Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi PKB-Gerindra, Hasil Kongkrit Berbuat Nyata, Bukan Hanya Merangkai Kata

20 Juni 2022   14:48 Diperbarui: 20 Juni 2022   15:17 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo-Cak Imin, Photo Antara/Muhammad Adimaja

Menyimpan sebuah rahasia, acapkali dipandang efektif mencapai tujuan. Tak terkecuali didunia politik. Namun begitu, namanya juga strategi, tingkat leberhasilannya tidak bisa dijamin seratus persen. Kadangkala, faktor kondisi, perkembangan terkini dan hal-hal lain bisa jadi penghambat.

Demikian pula, menunggu satu momentum tertentu sah-sah saja. Tapi di dunia politik, kadang kepastian sangat menentukan sukses tidaknya perjalanan berikutnya. Mengapa, karena politik tidak hanya butuh persepsi. Tapi juga aksi. Persepsi ada hubungan dengan anggapan. Masuk golongan dunia ide. Yaitu pendapat konstituen tentang seluk beluk dan proses politik. 

Sementara aksi, terkait masalah kenyataan. Fakta dilapangan. Kemana arah politik hendak ditujukan. Persepsi dan aksi yang berjalan terpadu, berujung pada sikap konstituen. Hendak pilih siapa nanti dalam kontestasi politik. Baik pileg maupun pilpres.

Makanya, saat musim kampanye sering kita dengar motto yang berbunyi : "menebar aksi, bukan janji". Juga "berbuat nyata, bukan merangkai kata". Atau kalimat-kalimat lain yang senada dengan itu. Yang semuanya mengarah pada pengertian satu hal. Yakni menggambarkan tindakan kongkrit mengatasi masalah. Bukan hanya sekedar wacana.

Fakta yang terjadi selama ini memang seperti itu. Para politisi yang mampu mengawinkan persepsi dan aksi secara bersamaan, tingkat keterpilihannya jauh lebih besar. Karena memiliki ikatan kuat dimata konstituen. Ketimbang yang pandai berwacana saja. Kemana-mana, modalnya hanya retorika. Bicara ngalor-ngidul tentang prestasi dan kebaikan diri sendiri. Namun setelah dilacak, tindak lanjut dari wacana yang disampaikan nol besar. Semua retorika yang dijejalkan pada konstituen, tak pernah ada bukti.

Nampaknya, keterpaduan persepsi dan aksi itulah yang membuat PKB kepincut pada Gerindra. Atau sebaliknya. Lalu kemudian lanjut menjadi sikap politik. Yang akhirnya mantap menjalin koalisi. Sementara itu, rencana PKB koalisi dengan PKS atau parpol lain, yang sebelumnya sudah diwacanakan, berjalan kurang maksimal. Nampaknya, "mentok" ditingkat persepsi saja. Mungkin karena berbagai pertimbangan, PKS tidak bersedia membicarakan kandidat capres-cawapres secara lebih kongkrit, sebagaimana Gerindra.

Bagi PKB, sikap PKS itu bisa jadi sebuah masalah. Karena masa depan Cak Imin sebagai kandidat yang direkomendasi oleh partai besutan NU, tidak menemukan titik terang. Beda dengan Gerindra. Bagi PKB, Gerindra lebih terbuka, tidak basa-basi. Tanpa muter-muter, langsung "To The Point". Partai yang didirikan oleh Pak Prabowo itu segera memberi kepastian. Ini dibuktikan oleh statement Waketum PKB Jazilul Fawaid. Katanya, "Gerindra bisa lebih cepat dan jelas prospeknya". Selanjutnya Jazilul menambahkan, kemungkinan nama koalisi Gerindra PKB adalah Pramuka. Singkatan dari Prabowo-Muhaimin Iskandar".

Dilihat dari jumlah suara hasil pemilu 2019, koalisi Gerindra-PKB memenuhi syarat elektoral untuk langsung mengajukan calon presiden dan wakil presiden ke KPU. Di DPR RI, Gerindra punya 78 kursi. Sama dengan 13.6 persen. Lalu PKB 58 kursi. Setara dengan 10.1 persen. Jika elektoral kedua partai digabung, ketemu angka 136 kursi. Total persentase 23.7. Sementara batasan yang ditetapkan berdasar UU. Nomor 07 tahun 2017, syarat electoral pengajuan capres-cawapres minimal 20 persen. Jadi, suara Gerindra-PKB lebih dari cukup.

Itu tentu potensi besar. Karena, baik Gerindra maupun PKB, sama-sama punya basis massa yang solid dan kuat. Yang bisa dijadikan modal saat kontestasi pilpres 2024. Berduet dengan PKB, konstituen Gerindra tentu akan all out. Alasanya, karena inilah kesempatan terakhir Pak Prabowo untuk menang pilpres. Kata Pak Anwar Sadad, Ketua DPD Gerindra Jatim yang juga Wakil Ketua DPRD Jatim, "pilpres 2024 disebut sebagai the last battle (bagi Prabowo) untuk menjadi presiden" (JPNN.com Jatim, 20 Juni 2022).

PKB sendiri saya yakin tak kalah all out. Sebab ini saatnya membuktikan soliditas pemilih 13 juta lebih suara hasil pileg 2019. Disamping itu, PKB tentu tak ingin kehilangan posisi wapres yang saat ini dijabat oleh KH. Makruf Amin. Meskipun tidak secara langsung dikatakan sebagai representasi PKB, tapi tak mudah melepas hubungan wapres dengan PKB. Terlebih jika melihat kedekatan Cak Imin dan Kyai Makruf. Yang terjalin sejak sebelum proses pencalonan, saat pilpres 2019 berlangsung hingga pasca pemilu sekarang ini.

Setelah ditinggal Pak Jokowi, saya kira Indonesia masih memerlukan figur seperti beliau. Meskipun ada kekurangan, tapi diakui atau tidak Pak Jokowi adalah seorang pekerja keras. Dibanding muluk-muluk bicara, beliau lebih banyak kerja. Jika terpilih kelak, semoga duet Prabowo-Cak Imin gerakannya sama dengan Pak Jokowi. Meskipun beda karakter karena lain orang, Prabowo Cak Imin lebih mengedepankan kerja dibanding hanya berwacana. Sama dengan proses terjadinya koalisi Pramuka. Gerindra dan PKB tidak banyak bicara. Tapi langsung  "Berbuat Nyata, Bukan Hanya Merangkai Kata".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun