Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ingin Masuk Surga, Bernegaralah yang Baik

15 Juni 2022   11:25 Diperbarui: 15 Juni 2022   11:39 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sosialisasi Kebangsaan, Photo, Dok. Pribadi

Karena berbagai faktor diatas, maka islam memberi hukum wajib terbentuknya suatu pemerintahan. Salah satu bagian tak terpisahkan yang ada didalamnya adalah pemimpin atau penguasa. Jadi, mengangkat seorang pemimpin sama dengan mendukung terciptanya sebuah pemerintahan. Dalam hal mengangkat seorang pemimpin, islam memiliki dalil kuat. Jangankan di satu komunitas sebuah bangsa yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, ratusan bahkan jutaan orang. Hanya terdiri dari tiga orangpun, seorang muslim tetap diwajibkan mengangkat seorang pemimpin.

Dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda : “Jika ada tiga orang bepergian, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah). Setelah diangkat, perintah seorang pemimpin wajib di taati. Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu." (QS. An Nisa' : 4)

Namun demikian, taat dimaksud jika perintah seorang pemimpin ditujukan untuk kebaikan. Kalau untuk maksiat, seorang muslim wajib ingkar. Rasulullah SAW bersabda, “Mendengar dan ta’at (kepada penguasa) itu memang benar, selama mereka tidak diperintahkan kepada maksiat. Jika mereka memerintahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan ta’at (dalam maksiat tersebut)” (HR. Bukhari).

Adanya seorang penguasa disuatu pemerintahan, memungkinkan umat islam untuk tetap menjaga tegaknya hifdhud din, hifdhun nafs wal ’irdl, hifdhul aql, hifdhun nasl dan hifdhul mal. Berkat peran pemerintah, penjagaan itu bersifat sekaligus. Kesemuanya. Bukan hanya satu persatu. Sebaliknya, jika tidak ada pemerintah, kekacauan pasti terjadi. Mengapa, karena kelima hak dasar tersebut saling terkait satu sama lain. Tidak bisa dipisah atau berdiri sendiri.

Misal kewajiban menjaga hifdhud din atau agama. Bagaimanapun juga, bagi seorang muslim menjaga agama hukumnya wajib. Berpahala jika dilaksanakan. Dan berdosa jika diabaikan. Umpama ada satu kelompok berbeda coba-coba mengganggu, pasti muncul reaksi. Sebagai bentuk pembelaan. Kalau perlu jihad. Berperang atau bertaruh nyawa demi agama. Terjadi peristiwa saling bunuh antar sesama anak manusia. Bahkan, ini dapat terjadi antar sesama umat islam sendiri.

Peristiwa tragis tersebut mengakibatkan terabaikannya salah satu dari lima prinsip dasar hak asasi manusia, meskipun yang dilakukan juga dalam rangka menjaga salah satu diantara kelimanya. Perang saling bunuh memang terjadi untuk melaksanakan prinsip dasar hifdhud din atau menjaga agama. Namun demikian, bersamaan dengan itu pula, ada pelanggaran terhadap prinsip dasar hifdhun nafs wal ’irdl atau menjaga fisik dan nyawa seorang anak manusia.

Siapa yang bisa menyelesaikan masalah tersebut secara komprehensif..? Atau siapa yang dapat menjaga kelima prinsip dasar diatas secara utuh tanpa harus mengorbankan yang lain..? Jawaban satu-satunya adalah pemerintah. Melalui tangan penguasa lewat berbagai regulasi hukum yang mengikat terhadap seluruh warga negara. Anda dicubit oleh seseorang..? Jangan diam. Agar adil, anda harus balas cubit juga. Tapi jangan pakai cara langsung membalas nyubit sendiri. Yang terjadi nanti pasti carok. Karena tidak ada yang saling mengalah.

Lalu bagaimana..? Minta bantuan pemerintah. Lapor kepada aparat yang berwenang sebagai penengah atau hakim. Mekanisme ini akan membantu anda “balas dendam” secara benar dan proporsional. Kehormatan yang sebelumnya jatuh akibat dicubit, bisa dikembalikan lagi. Tanpa harus melupakan kewajiban anda untuk juga memegang prinsip hifdhun nafs wal ’irdl. Yakni menjaga badan atau fisik orang lain.

Itulah salah satu intisari yang saya peroleh saat menghadiri undangan Sosialisasi Wawasan Kebangsaan yang dilaksanakan oleh Bakesbangpol Pemerintah Kabupaten Bondowoso. Dilaksakan kemarin pada hari selasa, 14 Juni 2022. Dari pukul 09.00 WIB hingga selesai. Bertempat di Pondok Pesantren Miftahul Ulum. Intisari itu saya peroleh dari beberapa pemateri. Antara lain, Kepala Bakesbangpol, Ketua PCNU dan Ketua DPRD Kabupaten Bondowoso. Demikian. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun