Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Kemerdekaan, Diminta Pasang Bendera Saja Sulit

17 Agustus 2022   07:11 Diperbarui: 17 Agustus 2022   07:25 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kibarkan Bendera Depan Rumah, Dok. Pribadi

Salam merdeka. Setelah 77 tahun, inilah saat yang tepat melakukan refleksi terhadap perjuangan para pahlawan. Sebab tak hanya harta benda, bahkan nyawa sekalipun dipertaruhkan. Bukan cuma diri sendiri, malah keluarga turut jadi korban.

Banyak kemajuan yang telah dicapai. Tak perlu dibaca satu persatu, karena seratus halamanpun tak kan cukup. Untuk menggambarkan, betapa perkembangan yang telah dicapai Indonesia sangat banyak tak terbilang. Dari Sabang hingga Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote.

Tapi kan masih ditemukan rakyat yang sekali tempo tak makan seharian. Pun kadang terlihat pengemis minta-minta di pojok perempatan atau lampu merah. Tak dapat diingkari, kekurangan seperti itu memang ada.

Meskipun penilaiannya tentu juga harus fair. Perlu juga ditengok latar belakang, mengapa soal-soal kayak gitu tak pernah pupus. Lagipula, mana sih ada satu negara yang seratus persen bisa meniadakan kasus satu dua rakyat yang tiap hari kadang makan kadang tidak.

Mana pula sih yang dapat menghapus tuntas sekelompok pengemis. Bahkan negara maju macam Amerika dan Jepang misalnya, tak mampu juga. Masih ditemukan kekurangan-kekurangan macam begitu itu. Maka, daripada hanya mengeluh soal kekurangan, alangkah baiknya membuat perbaikan dan berucap syukur.

Anda tahu, melalui berbagai program kebijakan, tak sedikit upaya dilakukan, misal gelontoran anggaran dana trilyunan, untuk mengatasi kekurangan. Termasuk soal kadang makan kadang tidak dan pengemis di pojokan tersebut. Menurut saya, itu adalah langkah nyata kepedulian pemerintah terhadap rakyat.

Tapi dasar manusia. Punya sifat berbeda. Ada yang sepenuh hati memanfaatkan upaya pemerintah dengan semangat penuh ingin berkembang. Puncaknya, berkat program pemerintah, golongan ini dapat keluar dari kesusahan. Bahkan, dimasa mendatang sukses meraih kemakmuran.

Namun ada pula golongan sebaliknya. Bersifat pragmatis. Memang tak menolak saat diajak ikut berkembang. Namun hal itu hanya digunakan untuk keuntungan jangka pendek. Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah tak dimanfaatkan dengan baik. Bahkan kadang dijual. Lalu kembali lagi berdiri dipojokan jalan minta belas kasihan orang.

Pada sisi lain, rasa syukur atas kemerdekaan perlu juga di introdusir kepada rakyat dinegeri ini. Terutama dalam kaitannya dengan rasa terima kasih terhadap para pahlawan. Sebagaimana telah disinggung diawal, pengorbanan mereka sungguh-sungguh amat luar biasa. Tak tergantikan meski oleh emas segunung sekalipun.

Mengapa begitu, karena berkat pengorbanan mereka hingga negeri ini merdeka, apapun yang kita mau bisa diperoleh. Sebaliknya, jika tanpa mereka dan negeri ini masih dibawah cengkraman penjajah, walau hanya sekilo beraspun sulit didapat.

Anda tahu tambang emas Freeport di Papua. Sebuah wilayah yang tergolong punya potensi mineral terbesar didunia. Saat merdeka saja, kita kesulitan mendapat manfaat terbesar tambang itu. Akibat perjanjian tak seimbang yang sempat disetujui oleh pemerintah yang kemarin.

Untung Pak Jokowi melakukan terobosan. Hingga akhirnya, kita mampu menikmati emas Freeport dalam porsi yang lebih besar. Ya meskipun untuk ukuran sebagai pemilik, belum maksimal betul. Namun sudah relatif lebih baik dibanding sebelumnya.

Sudah dalam kondisi merdeka saja, masih begitu. Apalagi kalau saat ini kita tetap dalam cengkraman negara lain. Bisa habis itu emas dan beberapa jenis mineral lain yang terkandung di Freeport. Diangkut penjajah ke negerinya sendiri.

Contoh kongkrit dalam hal ini Timor Leste. Negara yang di iming-imingi merdeka dan lebih sejahtera, justru tertipu oleh negara lain. Bisa dikatakan, saat ini Timor Leste bagai negara setengah merdeka.

Memang benar secara pemerintahan punya kedaulatan. Tapi secara sumber daya alam, tak mampu menggunakannya justru untuk kepentingan rakyatnya sendiri. Sumber daya alam Timor Leste dikeruk oleh negara yang menjanjikan kemakmuran. Dan wilayah bekas provinsi Indonesia ini, tak berdaya mencegah penjajahan terselubung itu. Sungguh mengenaskan.

Masihkah kita tak mau bersyukur..? Kalau benar, terlaknatlah kita sebagai warga negara. Dan ironisnya, kondisi itu mulai menyeruak kepermukaan. Ada sebagian rakyat Indonesia yang sudah tak peduli betapa penting dan bersejarahnya kemerdekaan ini.

Masak disuruh pasang bendera depan rumah saja, sulitnya setengah mati. Mesti dipaksa lewat instruksi Pak RT. Yang punya kendaraan, diminta taruh kain merah putih di spion atau di dashboard mobil, lemotnya minta ampun. Padahal, berapa sih biaya untuk itu semua. Paling cuma kisaran 10 hingga 40 ribuan. Pastinya, sungguh-sungguh tak seberapa dibanding pengorbanan para pahlawan.

Pasang bendera dirumah atau kendaraan, memang hal sepele. Tapi dari yang sepele itu terkandung rasa syukur dan bukti penghormatan yang luar biasa. Dan ini sangat-sangat bagus untuk memupuk rasa kebangsaan dan nasionalisme.

Atau jangan-jangan, memang sengaja tak mau pasang bendera karena menganggap negara ini tak bisa membawa ke syurga..? Kalau memang ini yang sebenarnya terjadi, sebaiknya Pak RT segera hubungi aparat keamanan. Tangkap itu orang, dan segera deportasi ke Afganistan yang dikuasai ISIS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun