Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Belajar dari Laporan Polisi Erick Thohir terhadap Faizal Assegaf

31 Agustus 2022   09:21 Diperbarui: 31 Agustus 2022   09:59 1705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri BUMN Erick Thohir, Foto Dok. Kompas.com/Kiki Safitri

Kata "arti" punya banyak turunan. Yang lebih dekat pada sifat disebut "mengerti". Dalam KBBI, mengerti adalah menangkap apa yang dimaksud sesuatu. Kata arti juga ada yang berbentuk benda. Namanya "pengertian". Maknanya, gambaran atau pengetahuan tentang sesuatu di dalam pikiran.

Yang punya makna mirip namun orang kadang rancu membedakan dengan kata arti ialah "paham". Dikutip dari sumber yang sama, paham adalah pandai dan mengerti benar tentang suatu hal. Lain lagi yang dikatakan "pemahaman". Kalau yang ini, maknanya lebih dekat pada proses. Yaitu suatu perbuatan serta usaha untuk memahami atau memahamkan sesuatu.

Manusia yang paham atau memahami, bisa dipastikan punya pengertian utuh dan mendalam tentang sesuatu. Sementara yang mengerti, hanya bisa menangkap sesuatu diluarnya saja. Dengan kata lain, kata paham atau memahami punya tingkatan lebih tinggi dibanding mengerti atau pengertian.

Tapi saya tak hendak membahas soal perbedaan kedua makna kata tersebut. Saya sadar, bahwa masing-masing dari kita punya sudut pandang dan jangkauan yang tidak sama. Kalau dituruti mengalir sesuai persepsi masing-masing, hingga ke ujung langitpun, debat soal apa beda antara arti dan makna, pasti tidak akan pernah ketemu.

Cuma, untuk kepentingan info yang ingin dipaparkan berikut ini, saya mohon dengan hormat kepada para pembaca sekalian untuk satu pendapat dulu dengan saya. Yaa, hitung-hitung latihan toleransi lah. Siapa tahu, bisa menambah kuat pengendalian emosi dan pikiran anda saat menghadapi perbedaan. Dan siapa tahu pula, Tuhan berkenan kasi pahala atas permakluman anda itu. Kalau punya sikap begini, jadinya nyaman dan enak kan...

Apa yang ingin saya infokan..? Ialah tentang dua orang yang bisa dikatakan tokoh nasional di bidang media sosial, tapi justru terjerumus oleh ketokohannya sendiri. Siapakah dia..? Yaitu yang bernama lengkap Drs. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo, M. Kes. Terkenal sebagai pakar IT.

Satunya lagi adalah Faizal Assegaf. Seorang aktifis yang sering melakukan kritik cukup keras. Selain disampaikan secara verbal pada berbagai kesempatan, kritik Faizal kerap di kontenkan dibeberapa media sosial, seperti twitter, instagram dan berupa vidio. Saat memberi penilaian, kritikus ini tak pandang bulu. Meskipun merupakan pendukung presiden, Faizal tak kagok melontarkan kalimat-kalimat pedas kepada para menteri Jokowi

Anda sudah maklum, Roy Suryo saat ini tengah tersandung kasus hukum pelanggaran IT. Karena main terobos, tanpa pikir panjang ngeshare meme stupa candi mirip Pak Jokowi. Akibatnya, membuat Roy menderita cukup parah. Selain ditahan, mantan Menpora itu sempat mengalami kelumpuhan kaki meski hanya sebentar dan terpaksa harus pakai kursi roda.

Tak cukup sampai disitu, Pak Roy juga didera sakit leher. Hingga wajib pakai penyangga, agar kepalanya tetap bisa tegak lurus. Mungkin ada beberapa urat syaraf di sekitar organ tubuhnya yang mengalami ketegangan akibat pikiran berat diperiksa penyidik. Bisa jadi ini betul. Karena urat syaraf dikepala dan leher, baik langsung maupun tidak, saling tersambung satu sama lain.

Lain lagi si Faizal Assegaf. Meskipun sama dengan Pak Roy tersenggol perkara IT, cuma jenis kasusnya beda. Memang belum ditahan sich, cuma kalau melihat kebelakang, Pak Faizal ini sudah beberapa kali diadukan orang terkait pencemaran nama baik melalui media sosial.

Dalam catatan, setidaknya ada tiga yang sempat terekam di memori saya. Pertama, Faizal pernah diadukan oleh anggota Asosiasi Pesantren NU bernama Rakhmad. Dugaannya, penyebaran berita bohong, kebencian dan SARA ke Bareskrim Polri. Orang ini dilaporkan akibat unggahan konten video yang berjudul "Faizal Assegaf : Bohong Besar Hasyim Asyari Representasi Aswaja".

Kedua, pada 2019 lalu Faizal juga sempat bersitegang dengan Damai Hari Lubis, yang kemudian di bawa ke Polda Metro Jaya. Perkaranya, dalam cuitan di twitter Faizal menyebut nama Anies Baswedan dan menyinggung keturunan Arab. Ini dianggap sebagai penghinaan kepada Gubernur DKI tersebut. Kata Damai, itu bermuatan unsur SARA dan melanggar UU ITE.

Ketiga, ini yang terbaru. Dalam salah satu vidionya, Faizal disinyalir melakukan fitnah tak berdasar kepada Menteri BUMN Erick Thohir. Akibatnya, lewat kuasa hukumnya Ifdhal Kasim, Pak Menteri mengadukan Faizal ke Bareskrim Polri dengan tuduhan sebar fitnah dan kabar bohong. Sama dengan kasus Pak Roy Suryo, Faizal dianggap telah melanggar UU ITE. Laporan Pak Menteri teregister dengan nomor : LP/B/0490/VIII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tangal 29 Agustus 2022.

Vidio yang dimaksud oleh pengacara Pak Erick sebenarnya ulah tak etis oleh Faizal sendiri. Berawal dari pernyataan pengacara Kamaruddin Simanjuntak tentang tudingan kepada Direktut Utama Taspen mengelola dana calon presiden sebanyak Rp. 300 triliun. Di video tersebut, pengacara yang menangani perkara pembunuhan Brigadir Joshua oleh Ferdy Sambo sebenarnya sama sekali tak menyebut nama Pak Erick Thohir.

Namun oleh Faizal, video itu ditambahi caption yang langsung mengarah kepada Pak Erick Thohir. Tepatnya pada kalimat yang berbunyi "Pak Erick Thohir punya istri banyak yang semuanya dinikahi secara ghoib". Juga "Biaya sekolah dari istri pertama sampai sekarang belum dibayar". Tak ayal, oleh Pak Erick ini dianggap sebagai tuduhan yang sangat serius.

Lalu pesan apa yang muncul dari kasus dugaan pelanggaran UU. ITE oleh Roy Suryo dan Faizal Assegaf..? Pesannya adalah : hati-hatilah terhadap kemampuan besar yang kita miliki. Selain bisa dibanggakan dan membawa untung, kemampuan itu justru bisa menjerumuskan dan membunuh pemiliknya. Bahasa lainnya adalah, tertusuk oleh pisau sendiri dan tergodam karena palu pribadi.

Mengapa itu bisa terjadi..? Karena Roy Suryo dan Faizal Assegaf hanya sampai pada taraf mengerti. Bukan memahami. Padahal, ketika pada kondisi memahami inilah, sifat mengerti kita akan terangkum secara utuh dan tak menyisakan dampak buruk. Mengerti, cuma sebatas pada apa yang nampak diluar sesuatu. Sementara memahami, sekaligus juga menyelami apa yang terkandung didalam sesuatu itu.

Anda tahu, mengerti dan memahami menjadikan perbuatan kita memuat tiga kelebihan. Yakni nampaknya kapasitas keilmuan, terlihatnya akuntabilitas dan kuatnya etika. Saat mengunggah meme stupa mirip Jokowi, Roy Suryo melakukannya secara keilmuan. Dia tahu bahwa gambar meme itu memang ada, bukan hoaks. Sehingga akuntabilitas publiknya juga tak bermasalah.

Tapi Roy abai soal etika akibat dia hanya sampai pada level mengerti. Roy tak sampai pada taraf memahami, bahwa meme itu sangat menyinggung parasaan dua kelompok sekaligus. Yakni umat Buddha dan pendukung presiden. Faizal Assegaf lebih parah lagi. Kalau dia ini, hanya sekedar mengandalkan ilmu saja. Tak punya akuntabilitas sekaligus etika. Mengapa, karena caption yang dia tulis sama sekali belum bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya secara hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun