Tahukah anda bahwa persepsi tentang bernegara bisa menjadi jalan kebaikan hidup di dunia dan akhirat..? Tahukah pula anda, bahwa kewajiban mengangkat pemimpin dalam satu komunitas merupakan satu pertimbangan untuk bisa masuk surga..?
Jika kebetulan muslim, anda wajib tahu tentang hal-hal tersebut. Jangan dikira, jalan masuk surga hanya bisa dicapai lewat memperbanyak amalan ibadah wajib dan sunnah. Jangan dikira pula, berpegang teguh pada soal fiqh merupakan satu-satunya upaya agar bisa meninggal khusnul khotimah. Mati dalam keadaan baik. Bertemu Allah tidak dicap sebagai kelompok jahiliyah. Tapi masuk barisan yang dikomandani oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Bernegara sangat penting bagi seorang muslim. Kedudukannya sama dengan kewajiban menjalankan syariat. Abai terhadap hal ini, bisa dihukumi murtad. Yaitu keluar dari agama islam secara sengaja. Ada niat dalam hati, diucapkan dalam bentuk perkataan dan ditindak lanjuti oleh perbuatan. Persepsi tentang bernegara juga demikian. Seorang muslim tidak boleh ingkar terhadap adanya sebuah negara. Umat muslim bahkan wajib masuk didalamnya. Menjadi salah satu bagian dari berbagai macam kelompok. Penetapan terhadap negara, harus disertai baiat. Atau pengakuan secara total.
Karena itu, seorang muslim yang hidup di Indonesia harus memiliki dua sikap sekaligus. Pertama, menuntut hak untuk mendapat layanan, perlindungan dan kebebasan beribadah. Kedua, sekaligus juga wajib mengakui keberadaan pemerintah yang dilahirkan melalui proses konstitusi. Sebagaimana ketentuan fiqh, sikap-sikap tersebut mesti wujudkan dalam bentuk niat dalam hati, terucap secara lisan serta ditunjukkan melalui perbuatan. Dan perlu disadari, itu semua tidak lain justru untuk menjaga kepentingan hak asasi umat islam sendiri. Dimana hak asasi tersebut tidak bisa diwujudkan, kecuali ada campur tangan pemerintah disebuah negara.
Dalam Kitab Sullam Taufiq Karangan Syekh Nawawi Albantani, dijabarkan bahwa terdapat lima Hak Asasi Manusia yang perlu diperhatikan. Kelimanya, yang juga disebut dengan istilah lima prinsip dasar, wajib dijaga oleh umat muslim. Dalam konteks kebhinekaan, hal serupa patut di lakukan pula oleh umat beragama lain. Jadi, baik umat muslim maupun non muslim, punya kewajiban yang sama. Namun demikian, penjagaannya tidak bisa dilakukan sendiri oleh umat pemeluk agama. Tapi harus melibatkan pemerintah yang berkuasa.
Kelima prinsip dasar tersebut meliputi, pertama hifdhud din atau menjaga agama. Pemerintah memberikan jaminan kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinan yang dipercaya. Pemerintah juga harus menjamin adanya kelompok agama selain islam. Baik dalam hal kebebasan beribadah maupun jaminan perlindungan terhadap kemungkinan pemaksaan oleh satu kelompok agama kepada yang lain.
Kedua, hifdhun nafs wal ’irdl. Yaitu menjaga perlindungan fisik dan nyawa.  Pemerintah memberi jaminan keamanan dan hak hidup setiap manusia. Agar bisa eksis, tumbuh serta berkembang secara layak. Dalam hal ini, pemerintah dituntut berbuat adil, memenuhi standard kebutuhan atas pekerjaan, kemerdekaan, keselamatan serta bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan.
Ketiga, hifdhul aql atau menjaga akal. Yaitu adanya suatu jaminan dari pemerintah terhadap kebebasan berekspresi, berbicara diatas mimbar, mengeluarkan pendapat, melakukan penelitian dan sebagainya. Yang termasuk juga dalam konteks ini adalah larangan mengeluarkan kebijakan yang berpotensi dapat merusak akal. Sebaliknya, pemerintah harus melakukan perlindungan terhadapnya. Terutama dari tindakan penyiksaan, penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain-lain.
Keempat, hifdhun nasl atau menjaga keturunan. Merupakan jaminan oleh pemerintah terhadap kewajiban menjaga generasi penerus masa depan yang lebih baik dan berkualitas. Karena itu, pemerintah seharusnya melarang free sex, perzinahan, homoseksual dan beberapa kelakuan menyimpang sejenis. Mengapa, karena itu adalah perbuatan yang bertentangan dengan hifdh al-nasl.
Kelima, hifdhul mal atau menjaga harta benda. Dimaksudkan sebagai jaminan oleh pemerintah atas kepemilikan harta benda, properti dan sebagainya. Implementasinya dalam bentuk regulasi tentang larangan mengambil harta orang lain. Misal mencuri, korupsi, monopoli, oligopoli, monopsoni dan sebagainya.