RI. Sudah waktunya memasukkan klausul soal batasan sejauh mana hak imunitas berlaku. Intinya, tidak semua ungkapan, baik lisan maupun tulisan, bisa mendapat perlindungan hukum. Jika ternyata ungkapan itu menyinggung aspek sosial budaya atau sosbud, terutama norma dan etika, jerat saja secara pidana sebagaimana rakyat biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H